Kehilangan suami yang sangat dicintainya membuat kehidupan Kayra menjadi sangat sulit. Dia tak tahu ke mana sang suami pergi. Padahal dia dan sang suami sempat melakukan kontak melalui panggilan video sebelum kabar buruk itu datang. Terpaksa dia harus bekerja sendirian untuk menopang kehidupan dia bersama ke dua anaknya. Suatu hari dia dipertemukan kembali dengan suami almarhumah saudari kembarnya yang bernama Damar. Awalnya dia sangat membenci Kayra karena sudah ikut serta menipu dia hanya untuk mengabulkan keinginan saudari kembarnya yaitu memberikan keturunan untuk keluarga Damar. Bahkan, dia juga sempat menolak keras darah dagingnya itu. Namun, ketika dia melihat sosok bayi laki-laki yang begitu mirip dengannya. Hatinya langsung bergetar dan luluh. . Yuk simak kisah perjalanan hidup Kayra sampai menemukan kebahagiaannya!
Brum! Brum!
Suara mobil berhenti tepat di halaman rumah Damar. Kedua orangtuanya Damar yang masih asik memandangi foto cucu mereka di depan televisi langsung menghentikan aktivitas mereka tersebut. Mereka saling tatap mempertanyakan siapa yang berkunjung malam-malam di rumah mereka.
"Eh, itu mobilnya siapa malam-malam datang?" tanya Bu Siska penasaran.
"Entahlah, Ayah juga tidak tahu." Pak Rudi mengangkat bahu.
"Lebih baik, Ayah cek saja ke depan biar jelas!" Pak Rudi segera beranjak dari kursi.
"Tidak perlu dicek! Itu mobil yang akan mengantarkan aku pergi!" cegah Damar tersenyum. Kaki jenjangnya mulai menuruni anak tangga. Tangannya menggeret koper berukuran besar.
Kedua orangtuanya segera melihat ke arah Damar. Mata mereka melebar melihat Damar berpenampilan sangat rapih. Belum lagi koper yang dia bawa membuat hati mereka ketar-ketir.
"Astaga, anak itu mau pergi ke mana kok rapih amat? Lalu, kopernya itu?" gumam Bu Siska gelisah.
"Entahlah, Ayah pusing sekali memikirkan tingkahnya. Gara-gara ulah Kayla, dia berubah tiga ratus enam puluh derajat. Sikapnya yang penyayang, ramah dan lemah-lembut sudah sirna. Hanya ada amarah saja di hatinya." Pak Rudi menggelengkan kepala tidak mengerti.
"Oh Tuhan, kenapa keluarga kami harus mengalami masalah serumit ini hanya karena terlalu ingin memiliki generasi penerus? Andai saja, kami tidak melulu mendamba ... pastilah keluarga kami masih utuh dan tidak tercerai berai seperti ini," gumam Bu Siska sangat sedih.
Kini Damar sudah berada di bawah. Dia melangkah mendekati kedua orangtuanya masih menggeret kopernya juga.
"Kamu mau ke mana malam-malam begini, Nak?" tanya Bu Siska khawatir.
"Aku mau pergi sebentar untuk menenangkan pikiran. Ibu sama Ayah tidak perlu khawatirkan aku. Aku janji tidak akan berulah di luaran sana. Aku hanya berusaha untuk melupakan semua luka di hati ini. Tetap tinggal di rumah ini malah membuatku selalu ingat tentang kebohongan-kebohongan itu." Damar tersenyum miris.
"Apa kamu tidak punya pilihan lain selain pergi dari rumah? Kalau kamu pergi ... bagaimana dengan perusahaan kita?" tanya Bu Siska bingung.
"Tidak ada, Ibu. Jika aku tak pergi ... bayang-bayang luka itu semakin menggerogoti jiwaku. Aku tidak mau terus-terus memendam amarah ini. Apa Ibu mau melihat aku sakit jiwa?" Damar mulai menaikkan volume suaranya karena kesal.
