ri memukul gagang setir mobilnya. Tak dipungkiri hatinya m
uan tolol, rusak semua jadinya!" maki pemuda itu penuh amarah di dalam mobilnya yang
ya pesan agar dia hadir makan malam bersama di sana. Ucapan mamanya itu m
mantyo Muis Pradipta hanya tahu mencari nafkah dan menambah pundi-pundi kekayaan keluarga mereka. Pak Br
t mamanya akan menentang karena latar belakang Intan yang bukan siapa-siapa. Apa yang ma
akademik. Makanya Zayn langsung jatuh hati kepada
-agungkan cinta? Itu sangat konyol bin naif, pikir
ngan genting warna biru navy yang nampak elegan dari kejauhan. Zayn pun memarki
a karena akan bertemu mamanya s
a. Dia menatap wajah pemuda tampan bertubuh jangkung dan kekar itu dengan cerma
" protes Zayn yang nampaknya tak siap berangkat b
aja 'kan? Semuanya kebutuhan kamu sudah diatur Martin, dia nanti yang bantu-bantu urusan pendaftaran kuliah,
a dengan lesu. Mereka pun melanjutkan perbincangan seputar adik Zayn yang bernama Pril
embab wajahnya dan juga lemas tak bersemangat membuat Bunda Kartini Soekotjo bi
pembicaraan kamu dan pacarmu?" bujuk Bunda Kartin
menutupi wajahnya dengan kedua telapak tanga
Intan. "Sabar ya, Nak. Apa mau Bunda temani besok untuk menemu
ayn mau bertanggung jawab untuk janin di rahimku i
i, makan, istirahat biar janin kamu tetap sehat. Jangan stres dan banyak p
mpai di teras depan rumah megah milik keluarga Pradipta. Asisten
ya Murni, art kediaman Pradipta kepa
Bunda Kartini tanpa bertele-tele karena tujuan ke
umah megah tersebut. Baik Intan maupun Bunda Kartini berdecak kagum seraya mengedarkan pan
an keningnya ketika melihat sosok kedua tamunya pagi itu. Dia pun me
balas Bunda Kartini sambil berjabat tangan dengan Nyonya Selv
g menemui saya ke mari?" tan
a hak puteri asuhnya wajib dibela. Maka dia pun mulai berbicara tanpa basa-basi, "Jadi keda
bukan berarti dia wajib bertanggung jawab menikahi perempuan itu dong! Enak saja kalian minta
Anda!" tegas Bunda Kartini tak ingi
ma Zayn pun bangkit berdiri seraya bersedekap d
Swiss untuk sekolah kedokteran, masa depannya masih terbentang panjang. Jangan
tini mengelus dadanya mencoba bersabar sekalipun dia yang selama ini merawat anak-anak
i dia yang menggoda Zayn sampai jadi bunting begini, iya'kan?!" sentak
erus mengalir. Dia baru sekali bertemu dengan mama Zayn. Pemikiran pemu
itu di bank sepulang dari sini dan jangan pernah mengungkit masalah anak haram yang dikandung perempua
ulurkan ke hadapan kedua tamunya. "Ambil ini! L
entu. Karena belum bisa menentukan akan bagaimana, maka Bunda Ka
alu bisa dibeli bukan? Sungguh menjijikkan!" hina Nyonya Selvi sebelu
demikian hina oleh mama Zayn. Dia berdoa dalam hatinya bahwa suatu ha