Hal yang terakhir kuingat adalah kondisiku yang menggenaskan. Lantas bagaimana aku kembali bernafas dengan tubuh yang dibalut dengan hanfu putih yang mengingatkanku dengan pakaian tradisional zaman dulu. Melihat kondisiku yang masih bernafas, banyak pertanyaan yang muncul dalam kepalaku. Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah saat ini aku sedang bermimpi? Tapi bagaimana bisa orang yang telah mati merasakan sakit dari guncangan hebat benda persegi yang membawaku? Bagaimana bisa aku merasakan sakit dan nyeri saat kedua pundakku menabrak kedua sisi kayu yang berada di sisi kanan dan kiriku? Bukankah orang yang telah mati tak mampu merasakan apapun? Terlalu pusing dengan pikiranan dan pertanyaan - pertanyaan yang terus bermunculan dalam kepalaku, aku lantas memilih bangun dan mendudukan diriku. Baru saja aku bangun dari tempat yang kutiduri, seketika kedua bola mataku terbelalak terkejut saat menyadari tempat yang menjadi tempat tidurku. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa aku bangun dari peti mati? Apa yang sebenarnya terjadi padaku, bukankah aku telah mati di tangan tunanganku sendiri? Lantas apa ini?
Hal yang tak pernah ku bayangkan dalam hidupku adalah saat pria yang menyandang status sebagai tunanganku itu memukulku dengan keras hingga aku terlempar dan terjatuh tepat di atas sofa panjang yang ada di apartemennya. Aku tak pernah melihatnya memancarkan tatapan tajam dan mengerikan seperti yang ia tunjukan sekarang, selama kami menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih, ia selalu memberiku tatapan teduh yang berhasil membuatku nyaman. Namun hari ini, entah hanya firasatku saja, aku merasakan ia berbeda.
Aura yang ia keluarkan, tatapan yang ia berikan, serta perasaan asing yang kurasakan seketika berhasil membuatku merasa ketakutan.
Aku memegang pipiku yang terasa sakit akibat satu pukulan yang ia berikan dan berhasil merobek sudut bibirku. Ku tatap pria yang selama beberapa bulan setelah statusnya berganti menjadi tunanganku dengan tatapan berkaca - kaca, jujur melihatnya saat ini membuatku merasa amat ketakutan dengan sosok lain yang ada pada dirinya dan baru ia tunjukan saat ini.
"Na Na ..." panggilnya dengan suara terkejut seakan - akan ia baru saja sadar dari perbuatan yang ia lakukan padaku.
Aku menatapnya takut - takut, tubuhku bahkan telah bergetar ketakutan karna perbuatannya padaku. Aku tak tahu hal apa yang membuatnya memukulku hari ini, padahal yang ku tahu, aku tak melakukan kesalahan apapun yang membuatnya lantas merah dan memukulku.
"Na Na.. mengapa kau menjauh?" tanyanya saat aku beranjak bangun dari sofa dan terus melangkah mundur dan menjauh darinya "Na Na.. aku minta maaf, aku tak bermaksud menyakitimu, percayalah padaku" pintanya yang entah mengapa membuat hatiku hampir saja luluh.
Aku lantas menggeleng kuat bagaimanapun kewarasanku menolakku percaya dengan perkataannya bahkan bujukan dan rayuan yang ia lontarkan, saat ini yang terbesit dalam benakku hanyalah ingin segera pergi dari sini. Sebab jujur saja aku mulai takut dengan sosok tunanganku.
"Na Na, aku minta maaf" katanya
Tatapan memohonnya perlahan berubah, ia dengan kasar menghampiriku dan menarikku dalam dekapannya, ia memelukku dengan sangat erat hingga aku kesulitan bernafas. Aku lantas memukul dadanya kuat, lalu mendorongnya dengan sekuat tenaga. Aku menatapnya dengan tatapan nyalang, bahkan aku tak tahu dari mana keberanian itu muncul untuk menatapnya demikian.
