/0/6534/coverbig.jpg?v=b790e39ddd1e8158c2df910a2dd31955)
Alena Farron menjalani dua kehidupan sebagai model cantik bernama Leanne Darrel. Tidak ada yang tahu mengenai rahasianya selain keluarga dan orang terdekat. Dalam kehidupan normalnya, ia menjadi gadis biasa yang dikenal kutu buku dan di sisi lain, ia berubah menjadi Leanne Darrel yang cantik dan digilai banyak orang. Kehidupan Alena yang biasanya tertata rapi, kini jadi berantakan sejak Ray Dixon, teman sekelas sekaligus pria tampan dan murid terpintar yang tiba-tiba berubah menjadi partnernya dalam dunia model. Alena melakukan segala cara agar identitasnya sebagai Leanne Darrel tidak terbongkar di saat Ray Dixon mulai masuk ke dalam kehidupannya.
Alena melebarkan senyuman saat sang photographer menyuruhnya tersenyum lebih lepas. Mengangkat tangannya ke rambut dan menyibaknya, kepalanya mengarah ke samping kanan agak diangkat.
"Okay! Satu kali lagi," pinta sang photographer. "Ya. Bagus."
Kaki Alena disilangkan, bersandar pada meja kayu di belakangnya. Tangannya menyentuh bibir sambil menatap kamera dengan wajah tenangnya.
"Selesai. Kerja bagus Leanne." Laki-laki berbeda umur 10 tahun dari Alena tersenyum tipis. Meninggalkan kameranya sejenak sebelum melihat hasil fotonya.
"Terima kasih untuk hari ini,"
Sesi pemotretan terakhir yang dijalani oleh Alena telah selesai. Gadis itu berjalan menuju kursi lipat yang tak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Seorang gadis berkacamata mendatanginya sambil membawakan air mineral padanya.
"Apa masih ada jadwal pemotretan lagi?" tanya Alena pada Tamara, sang manager.
Tamara membuka buku kegiatan yang selalu ia bawa. "Sepertinya tidak ada. Tersisa wawancara dengan salah satu majalah remaja. Dan setelah itu, kau bisa istirahat selama dua minggu," jelasnya kemudian. Ia duduk di samping Alena.
"Majalah apa?" Alena meneguk air mineral di tangannya sambil memandang ke arah Tamara.
"Majalah Oricon. Hanya sekedar wawancara biasa untuk bahan majalah mereka."
Alena menghela napas panjang. "Aku sangat lelah. Bisakah kita pulang sekarang?" Pinta Alena.
"Okay, aku akan berbicara dengan Curtis sebentar. Dia akan mengirimkan hasil foto lewat E-mail. Jika kau penasaran, kau bisa mengeceknya nanti." Setelah mengatakan hal itu, Tamara pergi untuk menghampiri laki-laki berperawakan tinggi yang tengah berbicara dengan sang photographer.
Alena meneguk kembali air mineralnya, lalu merapikan rambutnya. Seorang lelaki menghampiri Alena, menyapanya. "Hay, Leann. Hari ini kau bekerja dengan bagus."
"Terima kasih, Daniel." Alena tersenyum tipis. "Mau duduk?"
Laki-laki yang dipanggil Daniel tertawa kecil. "Tidak. Tidak. Masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan." Ia mengangkat dua kamera yang ada di tangannya, memperlihatkannya kepada Alena. "Semua ini harus segera dibereskan sebelum Derek memarahiku."
"Derek tidak akan melakukan hal itu selama kau masih menjadi teman dekatnya, Daniel," kata Alena. Ia melihat Tamara berjalan ke arahnya. "Sudah waktunya pulang."
Daniel menatap ke arah Tamara. "Sampai ketemu nanti, Leann."
"Sampai jumpa, Daniel."
Di perjalanan di dalam mobil. Alena melepas wig rambutnya dan menaruhnya di kursi sampingnya. Mengeluarkan ponselnya dan mengecek pesan yang masuk.
"Hari ini aku melihatmu mengobrol dengan Daniel lagi," kata Tamara. Gadis itu duduk tepat di depan Alena. "Dan sepertinya, dia punya perasaan khusus kepadamu."
"Apa?" Alena melongo. "Itu tidak mungkin. Kami hanya suka mengobrol. Itu saja."
"Hey, kau cantik, bukan tidak mungkin jika Daniel menyukaimu."
"Sebagai Leanne, ya. Tapi, sebagai Alena? Kurasa tidak." Alena mendengus, lalu tersenyum seperti orang mengejek, lebih kepada untuk dirinya sendiri. "Menjadi Leanne atau menjadi Alena. Kurasa semua orang lebih menyukai Leanne ketimbang Alena," komentarnya, kemudian.
