Kisah ini menceritakan tentang cerita kehidupan seorang pemuda yang berhasil menjadi orang sukses ketika ia mendapatkan jodoh seorang wanita yang berstatus sebagai janda. Pemuda itu adalah Lintar, ia berhubungan asmara dengan Dewi seorang wanita karir yang sukses sebagai CEO perusahaan besar. Dewi berstatus sebagai Janda. Meskipun demikian, Lintar tidak mempermasalahkan hal tersebut, ia tetap menyayangi Dewi sepenuh hati. Akan tetapi, hubungannya dengan Dewi ditentang keras pamannya. Namun, Lintar tak patah arang. ia terus berusaha meyakinkan kedua orang tuanya agar merestui hubungan dirinya dengan sang janda kaya itu. Ikuti terus kelanjutan ceritanya! "Ya, Allah! Maaf, Mbak." Lintar tampak malu ketika tangannya sedikit menyentuh tubuh wanita itu. "Iya, tidak apa-apa, Mas," jawab wanita itu bersikap ramah, meskipun sudah jatuh karena kecerobohan Lintar. 'Ya, Allah! Wanita ini cantik sekali,' ucap Lintar dalam hati, ia tampak kagum dengan sikap baik yang ditunjukkan oleh wanita tersebut. "Boleh aku bantu?" tanya Lintar lirih, sambil melontar senyum. Wanita itu balas tersenyum, kemudian mengangguk. Tanda setuju dan menerima tawaran dari Lintar yang hendak membantunya. Dengan demikian, Lintar segera mengulurkan tangan ke arah wanita itu. "Ayo, Mbak aku bantu!" kata Lintar lirih. Tanpa menjawab, wanita itu langsung meraih uluran tangan Lintar. Dalam hatinya pun berkata, "Tampan sekali pemuda ini." Lintar menarik perlahan tangan wanita itu, tanpa sengaja tangan Lintar menyentuh punggung wanita tersebut. "Maaf, Mbak." "Tidak apa-apa, Mas."
Tok! Tok! Tok!
"Lintar! Keluar kamu!" teriak seorang wanita paruh baya, berdiri angkuh di depan pintu rumah sederhana milik seorang pemuda yang bernama Lintar.
"Itu Bu Rasti kenapa, Mbak?" tanya seorang wanita bertubuh tambun sambil mengerenyitkan dahi. Kebetulan saat itu, ia sedang berbelanja di sebuah warung tidak jauh dari kediaman Lintar.
"Nggak tau, mungkin Bu Rasti kesurupan kali," jawab seorang wanita setengah baya sambil tertawa-tawa.
"Ah, Mbak. Bisa aja."
"Baru tau yah? Bu Rasti dari dulu emang gitu ... sombong, angkuh, dan sok kaya," sahut seorang ibu yang mengenakan kerudung biru, mencemooh sikap Rasti yang sudah bersikap keterlaluan.
Rumah sederhana yang didominasi dengan warna cat biru langit pada dindingnya, itu merupakan kediaman Lintar yang berdiri kokoh di antara deretan rumah-rumah penduduk lain yang ada di pinggiran jalan utama desa tersebut.
Sudah hampir 5 tahun lamanya, Lintar mendiami rumah tersebut seorang diri, karena kedua orang tuanya telah meninggal dalam sebuah kecelakaan.
"Lintar!" Wanita paruh baya itu kembali berteriak dengan suara lebih keras dari sebelumnya.
Lintar yang saat itu masih terlelap tidur tidak mendengar suara teriakan dari Rasti-seorang wanita paruh baya yang paling angkuh di lingkungan kampung tersebut.
Karena masih belum mendapat tanggapan dari sang pemilik rumah, maka Rasti pun berteriak lagi, "Lintar! Jangan pura-pura tuli kamu, yah. Buka pintunya! Saya mau bicara penting dengan kamu." Suara teriakan Rasti semakin terdengar keras, tangannya pun tak mau berhenti terus mengetuk-ngetuk daun pintu rumah tersebut. Bahkan tak segan-segan, ia menggedor pintu rumah itu dengan kasarnya.