"Jun Jie, apakah kau sudah gila dengan ingin membunuhku?" teriakku
He Jun Jie lantas tertawa, ia lalu memberiku senyum miring yang entah mengapa berhasil membuatku kehilangan nyaliku. Ia lalu berkata "Aku memang berniat membunuhmu" balasnya yang entah mengapa membuatku merinding ketakutan karnanya.
He Jun Jie, laki-laki yang bekerja sebagai seorang manejer di perusahan keluargaku itu lantas melangkah mendekat. Aku yang menyadari kedatangannya lantas mendapat peringatan tanda bahaya, aku dengan cepat lantas meraih tas selempangku dan bergegas berlari keluar dari apartemen tunanganku.
Namun belum jauh aku berlari, He Jun Jie berhasil menangkapku. Ia lalu dengan kasar menarik rambutku hingga aku meringis. Rasa sakit yang kudapatkan dari tarikannya berhasil membuatku menangis saat merasakan rambut yang begitu ku jaga dan kurawat pada akhirnya harus tercabut dari ubung - ubungku.
"Jun Jie, lepaskan!"
"Tolong!"
"Tolong...!"
Aku terus saja berteriak, namun lorong apartemen Jun Jie saat ini sangat sepi. Mungkin dikarenakan para penghuni unit apartemen yang lain sedang bekerja, atau mereka tak mendengar teriakanku.
Jun Jie menyeretku kembali menuju unit apartemennya, ia berusaha membuka pintu dengan cepat sebelum para penghuni apartemen lain keluar dari apartemennya karna teriakanku. Merasa frustrasi karna apartemennya tak kunjung terbuka, sedangkan aku terus meronta dan meminta tolong, Jun Jie lantas dengan kasar dan keras membenturkan kepalaku pada pintu unit apartemennya yang terbuat dari besi.
Kejadian itu terlalu cepat sehingga aku tak mampu menghindar, suara 'Buk!' terdengar begitu nyaring di telingaku seiring dengan rasa sakit, nyeri dan pusing mulai melandaku. Jun Jie membenturkan kepalaku berulang - ulang, hingga aku merasakan kepalaku mulai terluka dan mengeluarkan darah. Meskipun aku memohon, pria itu bahkan tak mendengar permohonan dan pintaku meminta maaf. Ia malah hanya membalas ucapanku dengan tawa dan racauan bak orang gila yang begitu senang menyaksikanku terluka dan tersiksa karnanya.
"Teruslah memohon Na Na, aku begitu menyukaimu ketika kau meminta dan memohon seperti itu!" katanya lalu kembali membenturkan kepalaku pada pintu apartemennya
Buk!
Buk!
"Mengapa kau tak memohon dan meminta lagi? Kau ingin aku segera membunuhmu?" geramnya kembali membenturkan kepalaku cukup keras hingga aku merasakan penglihatanku terasa berputar, gelap sayup - sayup mulai menyapaku, serta nafasku yang terasa putus - putus.
"Na Na tak masalah jika kau tak ingin memohon aku segera melepasmu, bagaimanapun aku tak akan pernah melepaskanmu, hahahaha..." katanya di susul tawanya yang begitu nyaring.
Jun Jie terus membenturkan kepala pada pintu apartemennya, mendapati perlakuan Jun Jie yang begitu kasar dan kejam, aku tak lagi merasakan sakit, tapi aku kini mulai lelah dan berharap aku mati dan semua ini berakhir. Namun tampaknya takdir masih saja ingin mempermainkanku dan membuatku menderita, karna sampai saat ini ia belum juga mencabut nyawaku bahkan setelah banyaknya darah yang keluar dari kepalaku.
Saat Jun Jien kembali membenturkan kepalaku, denting lift berbunyi dan sekumpulan orang yang baru saja pulang dari bekerja atau berbelanja. Salah satu dari mereka lantas berteriak dan hal itu menarik perhatian para penghuni apartemen lainnya.
"Ahkkk..., wanita itu di bunuh!" teriak seorang wanita yang begitu terkejut sehingga jatuh terduduk di atas lantai.
