/0/8214/coverbig.jpg?v=dc7f6b9fa1152c7f8770271daaa017ea)
Ini kisah Diana yang mengagumi guru biologinya. Namanya, Danis Devanka. Seorang guru muda berusia 24 tahun yang tidak hanya dikagumi oleh Diana, melainkan siswa perempuan di sekolahnya. Bahkan, guru-guru juga banyak yang tertarik dengan Pak Danis karena ketampanannya yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya terpana. Tak disangka, guru favorit Diana adalah jodohnya. Ralat, orangtua Diana menjodohkan Diana dengan Danis dengan dalih kedua orangtua mereka berteman baik dan saling memercayainya. Di situlah Diana merasa dilema, antara percaya dan tidak percaya. Yang jelas kehidupan Diana berubah setelah tahu Danis adalah calon suaminya karena Danis selalu ikut campur dalam masalah pribadi yang Diana hadapi.
"Suasana kian membaik jika kita menikmati obrolannya."
Diana Asha Avanti, gadis berumur 17 tahun itu baru saja keluar dari kamarnya. Ia mengenakan seragam putih abu-abu–terlihat rapi dan cantik.
"Selamat pagi, Bunda." Diana menyapa Kalya, sang ibundanya dengan wajah ceria.
"Pagi juga sayang," jawabnya yang tak kalah ceria. "Maaf, ya, bunda udah sarapan duluan mau ke rumah sakit lebih awal. Bunda berangkat dulu, ya." Kalya mengecup kening putrinya lalu menginjakkan kakinya keluar rumah. "Oh, iya, kamu harus sarapan, ya!" seru Kalya yang sudah di teras rumah.
"Siap, Bunda!" teriak Diana dari dalam.
Sesampainya di sekolah, Diana menyapa teman kelasnya hingga suasana kelas menjadi riuh seketika. Diana duduk bersama Lava, sahabat yang paling mengerti dirinya. Tidak lama kemudian, datanglah Olivia yang membawa sekantong buah manggis untuk dibagi-bagikan ke teman-temannya.
"Diana," panggil Oliv setelah duduk di kursi–belakang meja Diana.
"Tumben berangkat agak siangan," ledek Diana yang masih belum tahu kalau Oliv membawakan buah kesukaannya.
"Iya nih, gue habis pilah-pilih manggis soalnya bokap gue baru pulang dari Jakarta." Oliv memperlihatkan buah manggisnya pada Diana dan Lava. Mata Diana spontan melebar dengan keterkejutan itu.
"Mau, mau," ucap Diana bersemangat.
"Ambil dua aja, ya! Mau gue bagikan ke teman yang lain," titah Oliv.
Diana langsung melayangkan tangannya–mengambil dua manggis sesuai instruksi dari Oliv. Sedangkan Lava tidak berminat sama sekali karena ia memang tidak menyukainya.
Setelah Diana mengambil manggis itu, Oliv menuju ke meja teman lainnya untuk membagikan buah manggisnya. Di sisi lain, Lava membunyikan tangannya pada Diana tanda ada pembicaraan yang mau disampaikan olehnya.
"Tahu nggak? Waktu gue naik angkutan umum, gue lihat Pak Danis pake motor. Asli deh ganteng banget! Helm hitam dengan masker hitam, ditambah alis tebalnya itu ... aduh, buat gue meleleh. Rasanya ingin peluk dari belakang!" kata Lava dengan nada bicaranya yang greget.
"Seriusan lo? Biasanya Pak Danis pakai mobil." Diana tidak mempercayai ucapan Lava.
"Iih seriusan, Na. Pak Danis pakai motor hitam," balas Lava yang meyakinkan Diana.
"Bener tuh, gue juga lihat," sahut Shasa dari belakang–teman sebangku Oliv.
Diana menoleh ke samping beberapa detik, lalu menaikkan bahunya sedetik. "Nggak percaya!" ucap Diana dengan sengaja padahal dia sudah mempercayai Lava.
Melihat kelakuan Diana yang menyebalkan dan buat suasana hati Lava hancur. Akhirnya Lava mengeluarkan bukti akurat agar dipercayai sahabatnya. Lava mengeluarkan ponsel dari ransel, mengusap layarnya yang berhenti setelah menemukan foto yang dia cari.
"Nah, ketemu .... Coba lihat baik-baik, Na. Agak ngeblur sih, tapi udah cukup membuktikan bahwa omongan aku itu benar." Lava menyerahkan ponselnya pada Diana.
"Oh," respons Diana lalu menghadap ke depan lagi. Lava sungguh kecewa atas responsnya yang begitu menyebalkan. Belum ada 3 detik, Diana kembali menghadap samping untuk melihat ulang fotonya.
"Apa?" tanya Lava dengan nada yang ditinggikan.
Diana belum menjawabnya, ia malah memerhatikan terus foto itu.
"Ganteng kan?" sambar Oliv setelah melihat foto Pak Danis dari belakang.
"Ini ... gue kenal banget sama motornya. Persis motor ayah gue," kata Diana yang membuat Lava dan Oliv tercengang tidak percaya.
"Seriusan! Itu ada stiker singa juga." Diana meyakinkan mereka.
