/0/7784/coverbig.jpg?v=20220810095402)
Larasati adalah seorang wanita muda yang cerdas, emosional dan menyukai kebebasan. Sayangnya, di usianya yang baru berusia 23 tahun, ia sudah menjadi seorang janda. Pernikahannya dengan Kanugrahan hanya bertahan selama dua tahun meski lelaki itu sangat baik dan begitu menyayanginya. Mereka menikah terlalu muda karena desakan orangtua Kanugrahan yang tak ingin hubungan keduanya terjerumus dalam pergaulan bebas. Di samping itu, meskipun saling mencintai, keduanya memang belum sungguh-sungguh siap untuk memasuki dunia pernikahan. Namun siapa sangka, tiga tahun setelah perceraian itu mereka bertemu kembali. Akankah kali ini mereka dapat merangkai kisah yang lebih baik dan kembali menikah? Ataukah pertemuan ini hanyalah sebuah rangkaian alur Semesta yang hanya harus dilewati?
Laras berjalan cepat-cepat menyusuri trotoar di sepanjang jalan Kayutangan. Sudah pukul empat lebih dua belas menit. Ia sudah terlambat. Seseorang saat ini tengah menunggunya di kedai kopi di ujung jalan ini.
Sore yang cerah dan udara yang hangat. Laras merasa salah kostum. Ia menyesal memilih untuk mengenakan blazer suede cokelat dan syal ini. Sempat terpikir untuk melepasnya dan mengenakan tank top saja. Tapi kemudian ia urungkan, "Ini Malang, bukan Paris." Pastilah pemuda-pemuda usil akan memberikan siulannya kalau ia nekat.
Ia merasakan sebuah ketidakadilan dalam hal ini. Di kota tempatnya tumbuh dewasa ini sudah banyak turis macanegara yang datang dan berjalan-jalan dengan pakaian-pakaian yang mini, hampir seperti di Bali. Namun anehnya tak ada yang peduli dan mengganggu turis-turis berkulit pucat itu. Lain ceritanya jika yang berpenampilan seperti itu adalah orang Indonesia sendiri. Tatapan dan siulan nakal tentulah sudah dihadiahkan secara cuma-cuma.
Kemarin saja, ketika ia pergi sebentar untuk berbelanja ke minimarket hanya menggunakan celana pendek dan kaos, tetangga rumahnya menatapnya dengan canggung. Tersenyum ramah dan menyapa, memang. Namun jelas tatapan matanya memandang dengan tatapan penuh penghakiman.
Ketika Laras menceritakan hal tersebut pada ibunya, ibu hanya berkata, "yah... Dunia ini tidak mungkin berjalan sesuai maumu terus, Nduk."
Laras kesal, namun tak urung ia memilih diam.
Tit... tit... tit...
Ponselnya berbunyi.
Laras cepat-cepat membuka pesan singkat yang masuk.
"Masih lama? Mau kupesankan dulu?" bunyi pesan itu.
Dengan cepat Laras membalasnya, "Sepuluh menit lagi sampai. Maaf terlambat, aku jalan kaki dari galeri. Boleh, long black iced. Thanks."
Laras terus berjalan menyusuri trotoar sore itu. Sesekali matanya memandang sekeliling dengan takjub. Baru tiga tahun, namun segalanya berubah demikian cepat. Gedung-gedung bergaya modern telah banyak menghilangkan wajah klasik jalan ini. Volume kendaraan yang semakin padat. Udara segar yang semakin hilang. Tiba-tiba hati Laras merasa sedih.
Laras semakin mempercepat langkah kakinya, tak sabar untuk melepas blazer suede-nya dan meneguk sesuatu yang segar.
Laras mendorong pintu kayu jati berornamen kaca. Dingin hembusan AC segera membelai wajah dan lehernya yang basah oleh keringat. Tak menunggu lama lagi, ia segera melepas blazer dan syalnya. Aaahhh... lega sekali, batinnya.
Ia berjalan melewati meja-meja yang penuh dengan pengunjung, mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
Dari sebuah sudut, tampak seseorang melambaikan tangan pada dirinya. Ah, itu dia.
Pindah ya, salah prosedur jadi yang ini tidak dilanjutkan... Salam hangat, author newbie 😄
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Setelah malam yang penuh gairah, Viona meninggalkan sejumlah uang dan ingin pergi, tetapi ditahan oleh sang pria. "Bukankah giliranmu untuk membuatku bahagia?" Viona, selalu menyamar sebagai wanita jelek, tidur dengan om tunangannya, Daniel, untuk melarikan diri dari pertunangannya dengan tunangannya yang tidak setia. Daniel adalah sosok yang paling dihormati dan dikagumi di kota. Kabar tentang petualangan romantisnya beredar, beberapa mengatakan mereka melihatnya mencium seorang wanita di dinding dan yang lain menyebutnya gosip. Siapa yang bisa menjinakkan hati Daniel? Kemudian, yang mengejutkan, Daniel ketahuan membungkuk untuk membantu Viona mengenakan sepatu, semata-mata demi mendapatkan ciuman darinya!
Ava menarik nafas panjang sebelum melepas penutup terakhir tubuhnya. Dan kali ini, yang hadir hanyalah ketelanjangan yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamkan mata, menikmati udara sore dan dingin air yang mengalir membasahi tubuhnya. Sore itu ia merasa menyatu dengan alam.
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?