/0/6712/coverbig.jpg?v=3fb629fc7a1968833dcabd9ab1f978ec)
Seharusnya malam itu mereka sudah bercerai. Namun nyatanya, sang suami menolak dengan keras hanya karena satu alasan. "Kau bahkan menghabiskan waktu kurang lebih hanya sembilan bulan denganku dalam tiga tahun ini. Tidak ada yang spesial." "Ada," tegasnya membuat Launa menelan ludah. "Mau kau bawa kemana kehamilanmu? Kau mau terus merahasiakannya dariku? Lalu pergi dari rumah ini dan mengandungnya susah payah seorang diri? Tidak, Launa! Tidak akan kubiarkan!"
"Kamu sudah yakin akan hal ini?"
Pria bersnelli putih di hadapannya tersenyum, lalu mengangguk mantap.
"Aku mendapatkannya dari Dokter Attiyah. Dia adalah rekanku di rumah sakit, jadi kami punya kontak. Istrimu tiga hari lalu menemuinya dan positif."
Arham menarik napasnya panjang, lalu membuangnya kemudian. Dia benar-benar tak menyangka. Diambang kegundahan yang dia rasakan setahun terakhir, akhirnya punya alasan untuk bertahan.
Di sambarnya amplop dari rumah sakit itu, lalu membuka laci dan mengambil sebuah surat.
"Terima kasih atas bantuanmu, Alzam . Aku pulang dulu, ya?" ujarnya sambil memukul bahu dokter pria itu. "Nanti uangnya kutransfer."
"Oke." Alzam tersenyum, melihatnya yang beranjak keluar.
Sepanjang jalan di lobby perusahaan, Arham menimbang-nimbang keputusannya agar lebih matang. Dia akan melakukan banyak hal agar tidak jadi mendapatkan apa yang ibunya mau. Di bukanya pintu mobil, lalu segera memasukinya dan berpacu meninggalkan pekarangan perusahaan.
***
"Aku sudah tahu kedatanganmu untuk apa." Launa tersenyum, sambil meletakkan kopi untuk suaminya yang tampak menegang di sofa.
Arham Afsanur Rumman. Pria yang menikahinya akibat kontrak. Pria ini sudah hampir tiga bulan tak mendatanginya dan dia tahu karena adanya sang tunangan yang sudah membahagiakannya.
"Selamat, ya? Atas pertunanganmu dengan Felina. Kalian cocok sekali, kuharap kau bisa bahagia dengannya."
Arham menarik napasnya, menunjukkan rasa tak senang akibat ungkapan istrinya. Dia memandang wajah lonjong itu. Putih bersih dengan dress kuning telur yang sangat kontras dengan kulit putihnya.
Launa Amsya Lathira. Namanya sama cantik dengan orangnya. Launa adalah istrinya dalam tiga tahun terakhir. Istri yang dia nikahi demi menghalangi niat ibu tiri yang akan merebut harta ayahnya, juga istri yang terpaksa harus menandatangani surat kontrak dengannya agar wanita berkepala ular itu bisa mati kutu. Pasalnya, wanita itu amat berbisa. Mulutnya seakan banyak cabangnya dan bisa membuat siapa saja teracuni.
"Ekhm." Launa memperbaiki posisi duduknya, mulai tahu diri karena tetap mengakrabkan diri dengan Arham yang justru tak bersuara apa-apa sejak datang tadi. "Ini sudah tanggal delapan belas bulan dua," gumamnya sambil menunduk sedikit. "Kau membawa surat perceraiannya, 'kan? Berikan padaku."
Arham menggeleng, baru kali ini merespons dan tidak mengenakkan bagi Launa.
"Aku tidak bisa bercerai denganmu."
Deg!
"Kenapa? Bukankah sudah jatuh tempo? Mau berapa kali lagi kamu akan mengundur? Ingatlah, kamu sebentar lagi akan menikah, Arham. Felina tidak mungkin kamu gantung-"
"Felina itu tidak sungguh-sungguh kucintai, Launa." Arham memalingkan wajah. "Aku tidak sungguh-sungguh bertunangan dengannya. Aku hanya ingin mengecoh ibuku."
"Tidak begitu caranya, Arham." Launa menggigit bibirnya. "Kau tidak harus mempermainkan wanita lagi. Cukup hanya aku.".
Arham tertunduk sedikit. "Ya, cukup hanya kau. Tidak lagi."
Launa menatapnya yang sudah mengangkat kepala dan mengambil tas. Dia mengeluarkan surat perceraian, hingga Launa tersenyum melihatnya.
Itu yang dia inginkan!
Segera di ambilnya bolpen dari balik vas bunga di meja itu. Lalu menatap Arham yang ternyata menangkap ulahnya.
"Kemarikan, biar aku tandatangani," pintanya bersemangat, tapi Arham malah tersenyum dan meletakkan surat perceraian itu di meja.
Dia sendiri bangkit, lalu duduk di sebelah istrinya. "Aku tidak mau bercerai," ujarnya lagi, mengatakan kalimat yang sama.
"Bagaimana mungkin-"
"Tidak akan ada perceraian di antara kita." Arham bicara lagi, kali ini wajahnya di bubuhi senyum hingga terlihat lebih baik. "Apakah yang kau kejar dengan perceraian, Launa? Kenapa kau se-excited itu?"
Launa terdiam. Tangannya perlahan naik, lalu hinggap di perutnya. Arham menangkap gerakan itu, hingga bibirnya tersenyum dan mengambil tangan Launa yang tengah mengusap perutnya itu.
Launa sampai tersentak. Namun, saat melihat Arham hanya menggenggam tangannya, dia mencoba mengembalikan raut wajahnya.