Semua orang lantas menoleh menatap arah telunjuk wanita itu, dan dengan cepat bergegas lari menghampiriku yang kini mulai merasa sangat lelah. Saat semua orang ingin menyelamatkanku, Jun Jie menghantam kepalaku kembali dengan keras pada pintu apartemennya sebelum ia berlari dan kabur dari kejaran para penghuni apartemen lain.
Aku terjatuh dan punggungku menghantam permukaan lantai dengan keras, beberapa penghuni lain tampak menghampiriku walaupun saat ini pandanganku mulai tampak mengabur. Nafasku terasa sangat berat, begitu pun dengan mataku yang sangat ingin terpejam, saat aku menghembuskan nafasku yang terasa membuat dadaku sesak, saat itu pula mataku terpejam dan kegelapan menyapaku sepenuhnya.
................
Aku berpikir, setelah nyawaku habis di tangan tunanganku yang memiliki penyakit gila seorang psikopat, jiwaku akan tenang dan aku akan segera berada di nirwana. Sayangnya pemikiranku tentang hal itu lantas lenyap ketika aku merasakan guncangan yang membuat bahu dan lenganku menabrak benda keras di kedua sisiku yang jelas menghantarkan rasa sakit.
Aku lantas membuka kedua mataku yang sempat terpejam, beberapa saat aku mengerjap beberapa kali untuk beradaptasi dengan cahaya yang masuk melalui cela - cela kecil sebuah benda bergerak yang membawaku. Aku lantas menatap pakaianku yang di dominasi warna putih, saat mengamati pakaian yang membalut tubuhku, aku seakan teringat pakaian tradisional China yang kami sebut sebagai hanfu.
Menyadari ke tidak beresan yang sedang ku alami, aku lantas bangun dan mendudukkan diriku. Saat baru saja bangun dari tempat yang kutempati kini, seketika aku sadar bahwa aku baru saja bangun dari sebuah peti mati.
"Bagaimana bisa aku bangun dari sebuah peti mati?" tanyaku pada diriku sendiri
Aku menatap sekitarku, lalu terbesit sebuah pikiran bahwa mungkin aku hanya sedang bermimpi, namun pemikiranku tentang hal itu langsung ku tepis jauh bagaimanapun orang mati tidak bisa lagi bermimpi, dan aku merupakan orang yang telah mati.
Menyadari kejanggalan yang ku alami, aku mulai berpikir dengan apa yang baru saja ku alami. Bagaimana aku bisa merasakan guncangan dan rasa sakit, bagaimana aku tiba - tiba bisa bangun dan bergerak, juga bagaimana aku bisa bangun dari peti mati mengenakan sebuah hanfu berwarna putih. Setahuku, seseorang yang telah mati tidak dapat merasakan apapun sebab semua fungsi otak yang memerintah tubuhnya telah berhenti, kecuali...
"Apakah aku kembali hidup?"
Ma Axia adalah seorang gadis muda berprofesi sebagai seorang pembunuh profesional di Tiongkok. Ia merupakan pembunuh bayaran terkenal dengan gaji fantastis. Prestasinya dalam menyelesaikan misi begitu akurat dan tepat sehingga ia mendapat julukan sebagai iblis berdarah dingin. Suatu malam setelah menyelesaikan misi yang di berikan organisasi hitam pembunuh profesional, Ma Axia dikhianati oleh organisasinya karna pihak pendiri organisasi pembunuh profesional tempatnya bekerja sudah tak mampu lagi membayar gajinya. Ma Axia pada akhirnya dibuang dan dibunuh. Saat Ma Axia berpikir jika hidupnya telah berakhir, jiwanya malah bereinkarnasi ke dalam raga seorang permaisuri kerajaan Zhang yang merupakan seorang permaisuri lemah, tidak berguna dan di cap sebagai sampah. Menyadari kenyataan mengejutkan bahwa ia telah bereinkarnasi menjadi seorang permaisuri dengan ingatan utuh dari kehidupan sebelumnya, lantas apa yang akan Ma Axia lakukan?
