"Bagaimana jika aku mencintaimu?" "Maka kau akan mati." *** Khaidar Wijaya, seorang pemuda konglomerat yang mendapatkan kutukan bahwa setiap orang yang mencintainya dengan tulus akan mendapatkan kesialan hingga kematian dalam waktu dekat. Kutukan itu telah membuat kedua orangtua Khaidar meninggal dunia dan semua kerabatnya memilih untuk menjauh agar terhindar dari malapetaka itu, kecuali sang nenek yang berusaha keras untuk tidak mencintainya agar bisa dekat dengannya. Suatu hari, neneknya sedang sekarat dan memiliki permintaan terakhir untuk melihat kutukan yang ada pada diri Khaidar menghilang. Hal itu menuntunnya untuk bertemu dengan Viona, teman sekolahnya dulu, yang tidak pernah menyukainya. Khaidar membuat kesepakatan dengan Viona untuk menikah agar sang nenek tidak khawatir lagi. Apakah Viona berhasil mempertahankan perasaannya pada Khaidar tetap sama seperti dulu? Atau dia akan berakhir sama seperti orang-orang yang mencintai Khaidar?
"Ibu mencintaimu, Nak."
"Tidak!"
"Ayah juga mencintaimu, Nak!"
"Jangan! Tidak! Jangan pergi! Ayah! Ibu!"
Dahi pria itu mengerut dan nampak gelisah dalam tidurnya. Kepalanya terus menoleh ke kanan dan ke kiri bergantian, sampai akhirnya matanya tiba-tiba terbuka lebar menatap langit-langit kamar. Selama beberapa saat ia hanya diam, tidak bergeming.
"Hanya mimpi." , gumamnya pelan dan merebahkan tangannya di atas dahi seraya memejamkan matanya kembali.
Belum lama ia memejamkan mata, sebuah suara yang keluar dari intercom mengejutkannya.
"Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tiga tuan muda, Khaidar. Semoga anda panjang umur dan sehat selalu. Nenek anda sudah menyiapkan kejutan di ruang utama dan sudah menunggu anda."
Pria muda itu membuka matanya perlahan menatap lampu yang padam di atasnya. Ia memikirkan perkataan sekretaris pribadinya yang baru saja berbicara padanya melalui intercom karena tidak berani masuk begitu saja.
"Masuklah." , balas Khaidar dan tak berselang lama pintu kamarnya yang besar itu terbuka.
Seorang pria dengan setelan jas rapi masuk. Suara sepatu pantofelnya membentur lantai marmer menimbulkan suara yang memaksa Khaidar untuk tidak memejamkan matanya lagi. Dia adalah Hardian, sekretaris pribadi Khaidar yang paling lama bertahan dengannya. Sebelum Hardian, sudah puluhan orang yang mengundurkan diri setelah bekerja tidak kurang dari sebulan. Tidak ada yang istimewa dari Hardian, hanya saja ia memiliki hati yang keras seperti es di kutub yang sulit untuk mencair. Itu adalah salah satu modal besar yang harus dimiliki untuk bertahan sebagai sekretaris pribadi Khaidar.
"Nenek anda sudah menunggu sejak tadi, tuan muda. Sebaiknya anda segera bangun dan menyapanya sebentar." , ungkap Khaidar dengan tegas seperti rambutnya yang klimis.
"Tadi kau bilang hari ini aku ulang tahun yang ke berapa?"
"23 tahun, tuan."
"Ah benar. 23 tahun hidupku yang tidak berguna."
"Sebaiknya anda lekas bangun dan temui nenekmu, atau–"
"Atau apa?" , tanya Khaidar terlihat tidak peduli.
Hardian melangkah mendekat dan tanpa ragu langsung menyibak selimut yang menutupi dada Khaidar sampai ke ujung kakinya dan membuat dadanya terekspos, "Apa saya harus menyeretmu juga, tuan?"
Khaidar sejak dulu memiliki kebiasaan untuk tidur tanpa mengenakan baju meskipun kamarnya dingin. Ia lebih memilih untuk memakai selimut yang tebal. Ia yang masih terkejut dengan tindakan Hardian barusan langsung turun dari tempat tidur sebelum Hardian benar-benar menyeretnya dengan cara yang sama sekali tidak terhormat. Saat Khaidar bangun berdiri, Hardian melihat bagian bantal yang membentuk kepala Saka tampak agak basah tanda bahwa Khaidar berkeringat saat tidur, padahal pendingin ruangan terus menyala sepanjang malam.