"Ah! Nggak percaya," ucap Lava sembari mengerutkan keningnya.
"Ada apa?" tanya seseorang dari belakang Diana.
Diana dan Lava masih saja memperhatikan foto Pak Danis. Kemudian, Oliv yang menjawabnya.
"Itu, katanya Pak Danis pake motornya ayahnya Diana," jawabnya lalu mengalihkan pandangannya pada sang penanya.
Oliv reflek melebarkan matanya, selang beberapa detik ia melepaskan senyuman terpaksa untuk menutupi rasa malunya.
"Pak Danis," gumam Oliv sambil sedikit menunduk.
Disusul Diana dan Oliv setelah mengetahui keberadaan Pak Danis yang sedang dibicarakan itu.
"Sudah, ya! Pelajaran akan saya mulai, silakan duduk dengan benar," titah Pak Danis yang berwibawa. Ia tidak terpancing obrolan mereka bertiga.
"Malu banget gue," lirih Diana pada Lava sembari meingis getir.
"Udah, biasa aja ...." Lava menenangkan.
Bel berbunyi tanda memasuki jam istirahat. Pak Danis pun membereskan barang-barangnya lalu meninggalkan kelas 12 IPA 1.
"Kantin, yuk!" ajak Nathan pada Diana.
Diana tidak menjawab Nathan. "Lava, Oliv, buruan!" ajak Diana karena Lava sangat lambat membereskan alat tulisnya.
"Mau ke kantin?" tanya Nathan.
"Udah, kita duluan aja," kata Darko.
"Iya, nih, mau bareng?" jawab Lava pada Nathan karena merasa bersalah jika terus diabaikan oleh Diana.
Diana menarik tangan Lava lalu keluar menuju kantin. Disusul oleh Oliv, Nathan, dan Darko. Diana sengaja lewat tepian lapangan berharap dirinya bisa melihat Pak Danis sedang bermain sepak bola atau basket karena Pak Danis sering bermain bersama muridnya saat jam istirahat.
Ia menghela napas berat, berusaha bersikap biasa saja agar Lava tidak curiga. Namun, Lava terlalu peka memahami Diana.
"Bentar lagi ujian, lagi sibuk ngurusin soal ujian," gumam Lava dengan kekehan kecilnya.
"Hah?" Diana pura-pura tidak paham.
"Halah, ayo buruan! Nanti nggak kebagian tempat duduk." Lava menarik tangan Diana.
"Bu, bakso dua, ya!" pesan Lava pada ibu kantin saat baru sampai di kantin.
"Lima, Bu!" seru Nathan dari belakang. Mereka berdua sampai lupa ada tiga temannya yang tertinggal.
"Siap," sahut ibu kantin dengan semangat.
Nathan menyuruh mereka berempat duduk dan mengamankan kursi untuknya. Ia sendiri yang akan menunggu pesanan bakso itu.
"Sekalian es teh, Bu!" tambah Nathan yang teringat belum memesan minuman.
Setelah beberapa menit, Nathan datang membawa nampan berisi bakso bersama ibu kantin yang membawa nampan berisi es teh.
Di sela-sela memakan bakso, Nathan mengajukan pertanyaan pada Diana yang tidak biasa itu.
"Na, lo ada masalah?" tanyanya hati-hati.
"Sama siapa?" Diana menegukkan es teh setelah menjawabnya.
"Sahabat lo, Fiko. Gue denger dia punya pacar, apa lo cemburu karena itu?"
"Dih! Mau dia punya pacar atau istri pun itu bukan urusan gue. Lagian kita udah jarang ketemu," sungut Diana lalu tidak sengaja melihat Pak Danis menuju kantin bersama Viona dan teman-temannya dengan obrolan yang tidak terdengar oleh mereka.
"Seru banget," kata Diana tanpa sadar.
Mereka berempat mengikuti arah pandangan Diana.
"Kalo gue jadi guru, gue mau kayak Pak Danis. Akrab sama muridnya," ucap Darko.
"Jadi pengin akrab juga sama Pak Danis," ujar Diana.
"Jadi pengin jadi istrinya," imbuh Lava yang membuat kesadaran Diana kembali.
"Jangan mimpi!" timpal Diana dan Oliv secara bersamaan lalu terkekeh bersama.
Dalam hati Diana berkata bahwa dia ingin mempunyai pacar seperti Pak Danis yang ganteng, rajin, pintar, dan mempunyai senyuman yang mampu menarik perhatian bagi yang melihatnya. Namun, sayang sekali, itu akan sangat sulit untuk dijangkau atau dicari modelan seperti Pak Danis.
Sepulang sekolah, Diana diajak oleh Lava ke Sweet Ice Cream. Lava sudah lama tidak menikmati es krim manis langganannya yang biasa ia kunjungi bersama Oliv. Namun, kali ini Oliv tidak bisa karena ayahnya mau mengajaknya jalan-jalan. Awalnya Diana menolak, setelah dipikir-pikir ia memang harus bersantai terlebih dahulu untuk menenangkan pikirannya.
"Kali ini jangan membuatku kesal, oke?" ucap Diana yang memperingati Lava sebelum tiba di toko es krim.
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?