"Arham ..., bukankah ini yang kau inginkan? Kau akan menceraikanku, tapi mengapa sekarang tidak jadi?" tanya Launa lembut, seraya membalas genggaman tangan Arham yang lebar. "Kebersamaan kita tidak ada yang indah, Arham. Kau tidak harus menyayangkannya."
Arham menarik napasnya perlahan. "Bukan aku menyayangkannya, Launa ...."
Launa menatapnya penuh perhatian. "Lalu?"
Arham menggeleng. "Aku tidak bisa melepaskanmu setelah apa yang kita lalui bersama tiga tahun ini-"
"Itu tidak benar." Launa menggeleng pelan. "Kau bahkan menghabiskan waktu kurang lebih hanya sembilan bulan denganku dalam tiga tahun ini. Tidak ada yang spesial."
"Ada," tegasnya membuat Launa menelan ludah. "Mau kau bawa kemana kehamilanmu? Kau mau terus merahasiakannya dariku? Lalu pergi dari rumah ini dan mengandungnya susah payah seorang diri? Tidak, Launa! Tidak akan kubiarkan!"
Wajah Launa langsung memucat mendengar ucapan itu. Segera di tariknya tangan dari genggaman itu, lalu mundur ke belakang dan menyentuh perutnya sendiri.
Arham memandangnya dalam, melihat dengan jelas bagaimana gugupnya Launa akibat ketahuan.
"Ak-aku tidak hamil-"
"Masih mau membantah?" Arham mengerutkan dahinya. "Aku ingat malam itu, Launa. Berhentilah menolak kenyataan kalau kau sedang mengandung anakku sekarang ini."
Launa sudah payah menelan ludahnya. Dia menggeleng tegas, tidak mengakui kehamilannya karena hal itu akan membuatnya merasa sakit sendiri. Arham bisa menungguinya melahirkan, lalu mengambil anaknya sebagai pewaris yang diinginkan oleh ayah mertuanya.
Bagaimanapun tujuan Arham menikahinya dalam kontrak adalah hal itu. Dia mengelabui ayahnya yang termakan hasutan ibu tiri. Perusahaan dan kekayaan ayahnya akan jatuh menjadi milik istri keduanya jika Arham tidak segera memberikan cucu. Begitu, 'kan?
"A-aku tidak hamil, Arham. Salah paham ...," ujarnya dengan tangis tersendat. "Maafkan aku karena malam itu. Please, tidak ada kehamilan, Arham. Kau salah paham .... Darimana kau tahu kabar palsu itu? Ayolah, jangan percayai. Bisa saja itu kehamilan orang lain yang ingin menghancurkan kebahagiaan pertunanganmu."
Arham melihatnya yang tampak sesenggukan takut. Ucapan dan kegugupan wanita itu justru membuatnya melihat sisi lainnya. Launa hamil akibat jebakannya sendiri. Dia yang membuatnya meminum obat malam itu hingga akhirnya mereka menghabiskan malam bersama.
"Aku tidak hamil. Kau bisa ceraikan aku sekarang." Masih melanjutkan, Launa tampak amat sangat berharap dengan tatapan memelasnya. "Aku tahu aku salah malam itu karena sudah menjebakmu. Namun, aku tidak-"
"Berhentilah menangis." Arham tersenyum melihatnya. "Kau tidak harus sampai menangis mengatakannya. Aku tidak bodoh, Launa. Meski malam itu kau mempengaruhiku dengan obat. Aku tahu apa tujuanmu melakukannya."
Launa menggeleng hingga Arham terkekeh melihatnya yang amat sangat keras kepala. Pria itu beringsut mendekat, lalu meraih tangan halus Launa dan menatap matanya.
"Tidak perlu memaksakan dirimu," ujarnya pelan membuat Launa makin terisak. "Aku juga tidak akan memaksakan diriku. Ada banyak hal rahasia yang tersembunyi di antara kita karena memang kita tidak pernah terbuka. Tetapi aku akan menyelaminya perlahan hingga kau benar-benar kukenali dengan baik. Dan selama itu, kumohon ..., jangan tutupi kehamilanmu dariku. Karena aku akan bertanggung jawab atasmu dan dia."
Setelah diusir dari rumahnya, Helen mengetahui bahwa dia bukanlah putri kandung keluarganya. Rumor mengatakan bahwa keluarga kandungnya yang miskin lebih menyukai anak laki-laki dan mereka berencana mengambil keuntungan dari kepulangannya. Tanpa diduga, ayah kandungnya adalah seorang miliarder, yang melambungkannya menjadi kaya raya dan menjadikannya anggota keluarga yang paling disayangi. Sementara mereka mengantisipasi kejatuhannya, Helen diam-diam memegang paten desain bernilai miliaran. Dipuji karena kecemerlangannya, dia diundang menjadi mentor di kelompok astronomi nasional, menarik minat para pelamar kaya, menarik perhatian sosok misterius, dan naik ke status legendaris.
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Pada hari pernikahannya, saudari Khloe berkomplot dengan pengantin prianya, menjebaknya atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, di mana dia menanggung banyak penderitaan. Ketika Khloe akhirnya dibebaskan, saudarinya yang jahat menggunakan ibu mereka untuk memaksa Khloe melakukan hubungan tidak senonoh dengan seorang pria tua. Seperti sudah ditakdirkan, Khloe bertemu dengan Henrik, mafia gagah tetapi kejam yang berusaha mengubah jalan hidupnya. Meskipun Henrik berpenampilan dingin, dia sangat menyayangi Khloe. Dia membantunya menerima balasan dari para penyiksanya dan mencegahnya diintimidasi lagi.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..