"Apa semalam anda mimpi buruk lagi, tuan muda?" , tanya Hardian berjalan mengikuti Khaidar yang sudah melangkah keluar dari kamarnya dengan mengenakan jubah mandi abu-abu.
"Apa kau seorang peramal, mas Hardian? Bagaimana bisa tebakanmu selalu benar?" , kini Khaidar yang balas bertanya.
Sepanjang jalan Khaidar dari kamarnya menuju ruang utama, ia bertemu dengan beberapa orang yang menunduk sambil mengucapkan selamat pagi padanya. Mereka adalah para pekerja yang mengurus rumah dua lantai yang memiliki luas 2.500 meter persegi itu. Kebanyakan orang-orang yang bekerja untuk merawat rumah ini adalah laki-laki. Tentu ada alasan khusus untuk itu.
"Bukan meramal. Saya lebih suka menyebutnya dengan deduksi." , jawab Hardian singkat.
Saat Khaidar menuruni tangga melingkar yang besar itu, ia bisa melihat ada begitu banyak kotak-kotak kado yang dibungkus dengan pita-pita besar bertebaran di sekitar sofa. Beberapa pelayan sudah berdiri dengan atribut khusus ulang tahun seperti topi kerucut dan juga terompet.
"Selamat ulang tahun, tuan muda Khaidar!" , sahut mereka semua dengan kompak lalu diiringi dengan tepukan tangan dan juga lagu ucapan selamat ulang tahun.
"Stop! Stop! Stop!" , pekik Khaidar terlihat tidak senang dengan itu dan mereka semua langsung berhenti, "Aku sudah besar. Sudah berkepala dua. Tidak perlu seperti itu."
Para pelayan yang langsung ciut itu menatap ke arah Hadrian bersamaan, seolah-olah bertanya 'apa yang harus mereka lakukan sekarang'. Tanpa sepatah kata pun, Hadrian selaku orang terdekat Khaidar saat ini, langsung memberi kode dengan menggerakan kepalanya untuk meminta mereka pergi kembali pada pekerjaan mereka masing-masing.
Kado yang tentu saja tidak dibutuhkan oleh Khaidar itu benar-benar menumpuk, tumpah ke lantai. Saat hendak duduk di tengah sofa, Khaidar menendang beberapa kado yang menghalangi langkah kakinya, sementara beberapa pelayan yang masih ada di sana hanya bisa bersedih hati. Mereka yakin kotak terkecil yang ada di situ adalah ponsel keluaran terbaru dan Khaidar menendangnya begitu saja seakan itu adalah kertas tak terpakai yang telah diremas menjadi bentuk bola.
"Selamat ulang tahun cucuku sayang." ,ucap seorang wanita tua yang tampil di layar sebuah tablet yang sudah berdiri di atas meja, tepat di hadapan Khaidar.
Pria itu bisa melihat sang nenek yang tersenyum lebar menampilkan garis kerutan di sudut mata, sementara dirinya sendiri tidak menyalakan kamera sesuai dengan permintaan sang nenek.
"Nenek terlihat cantik hari ini." , puji Khaidar dengan senyum pahit di wajahnya.
Wanita tua yang tampak di layar, tertawa renyah mendengarnya, "Tentu saja. Ini hari yang istimewa untuk nenek karena cucu nenek berulang tahun. Tidak terasa kau sudah tumbuh besar."
"Bagaimana nenek bisa tahu aku tumbuh besar jika tidak melihatku?" , tanya Khaidar tersenyum miris.
Senyuman lebar sang nenek pun memudar namun ia tetap memaksa kerutan di sekitar bibirnya untuk tetap terangkat.
"Apa nenek tidak mau melihatku? Sekali saja. Aku tidak butuh hal lain. Aku tidak butuh semua kado bodoh ini. Aku ingin nenek melihatku."
Hardian dan beberapa pelayan yang masih ada di situ ikut bersedih dalam hati mereka merasakan betapa kesepiannya Khaidar, sepanjang hidupnya tidak pernah benar-benar merasakan kasih sayang secara langsung meskipun hidupnya sangatlah berkecukupan.
Bibir sang nenek bergetar, ikut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh cucu kesayangannya itu. Namun ia tidak punya pilihan selain tetap tersenyum, terlihat tegar.