Dengan demikian, Lintar langsung terbangun dari tidurnya, karena merasa terganggu oleh kerasnya suara teriakan Rasti.
"Ya, Allah! Siapa sih, itu?" desisnya masih dalam kondisi mengantuk.
Setelah itu, ia langsung bangkit dari tempat tidurnya, dan bergegas melangkah keluar dari dalam kamar. "Iya, Bu. Tunggu sebentar!" Lintar menyahut sambil melangkah ke arah pintu, kemudian langsung membukanya.
Sejatinya, Lintar masih dalam kondisi ngantuk berat, setelah semalaman tidak dapat tidur. Siang itu, ia baru saja memejamkan matanya, karena baru selesai mengerjakan tugas perusahaan dari bosnya yang ia bawa ke rumah.
Setelah pintu terbuka, tampak seorang wanita paruh baya bertubuh gempal tengah berdiri angkuh di depan pintu rumahnya. Raut wajah Rasti tampak memerah, ketus, dan penuh amarah, sorot matanya yang tajam menatap sinis wajah Lintar.
"Bu Rasti! Ada apa, Bu?" sapa Lintar dengan sikap ramahnya. Lintar langsung mempersilahkan tamunya itu untuk duduk di sebuah kursi yang ada di teras kediamanya, "Silahkan duduk dulu, Bu!"
"Tidak perlu!" jawab Rasti ketus.
Sekilas dapat dipahami oleh Lintar, bahwa wanita paruh baya itu sedang dilanda kegusaran. Namun, Lintar tetap menunjukkan rasa hormat dan sopan santun terhadap tamunya itu.
"Kamu sengaja tidak langsung membuka pintu karena ingin mempermainkan saya?!" bentak Rasti penuh emosi, suaranya keras terdengar sangat nyaring. Napasnya pun terdengar menderu-deru menahan rasa emosi yang berkecamuk dalam jiwa dan pikirannya.
Dua bola matanya yang tajam terus menatap wajah Lintar penuh kebencian. Seakan-akan, ia hendak menelan mentah-mentah pemuda itu.
"Maaf, Bu. Tadi saya sedang tidur di dalam kamar, saya tidak mendengar teriakan Ibu, dan tidak bermaksud untuk mempermainkan Ibu," kata Lintar menjelaskan.
Rasti menarik napas dalam-dalam, matanya yang tajam terus menatap wajah Lintar penuh kegusaran. "Saya ingin bicara dengan kamu," kata Rasti masih bersikap sinis.
"Ada masalah apa ya, Bu?" tanya Lintar penasaran.
Pemuda itu tetap berusaha tenang dan bersikap ramah terhadap tamunya tersebut. Karena walau bagaimanapun, Rasti adalah ibunya Eva-sahabat dekatnya.
"He, kamu jangan sok bersikap baik di hadapan saya!" bentak wanita paruh baya itu sambil menatap tajam wajah Lintar.
Meskipun sudah dibentak secara kasar, Lintar masih bersikap tenang dan tidak mau menanggapi sikap kasar dari tamunya itu. Lintar berpikir, walau bagaimanapun Rasti adalah orang yang lebih tua darinya, dan harus tetap dihormati sebagai mana mestinya.
Melihat Lintar hanya diam saja, Rasti tampak semakin geram. Lantas, ia pun kembali membentak, "Kamu punya kesalahan besar terhadap anak saya! Apa kamu tidak menyadarinya?" tanya Rasti bernada tinggi.
Lintar tampak kaget mendengar perkataan yang terlontar dari mulut wanita paruh baya itu, sikap Rasti memang sudah sangat keterlaluan. Tiba-tiba datang dan langsung memaki-maki dirinya. Meskipun demikian, Lintar tetap bersikap sabar dan berusaha tenang dalam mengendalikan amarahnya agar tidak terpancing oleh sikap angkuh wanita paruh baya itu.