"Itu karena Leanne gadis yang terbuka, sedangkan Alena cenderung pendiam. Bagaimana kau bisa menjalani dua kehidupan seperti itu? Apa sulit melakukannya?"
Mata biru terang itu hanya menatap Tamara tanpa membuka suara. Kembali pada ponsel yang sejak tadi dipegangnya. Hidup menjadi dua gadis yang berbeda memang menyulitkan. Gadis ceria, ramah, dan disukai banyak orang, Leanne. Dan gadis penyendiri, kutu buku, serta tak banyak diperhatikan orang, Alena. Bagi orang yang memiliki pilihan, pasti akan ada banyak yang memilih untuk menjadi Leanne.
Tapi, bagi Alena, menjadi Leanne hanyalah perannya sebagai model majalah remaja yang sudah ia geluti semenjak usianya 16 tahun. Tak banyak orang yang tahu jika Alena -gadis pendiam dan kutu buku- adalah sosok Leanne yang digemari oleh kalangan remaja laki-laki maupun perempuan.
Rahasia ini hanya diketahui oleh keluarga, serta Tamara yang selalu menjaganya setiap waktu. Dan untuk alasan yang sama, Alena tidak akan pernah mengatakan pada siapapun tentang kebenaran yang tersembunyi itu.
***
Mata Alena mengerjap beberapa kali saat sinar matahari masuk melalui celah jendela kamarnya. Ia melihat ke arah jendela yang tak jauh dari tempat tidurnya. Wajahnya langsung ia tenggelamkan di bantalan yang empuk lalu kembali menatap jendela kamar. Ia menghela napas berat dengan mata sayunya.
Kegiatan yang tak akan pernah bisa Alena tinggalkan selama ia masih menjadi murid di salah satu sekolah di Houston, Amerika serikat. Menjadi murid dan gadis biasa tanpa sesuatu yang istimewa.
"Pagi, Moms."
"Semangatlah! Hari ini tahun pelajaran baru. Adik-adikmu akan masuk sebagai murid baru di sekolahmu," sang Ibu berujar lembut. Memperhatikan anak gadisnya yang semata wayang berwajah ngantuk.
"Itu bukan berita gembira," Keane berujar ketus. "Satu sekolah dengan kakak culun bukanlah sesuatu yang menggembirakan. Haah, aku yakin, aku akan menjadi bahan olok-olok jika teman-temanku tahu, bahwa aku punya kakak kutu buku seperti dirimu." Mata birunya menyipit tajam pada Alena yang duduk di depannya.
Alena mendengus kesal. "Kalau begitu carilah kakak impianmu itu di luar sana!" ujarnya tak kalah ketus.
Kacamata bulat, rambut yang diikat dikedua sisi, dan membawa buku ke mana-mana bukanlah trend masa kini. Terlebih kota besar seperti Houston. Semua orang akan berpikir bahwa hidup Alena sia-sia karena menjalani hidupnya seperti itu.
"Itu hanya kamuflase, Keane," Keene berujar lembut. Tersenyum tipis pada Alena. Mereka saudara kembar, tapi Keene satu-satunya adik yang perhatian padanya, ketimbang Keane. "Alena cantik dalam segala hal," lanjutnya memuji sang kakak. Alena membalas dengan senyum tipis.
"Jangan melindunginya, Keen." Keane menatap tajam adiknya.
"Aku tidak, hanya berbicara fakta."
"Terserah kalian saja. Yang jelas, jangan dekat-dekat denganku saat berada di sekolahan."
***
Suasana di kelas ramai seperti biasanya, sibuk dengan majalah Oricon yang hari ini sudah terbit. Mereka berkumpul untuk melihat Leanne di sana. Wawancara eksklusif tentang kehidupan pribadi Leanne yang sangat dinantikan oleh para penggemarnya, terlebih para laki-laki.
"Cantik seperti biasanya," gumam satu laki-laki berambut ikal.
"Kurasa kecantikannya tidak akan pernah pudar. Leann anugrah dari langit yang dikirimkan untukku. Malaikatku yang manis," ucap laki-laki bek pirang.
Alena tertegun. Ia tak pernah merasa tak percaya setiap kali teman kelasnya memuji dirinya sebagai Leanne. Di mata mereka, Leanne adalah sosok gadis impian, malaikat, cantik, manis, dan sempurna. Banyak laki-laki yang mencintainya, dan banyak wanita yang mengidolakannya.
"Kalian bermimpi terlalu tinggi," cetus Mika -teman sekelas Alena. "Leanne itu tidak selevel dengan kalian. Benar kan, Alena?" Kepalanya menoleh pada Alena yang tertunduk membaca buku di tangannya.