Semua orang beranggapan, ia hanyalah beruntung terlahir dari keluarga kerjaan TangXin. Tak ada yang bisa di banggakan dari sosoknya, sikap arogan dan sombongnya, tubuh gendut dan riasan menor yang selalu ia poles pada wajah bulatnya membuat usianya nampak terlihat tua. Tak ada yang tahu mengenai prestasinya, semua orang hanya mengenalnya sebagai putri kerjaan TangXin dengan kepribadian buruk. Xin Fahrani, gadis yang semua orang katakan beruntung terlahir dalam lingkungan kerajaan dan gadis itu pun mengakui hal tersebut. Ia sama sekali tidak peduli dengan segala ucapan semua orang, sebab ia berpikir dengan memiliki kekuasaan, kekayaan, kedudukan, serta dukungan dari Ayahandanya, ia bisa mendapatkan apapun meski penampilannya sangat jelek dimata semua orang. Namun nyatanya, semua yang ia miliki tak mampu membuat pria yang ia sukai balik menyukainya. Hal yang tak terduga ia alami adalah penolakan dari pria pujaannya dihadapan semua orang dan hal itu memberinya luka dan rasa sakit dari patah hati yang terasa dua kali lipat menghancurkannya. Xin Fahrani benci menjadi bahan olokan, ia benci di permalukan dan di rendahkan. Sikap arogannya menolak di perlakukan demikian, ia tak ingin harga dirinya kembali di injak-injak oleh orang-orang yang mengangapnya menjijikan hanya karna postur tubuhnya beda dari gadis muda pada umumnya. Lantas apa yang akan Xin Fahrani lakukan untuk membalaskan dendam dari rasa malu yang ia rasakan?
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
BERISI BANYAK ADEGAN HOT! Rey pemuda berusia 20 tahunan mulai merasakan nafsu birahinya naik ketika hadirnya ibu tiri. Ayahnya menikah dengan wanita kembar yang memiliki paras yang cantik dan tubuh yang molek. Disitulah Rey mencari kesempatan agar bisa menyalurkan hasratnya. Yuk ikuti cerita lengkapnya !!
"Kamu butuh pengantin wanita, aku butuh pengantin pria. Bagaimana kalau kita menikah?" Karena sama-sama ditinggalkan pasangan masing-masing, Elis memutuskan untuk menikah dengan pria asing cacat dari tempat pesta pernikahan sebelah. Mengasihani keadaan pria yang cacat itu, dia bersumpah untuk memanjakannya begitu mereka menikah. Sedikit yang dia tahu bahwa pria itu sebenarnya adalah pebisnis kaya raya yang berkuasa. Joshua mengira Elis hanya menikah dengannya demi uangnya, dan berencana menceraikannya ketika wanita itu tidak lagi berguna baginya. Namun setelah menjadi suaminya, dia dihadapkan pada dilema baru. "Wanita itu terus meminta cerai, tapi aku tidak ingin bercerai! Apa yang harus kulakukan?"
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
Tania kembali ke Indonesia setelah 10 tahun Ia menetap di Malaysia. Tujuannya hanya satu yaitu ingin mencari cinta pertamanya yang ia temukan 10 tahun yang lalu. Laki-laki itu bernama Rian. Namun saat ia sampai di Indonesia, Ia mendapati kenyataan jika Rian yang selama ini ia cari tak mengenalnya sama sekali. Bahkan Tania sudah menunjukkan salah satu benda yang dulu Rian buatkan untuknya namun tetap Rian Tak mengenal benda tersebut. Sampai Tania bertemu dengan om dari Rian bernama Bian. Siapa sangka pertemuan Tania dengan Bian, membuka sebuah luka yang pernah membuat hidup Bian berantakan. Dan siapa yang menyangka juga ternyata Rian yang Tania cari, ternyata Bian yang berpura-pura menjadi Rian.
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.