"Nenek akan datang berkunjung nanti."
"Nenek juga bilang begitu pada ulang tahunku tahun lalu."
"Kau tahu nenek sangat sibuk mengurus banyak hal."
"Nenek juga tahu aku sangat merindukan nenek."
Bak serangan peluru dari juru tembak, setiap kata yang Khaidar ucapkan tepat mengenai hati sang nenek, melukainya, dan meninggalkan rasa sakit di sana. Ia tidak bisa mengingkari bahwa perkataan cucunya adalah benar dan ia pun merasakan hal yang sama.
"Baiklah. Silahkan kau buka kameramu. Nenek ingin melihat wajah cucu nenek yang paling tampan."
Khaidar tersenyum senang dan matanya sudah berkaca-kaca. Ia menoleh pada Hadrian dan lelaki berpakaian rapi itu langsung mendekat untuk menyalakan fitur kamera dengan ragu-ragu. Sebelum menyalakannya, ia menoleh kembali pada Khaidar dan yang ia dapatkan hanya anggukan kepala.
Di seberang panggilan video, sang nenek merasa begitu gugup sampai ia harus memegangi tangannya yang gemetar. Selama setahun ini ia hanya melihat cucunya melalui foto saja, tidak pernah melihatnya secara langsung untuk keselamatannya.
Khaidar Wijaya, cucu satu-satunya dan juga merupakan pewaris tunggal dari perusahaan property miliknya. Kehidupan sempurnanya yang sudah terjamin sejak dalam kandungan dihentikan oleh kutukan yang datang padanya. Semua orang yang menyayanginya dengan tulus akan terus mendapatkan kesialan sampai puncaknya adalah kematian.
“Menikahlah denganku. Aku berjanji tidak akan menjadi istri yang merepotkan. Bagaimana?” “Kau bercanda?” “Apa wajahku terlihat seperti seseorang yang sedang melucu?” “Iya.” Sial, gerutu Hanifa dalam hati. Sepintas, terlihat jelas kilatan listrik kekesalan pada wajahnya. Hanifa, seorang gadis kaya yang sudah mencetak rekor gagal lolos dalam seleksi ujian masuk perguruan tinggi sebanyak 2 kali berturut-turut ini dengan lantangnya meminta tutor belajarnya untuk menikah dengannya. Akankah keinginannya terkabul meskipun dengan alasan yang sangat tidak bisa diterima oleh tutornya itu?
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
WARNING AREA 21+ Harap bijak dalam membaca. Berisi kata-kata kasar dan adegan dewasa yang tak cocok dibayangkan oleh anak dibawah umur. Jadi hati-hati ya. ***** Diputuskan sang kekasih hanya karena tak mau memberikan keperawanannya membuat Renata frustasi. Ia sangat mencintai Dinar namun pria itu dengan seenak hati membuangnya. Galaunya Rena dilampiaskan oleh gadis itu mabuk di bar sampai tak sadarkan diri. Beruntung, Ervin teman Rena dari kecil sekaligus musuh bebuyutan Rena diminta oleh papinya Rena untuk mencari gadis itu. Dengan ditemukannya Rena di bar oleh Ervin, papinya Rena meminta Ervin menjadi bodyguardnya dan memantau kemana pun Rena pergi. Hal itu membuat Rena emosi. Ia selalu mencari cara untuk Ervin tak tahan dengannya. Namun waktu berlalu, siapa sangka Sebuah ciuman lembut dari Ervin mampu membuat Rena terbuai, bahkan sejak saat itu kehidupan keduanya berubah menjadi lebih panas.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Pada hari ulang tahun pernikahan mereka, simpanan Jordan membius Alisha, dan dia berakhir di ranjang orang asing. Dalam satu malam, Alisha kehilangan kepolosannya, sementara wanita simpanan itu hamil. Patah hati dan terhina, Alisha menuntut cerai, tapi Jordan melihatnya sebagai amukan lain. Ketika mereka akhirnya berpisah, Alisha kemudian menjadi artis terkenal, dicari dan dikagumi oleh semua orang. Karena penuh penyesalan, Jordan menghampirinya dengan harapan akan rujuk, tetapi dia justru mendapati wanita itu berada di pelukan seorang taipan yang berkuasa. "Ayo, sapa kakak iparmu."