Dengan lirihnya, Lintar pun kembali berkata, "Maaf ya, Bu. Kenapa Ibu tiba-tiba memarahi saya? Ada persoalan apa ya, Bu?" Lintar bertanya sambil mengerenyitkan kening.
"Saya ingatkan kamu, jangan pura-pura pikun! Kamu sudah menyakiti perasaan anak saya, kamu harus bertanggung jawab. Karena ulah kamu anak saya kabur dari rumah!" bentak Rasti. Dia sudah tidak dapat mengendalikan amarahnya, sikapnya terhadap Lintar semakin kasar saja.
"Astaghfirullaahal'adziim, Ibu tidak seharusnya bersikap seperti ini!" ucap Lintar lirih.
"Kamu mau ceramah di hadapan saya?" tanya Rasti kasar.
"Mohon maaf ya, Bu. Bukan itu maksud saya, jika memang ada persoalan, sebaiknya kita selesaikan dengan baik-baik!" jawab Lintar lirih.
Lintar berusaha untuk menenangkan Rasti dengan harapan amarah dalam jiwa dan pikiran wanita paruh baya itu sedikit mereda.
"Kamu jangan coba-coba mengajari saya!" bentaknya sambil menatap tajam wajah Lintar.
Rasti merupakan orang paling kaya di kampung tersebut. Akan tetapi, banyak warga yang tidak suka terhadap dirinya, karena keangkuhan dan sikap sombong yang dimilikinya. Bahkan para tetangganya pun tidak ada yang mau bergaul dengannya.
Lintar mengerutkan kening, lalu menjawab dengan sikap tenang, "Perasaan, saya tidak pernah melakukan hal buruk terhadap putri Ibu. Hubungan saya dengan Eva baik-baik saja kok, Bu," kata Lintar berusaha membela diri.
Rasti tidak mau peduli dengan perkataan Lintar. Mendengar penjelasan Lintar seperti itu, ia malah semakin geram saja, dua bola matanya tajam menatap wajah Lintar yang berdiri di hadapannya.
"Kamu sudah menolak mentah-mentah cinta anak saya. Lantas, kamu bilang tidak ada persoalan apa-apa?!" bentak Bu Rasti.
Dengan segenap kesabaran yang dimilikinya, Lintar hanya menghela napas dalam-dalam. Tidak sepatah kata pun terlontar dari mulutnya, sehingga membuat Rasti tambah semakin gusar.
"Seharusnya orang miskin seperti kamu ini bersyukur. Karena anak orang terkaya di kampung ini sudah menyukaimu!"
Perkataan Rasti sangat menyakitkan sekali. Namun, Lintar hanya diam saja, ia tidak mau meladeni kemarahan wanita paruh baya bertubuh gempal itu. Lintar tampak bingung dan harus berkata apa lagi, supaya Rasti dapat memahami penjelasan darinya. Sehingga, Lintar mulai mengambil sebuah keputusan untuk mengalah, karena tidak ada faidahnya jika terus berdebat terlalu lama dengan wanita paruh baya yang super sombong itu.
Lintar menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata lagi, "Baik, Bu. Saya akan mencari Eva sampai saya menemukannya" tegas Lintar.
* * *
Secara mengejutkan, salah satu dari dua orang pria itu langsung melakukan pemukulan terhadap Fengying. Sehingga Fengying jatuh tersungkur, dan mengalami sedikit luka di pergelangan tangannya. "Bedebah! Kenapa kau memukulku?" bentak Fengying bangkit kembali. "Kau sudah lancang, Anak muda. Serahkan pedangmu! Jika tidak, tentu kau akan kami binasakan!" ancam pria yang baru saja memukul Fengying.