"Oh? Ya, tentu," jawab Alena gagap. Tangannya menyentuh kacamata untuk membenarkan posisinya.
"Bagaimana menurutmu tentang Leanne? Di majalah dikatakan bahwa Leanne belum punya kekasih," kata Mika, "mustahil kalau gadis cantik sepertinya belum punya kekasih."
"Uhm, kupikir dia hanya belum menemukannya saja, atau belum ingin mencari?" Secara fakta, memang Alena mengatakan yang sebenarnya.
"Benarkah? Mungkin saja-"
"Itu karena Leann masih menungguku untuk jadi pacarnya. Itu fakta," potong laki-laki berambut ikal tadi.
"Dasar, penghayal tinggi," celetuk Mika. Ia merampas majalah miliknya dari tangan laki-laki berambut ikal. Mengangkatnya ke udara dan mengarahkannya pada satu laki-laki yang tengah tertidur di mejanya. "Hey, Ray! Menurutmu Leanne itu bagaimana?"
Laki-laki yang dipanggil Ray tadi lantas menoleh. Mengangkat kepalanya sedikit. Kedua tangannya berada di atas meja sebagai penyangga kepala. Mata coklatnya yang tenang namun tegas memperhatikan gambar Leanne yang duduk sambil tersenyum. "Biasa saja," komentar Ray, kemudian. Tegas, jelas, dan tanpa basa-basi sama sekali. Ia kembali tiduran di atas lengannya.
"A-apa? Dia tadi bilang apa?" tanya laki-laki berambut ikal pada Mika. "Dia pasti sudah gila," celetuknya kemudian.
"Percaya diri dan gila itu hampir tak bisa dibedakan," sambung laki-laki di sampingnya.
Alena terdiam. Menatap Ray yang tiduran membelakanginya. Meja mereka berdampingan. Tapi tak pernah sekalipun, Alena berbicara dengan Ray. Bahkan untuk menyapa laki-laki pendiam dan dingin itu mustahil ia lakukan.
Ray terkenal sebagai laki-laki yang tak banyak bicara. Lebih suka menyendiri dan menghilang setiap kali ada kerumunan. Tak banyak teman yang ia miliki selain laki-laki bertubuh tinggi di kelas sebelah. Ia satu-satunya laki-laki yang terlihat tak tertarik dengan sosok Leanne. Model yang digemari oleh banyak pria. Dan itu membuat Alena merasa bertanya-tanya.
"Hey, Ray. Bukalah matamu dan lihat lebih jelas. Leanne itu gadis yang sempurna. Bodoh, kalau kau bilang Leanne itu biasa saja!" seru Mika, kesal.
Kepala Ray terangkat. Melotot pada Mika dan yang lainnya, termasuk Alena. "Tidak semua laki-laki harus menyukainya, bukan?" Sudut bibirnya membentuk senyuman mengejek. "Dia cantik karena wajahnya dipoles. Topeng saja."
Alena berjengit mendengar pernyataan Ray. Tak pernah ia melihat wajah Ray yang marah seperti sekarang.
"Bocah sialan ini. Kalau kau tidak menyukainya, ya sudah! Jangan mengatainya seperti itu!" bentak laki-laki berambut ikal.
"Terserah," ujarnya ketus. Ia berdiri dan mendorong kursinya dengan kaki hingga mengeluarkan bunyi 'duk' yang cukup keras.
"Apa-apaan dia itu. Menyebalkan sekali."
Sementara Ray pergi, Alena hanya menatap kepergian laki-laki itu dalam diam.
Pelajaran terakhir selesai beberapa menit yang lalu. Beberapa dari murid telah meninggalkan kelas. Hanya tersisa beberapa orang yang sibuk berdandan atau mengobrolkan sesuatu.
"Hey, Alena. Teman-teman akan pergi untuk makan bersama. Kau mau ikut?" tanya Mika. Ia mengambil tas dari lacinya.
"Mungkin lain kali saja. Aku harus mengembalikan buku-buku ini ke perpustakaan," kata Alena, memperlihatkan setumpuk buku di atas mejanya.
"Oh begitu, ya sudah, kami duluan ya." Mika berlalu meninggalkan kelas bersama teman-temannya.
Hanya tinggal dirinya yang berada di kelas. Alena segera membawa buku-buku pelajaran yang ia pinjam beberapa waktu lalu untuk dikembalikan ke perpustakaan. Saat melewati lorong yang panjang, ia melihat adiknya Keane tengah menuruni tangga di lantai tiga.
"Keane? Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa belum pulang?" tanya Alena. Keane hanya diam, menuruni dua anak tangga terakhir, dan berjalan mendekati Alena. "Keane?"