"Bukan begitu, Nak! Ibu hanya ...." Bu Siska bingung harus berkata apalagi.
"Kalau hanya soal perusahaan, aku akan tetap mengurusnya walaupun aku tidak ada di Indonesia. Aku akan tetap giat bekerja. Jadi, kalian tenang saja," jelas Damar menyambung ucapan sang ibu.
"Astaga, jauh sekali kamu ingin menenangkan diri sampai ke luar negeri segala? Apa kamu tidak ingin menyaksikan tumbuh kembang anakmu?" tanya Bu Siska shock.
"Astaga Ibu ini masih saja mengeyel. Kan, sudah aku katakan bahwa dia bukan anakku. Aku sama sekali tidak menginginkan anak haram itu," jelas Damar mulai emosi. Dia sangat marah jika orang tuanya mulai membahas anak dari hasil hubungan terlarangnya itu dengan Kayra. Almarhumah istrinya telah memanipulasi keadaan dengan cara bertukar posisi dengan adik kembarannya.
Plakkk!
Satu tamparan mendarat mulus di pipi Damar karena Pak Rudi sudah tidak tahan lagi mendengar ucapan Damar yang salah. Menurutnya Damar memang harus diberi pelajaran agar bisa mengontrol emosinya.
Bu Siska langsung menangis. Dia sangat shock mendengar kata-kata Damar yang sangat tidak bermoral itu.
"Baiklah, aku pergi! Tolong jaga kesehatan kalian!" Damar memegangi pipinya yang terasa perih dan panas. Dia segera membalikkan tubuhnya tak ingin berlama-lama lagi berurusan dengan kedua orangtuanya. Hal itu malah akan semakin memperkeruh suasana jiwanya.
Pak Rudi hanya diam saja tidak menjawab atau mencegahnya. Berbeda dengan ibunya, dia masih ingin berusaha mengurungkan niat anaknya pergi.
"Tunggu, Nak! Coba kamu lihat foto ini dulu! Ibu yakin kalau hatimu akan nyaman dan damai setelah melihat betapa miripnya dia dengan kamu," rayu Bu Siska masih ingin berusaha menghalangi kepergian sang anak. Tangannya menjulur menyodorkan ponsel milik sang suami.
Tadi sepulang dari rumah sakit, Damar sama sekali tak keluar kamar. Jadi, mereka tak bisa menunjukkan foto cucu mereka. Padahal Bu Siska sudah bolak-balik mengetuk pintunya. Namun, Damar tidak memedulikannya.
Damar hanya menghela napas kasar. Dia sama sekali tidak menanggapinya. Kaki jenjangnya bergegas melangkah pergi.
"Mar, Ibu serius! Kamu harus lihat foto ini dulu!" Bu Siska hendak mengejarnya sambil menangis. Namun, sang suami segera menahannya.
"Tidak perlu sampai seperti itu, Bu! Anak itu masih kerasukan jiwanya. Jadi, biarkan saja dia pergi. Ayah yakin perkataannya itu akan menjerumuskan dirinya sendiri kelak ke lembah penyesalan yang teramat dalam," terang Pak Rudi agar istrinya mau mengerti.
"Tapi Yah, kasihan sekali cucu kita yang tidak berdosa itu? Pasti dia akan merindukan ayahnya?" tanya Bu Siska menangis tersedu-sedu.
"Menurut Ayah hal itu tidak akan pernah terjadi. Soalnya, ada David yang bisa menggantikan posisinya. Pengalaman David itu sudah banyak bersama Kayra, jadi pasti dia akan memberikan yang terbaik untuk kebahagiaan keluarganya," jelas Pak Rudi sangat yakin.
"Baiklah, semoga saja apa yang Ayah katakan itu benar." Bu Siska langsung memeluk sang suami sambil tersedu-sedu.
"Aamiin." Tangan Pak Rudi mengusap bahu sang istri.