Kerap kali dihina dan ditekan dalam keluarga, membuat Karmila bangkit dengan caranya sendiri. Saat ini dia bukan lagi wanita lemah yang hanya bisa menuntut belas kasih dan nafkah dari sang suami. Pun penghinaan ibu mertua serta keluarga iparnya menjadikan pelecut dirinya agar bisa maju dan hidup lebih baik. Suami baik, mertua baik, biar aku saja yang jahat. Akan kubuktikan pada kalian, bahwa aku bisa menjadi wanita sukses dengan jalan yang tak disangka-sangka. Bagaimana perjuangan Karmila yang merajut harapan dan cita demi anak-anaknya dengan memanfaatkan barang-barang bekas, menyulapnya jadi kreasi yang indah dan bernilai jual tinggi. Akankah dia berhasil mencapai semua mimpinya?
Julita diadopsi ketika dia masih kecil -- mimpi yang menjadi kenyataan bagi anak yatim. Namun, hidupnya sama sekali tidak bahagia. Ibu angkatnya mengejek dan menindasnya sepanjang hidupnya. Julita mendapatkan cinta dan kasih sayang orang tua dari pelayan tua yang membesarkannya. Sayangnya, wanita tua itu jatuh sakit, dan Julita harus menikah dengan pria yang tidak berguna, menggantikan putri kandung orang tua angkatnya untuk memenuhi biaya pengobatan sang pelayan. Mungkinkah ini kisah Cinderella? Tapi pria itu jauh dari seorang pangeran, kecuali penampilannya yang tampan. Erwin adalah anak haram dari keluarga kaya yang menjalani kehidupan sembrono dan nyaris tidak memenuhi kebutuhan. Dia menikah untuk memenuhi keinginan terakhir ibunya. Namun, pada malam pernikahannya, dia memiliki firasat bahwa istrinya berbeda dari apa yang dia dengar tentangnya. Takdir telah menyatukan kedua orang itu dengan rahasia yang dalam. Apakah Erwin benar-benar pria yang kita kira? Anehnya, dia memiliki kemiripan yang luar biasa dengan orang terkaya yang tak tertandingi di kota. Akankah dia mengetahui bahwa Julita menikahinya menggantikan saudara perempuannya? Akankah pernikahan mereka menjadi kisah romantis atau bencana? Baca terus untuk mengungkap perjalanan Julita dan Erwin.
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
BERISI ADEGAN HOT++ Seorang duda sekaligus seorang guru, demi menyalurkan hasratnya pak Bowo merayu murid-muridnya yang cantik dan menurutnya menggoda, untuk bisa menjadi budak seksual. Jangan lama-lama lagi. BACA SAMPAI SELESAI!!
Sinta butuh tiga tahun penuh untuk menyadari bahwa suaminya, Trisna, tidak punya hati. Dia adalah pria terdingin dan paling acuh tak acuh yang pernah dia temui. Pria itu tidak pernah tersenyum padanya, apalagi memperlakukannya seperti istrinya. Lebih buruk lagi, kembalinya wanita yang menjadi cinta pertamanya tidak membawa apa-apa bagi Sinta selain surat cerai. Hati Sinta hancur. Berharap bahwa masih ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki pernikahan mereka, dia bertanya, "Pertanyaan cepat, Trisna. Apakah kamu masih akan menceraikanku jika aku memberitahumu bahwa aku hamil?" "Tentu saja!" jawabnya. Menyadari bahwa dia tidak bermaksud jahat padanya, Sinta memutuskan untuk melepaskannya. Dia menandatangani perjanjian perceraian sambil berbaring di tempat tidur sakitnya dengan hati yang hancur. Anehnya, itu bukan akhir bagi pasangan itu. Seolah-olah ada penghalang jatuh dari mata Trisna setelah dia menandatangani perjanjian perceraian. Pria yang dulu begitu tidak berperasaan itu merendahkan diri di samping tempat tidurnya dan memohon, "Sinta, aku membuat kesalahan besar. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji untuk berubah." Sinta tersenyum lemah, tidak tahu harus berbuat apa ....
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?