"Hanya mengantarkan Keene bertemu dengan seorang gadis. Kau sendiri sedang apa?" Seperti biasanya, Keane selalu berkata kasar pada Alena tanpa menggunakan kata-kata yang lembut.
"Mengembalikan buku-buku ini ke perpus-"
"Kemarikan. Biar aku yang bawa." Keane mengambil semua buku yang dibawa Alena ke tangannya. Alena tersenyum tipis. "Berhentilah tersenyum, dan cepat pergi ke perpustakaan. Akan kubawakan buku-buku sialan ini ke sana."
"Baiklah. Ngomong-ngomong, apa kau tidak mau ikutan kencan dengan Keene?" tanya Alena penasaran. Kedua saudara kembar itu memiliki wajah yang tampan, bukan hal mustahil jika tidak ada gadis yang menyukai mereka.
"Tidak perlu tahu urusanku, urus saja urusanmu sendiri," jawab Keane, ketus.
Sambil tersenyum kecil, Alena menyenggol lengan Keane dengan lengannya. Laki-laki itu menggerutu tak suka. Dan itu malah membuat Alena ingin melakukannya lagi dan lagi, hingga membuat Keane berteriak kesal.
"Hentikan! Kau membuatku risih!" seru Keane. Alena tertawa kecil di sepanjang koridor kelas, menuju perpustakaan.
Kasihan si Gadis, dia harus jadi janda di usianya yang masih muda dan diceraikan suaminya setelah 9 hari menikah. Ucapan itulah yang sering terdengar oleh Gadis dari semua orang yang menatap iba padanya. Devano tega memberinya talak tiga demi perempuan lain yang ternyata adalah sepupunya sendiri. Untuk menata hatinya dan melupakan pernikahannya yang kandas, Gadis akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Jepang. Kedatangannya ke Jepang ternyata membawanya keajaiban yang tak pernah dibayangkannya sama sekali. Gadis bertemu dan jatuh cinta pada dosen pembimbingnya, Yamazaki Kento. Keduanya pun akhirnya menikah, namun pernikahan kedua Gadis ini dijalani dengan adanya wanita di masa lalu sang suami. Apakah pernikahan kedua ini akan yang terakhir bagi Gadis?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
GAIRAH TERLARANG KAKAK IPAR MENGANDUNG KONTEN DEWASA 21+++. YANG MASIH KECIL MINGGIR DULU YA! Deskripsi Bercerita tentang seorang wanita cantik bernama Renata Adinda, yang dijodohkan dengan Mehesa Adi Sanjaya. Sejak pernikahan mereka, Adi tidak pernah melihat Renata sedikitpun atau menganggapnya sebagai seorang istri. Perhatian dan kebaikan yang Adi berikan untuknya hanya karena status mereka sebagai suami istri. Adi tidak pernah memberikan nafkah batin dan biologis untuk Renata. Bahkan tidur dalam satu ranjang pun tidak. Akhirnya datang seorang pria gagah dan tampan, yaitu kakak Adi bernama Ryota Anggara, atau sering disebut bang Rio. Ia tertarik dengan Renata dan mengetahui keadaan rumah tangga Renata dan adiknya yang hanya penuh dengan keterpaksaan. Akhirnya Rio mendekati Renata dan terjadilah hubungan terlarang antara mereka. Bagaimanakah kelanjutan hubungan terlarang antara adik ipar dan kakak ipar ini? Apakah mereka sanggup bertahan, atau malah berpisah? Ikuti saja kelanjutan kisahnya yang akan update disetiap harinya ya!
"Kita adalah dua orang yang tak seharusnya bersama," lirih Xena pilu. Morgan menarik dagu Xena dan berdesis, "Sejak awal, kita memang sudah ditakdirkan bersama." Xena Foster terkenal dengan kehidupan glamour dan selalu berfoya-foya. Bagi Xena, dirinya tak perlu bekerja susah payah, karena selama ini gadis itu selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Hidup Xena memang selalu menjadi idaman para gadis di luar sana. Sempurna dan tak memiliki celah kekurangan. Namun, siapa sangka semua itu berubah di kala Xena bertemu dengan Morgan Louise—sosok pria tampan yang mampu menggetarkan hatinya, bahkan membangkitkan hasrat memilikinya. Morgan telah berhasil, membuat Xena tergila-gila pada pria itu. Sayang, perasaan cinta Xena telah terjebak pada kenyataan pahit tentang Morgan Louise. Kenyataan yang telah menghancurkannya. Bagaikan di ambang jurang, mampukah Xena bertahan? *** Follow me on IG: abigail_kusuma95