Kini Damar sudah berada di perjalanan diantar oleh sekertarisnya bernama Fatan. Di mobil dia diam saja. Pikirannya semakin kacau karena keluarganya sama sekali tidak ada yang mau mengerti perasaannya.
Mereka malah menumbuhkan luka di hatinya secara terus-menerus dengan menyebutkan anak yang dilahirkan Kayra begitu mirip dengannya. Dia sama sekali tidak menginginkan hal itu. Baginya kehadiran anak itu hanya akan menorehkan luka di hatinya selalu.
Bayang-bayang tentang hubungan terlarangnya dengan Kayra akan serta-merta tampak selalu jika melihat wajah anak itu. Belum lagi kebohongan yang diciptakan sepasang kakak-adik kembar itu pastilah akan terus membuat kebencian dan kemarahannya berkobar-kobar.
"Maaf Pak, aku hampir lupa menyerahkan amplop titipan dari Pak David," ucap Fatan tetap fokus menyetir. Tangannya meraba-raba dasbor mobil untuk mengambil amplop tersebut.
"Aku tidak sudi menerimanya! Tolong kamu buang saja!" tegas Damar dingin.
"Baik, Pak!" Fatan mengurungkan niatnya. Dia tidak jadi memberikan amplop tersebut pada Damar. Dia mengembalikan amplop tersebut ke tempatnya.
Damar sengaja menolak amplop tersebut karena tak ingin melanjutkan permasalahannya dengan pihak keluarga sang istri. Dia yakin kalau amplop tersebut pasti berisi uang.
"David-david, memang kamu pikir dengan kamu mengembalikan uangku ... maka aku akan berhenti membenci istrimu. Ternyata, rasa cintamu padanya berhasil menutupi keburukan istrimu itu. Kalau aku jadi kamu, maka aku tidak akan sudi menerima tubuh kotornya itu," umpat Damar dalam hati. Dia tersenyum getir.
Tiba-tiba saja bayang-bayang saat dia bercinta dengan Kayra terngiang kembali di kepalanya. Bagaimana Kayra malu-malu saat melayaninya. Dia juga mengingat kembali bagaimana dia mengemis pada Kayra meminta haknya sebelum Sahira melahirkan waktu itu.
"Ah, berhenti!" teriak Damar mencengkram rambutnya kuat.
Malam itu tanpa diketahuinya, Amira telah dijual sang suami dalam keadaan setengah sadar pada pengusaha yang tengah membutuh wadah pelampiasan. Yah, malam itu mereka bergelut layaknya sepasang suami istri pada umumnya. Ternyata eh ternyata kejadian malam panas itu terus merasuki pikiran Raka di setiap kesendiriannya. Seminggu setelah kejadian malam itu, mereka dipertemukan kembali di rumah Raka sendiri. Kira-kira bagaimana nih kelanjutannya? Yuk simak terus jalan ceritanya! Cover by pixabay
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Mature Content. Please be awise to reading!!! Bocil harap menyingkir, please!! Menikah selama 2 tahun dan belum di karuniai anak menjadikan Nay sedikit sedih. Apalagi suaminya jarang sekali menyentuh. Dia mencari kesibukan dengan berjualan kue dan takdir mempertemukan Nay dengan Alex.
18+, hampir tiap bab memiliki unsur kedewasaan, jadi tidak di peruntukan pembaca di bawah 18 tahun ke bawah. Cerita ini berlatar belakang seorang mahasiswa yang memiliki prestasi cukup lumayan. Iapun hanya seorang pria yang memiliki perekonomian yang tidak terlalu mendukung, namun bisa melanjutkan pendidikannya di salah satu kampus ternama, di karenakan ia memiliki kecerdasan hingga dia bisa mendapatkan beasiswa. Awalnya ia tak pernah menyangka kalau dirinya akan menjadi pria yang di lirik banyak wanita, berhubung parasnya tidak terlalu mendukung. Namun sepeninggalnya sahabat terbaiknya, di saat itulah dia mendapatkan semuanya.
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"