Warning 21+ Bijaklah dalam memilih bacaan. Dibawah umur dilarang baca, jomblo sebaiknya menghindari ^_^ ---------------------- Sinta gadis malang yang berkali-kali hampir jadi korban pelecehan, berkali-kali pula diselamatkan oleh Biru, seorang CEO muda yang hanya kebetulan membantunya. Namun, sejak pertama menolongnya Biru sudah jatuh cinta. Tapi Sinta takut jatuh cinta akibat lingkungannya yang dulu membuatnya trauma. Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
"Jangan deket-deket, Pak!" larang Sinta berjalan mundur, bosnya menyeringai dan Sinta menggeleng-gelengkan kepalanya, jantungnya berdetak sangat kencang. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang, tak bisa berpikir jernih karena takut.
Bosnya terus mendekat sampai Sinta hampir terjerembab ke tumpukan pakaian-pakaian yang baru datang, belum diberi bandrol harga.
"Kamu mau nggak jadi istri simpenan saya? saya udah lama pengen jadiin kamu pacar tapi kamu menghindar terus, Sin. Ayolah, mau ya? Apapun saya kasih, dan jangan panggil saya pak lagi, kita kan cuma beda sepuluh tahun aja, Sin," ucap pria yang tiba-tiba menampakkan belangnya ketika mereka sedang berdua saja di gudang ... lebih tepatnya si bos yang menyusulnya ke gudang. Ia terus mendekat sampai Sinta terpojok ke belakang rak.
"Stop, Pak! Jangan deket-deket saya! saya peringatkan Bapak!" Kedua tangan Sinta terulur ke depan, bosnya ingin menciumnya. Sinta mendorong kasar tubuh gempal berisi yang berdiri di depannya, pria itu dengan cepat mendekat lagi menyingkirkan tangan Sinta, memegang dagu gadis manis yang tak lain adalah karyawati tokonya.
"Jadi istri saya itu enak, Sin. Nggak perlu capek-capek kerja, kamu saya jatah lima juta sebulan, di luar biaya kuliah, kamu tetep mau nolak?" ujarnya congkak, ia membuka kancing kemejanya. Sinta menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. "Saya perkasa loh, Sin. Dari pada cowok-cowok di luar sana yang belum tentu bisa buat kamu merasakan nikmat dunia." Bosnya berucap sambil terkekeh pelan, ia sudah bertelanjang dada sekarang. Bosnya berniat melucuti pakaian Sinta.
"Stop, Pak. Inget istri bapak, Bapak gila apa?!" teriak Sinta terus mendorong tubuh kekar yang mengungkungnya.
"Udahlah, istri saya nggak akan tau. Fokus ke kita aja, Sin. Nanti kamu minta berapa aja saya kasih, Sin. Apa kamu masih perawan sampai kamu menolak keras?" Bosnya menarik diri, memberi ruang Sinta untuk menjawab.
"Bukan urusan Bapak!" bentak Sinta sinis.
Bosnya tersenyum, juga mengangguk-angguk ... maju selangkah lagi, ia dengan santai melepas ikat pinggangnya sambil terus saja menatap Sinta, karyawatinya ketar-ketir ingin berteriak.
"Bapak gila ya?!" Sinta menutup matanya dengan satu telapak tangannya.
"Iya, Sin. Saya tergila-gila sama kamu, hehehe."
'Dasar gila!' maki Sinta dalam hati. 'gimana caranya kabur, Ya Tuhan tolooong ...."
Tok Tok Tok!
Ketukan dipintu gudang sontak membuat keduanya menoleh.
"Sin! Kamu di dalem? Lama banget sih ngambil plastiknya? buruan, Sin!"
Hening, Sinta ingin berteriak menjawab namun bosnya lebih dulu membekas mulutnya.
Dok Dok ... Dok Dok Dok
Ketukan pelan kini menjadi gedoran memburu.
Teman kerja Sinta menggedor-gedor keras pintu gudang, kesempatan Sinta untuk kabur, pikirnya.
Bosnya melepas tangannya dan menyuruhnya diam, Sinta berlagak menurut dengan mengangguk-angguk. Sekarang bosnya sibuk memelorotkan celananya kini, Sinta melesat kabur, namun tangan bosnya sigap meraih tangan kiri Sinta.
"Aduuh! Lepasin, Pak atau saya teriak! Bapak nggak takut?!" ancam Sinta geram. Ia tak habis pikir kenapa bosnya bisa nekat begitu.
"Sin! Cepetan!" teriak Sari yang tak tahu keadaan di dalam gudang.
"Iya, Sar!" balas Sinta setengah berteriak.
"Udahlah, Sin biarin aja. Biar saya yang urus kalau ada yang marahin kamu, ya ... Ayo, sekarang aja, Sin, tanggung joni saya udah tegak."
Sinta menatam tajam penuh ancaman ke arah bosnya, tapi bosnya sama sekali tak takut malah tertawa. Dasar gila!
Karena tak kunjung dilepaskan maka Sinta menginjak kaki bosnya hingga bosnya mengaduh dan melepaskan tangan Sinta. Karyawatinya berlari menuju pintu langsung berniat membuka pintu yang terkunci, untungnya kuncinya masih tertancap dilubang kunci. Tangan Sinta gemetaran membuatnya susah memutar kunci.
Si bos masih sibuk mengenakan kembali pakaiannya yang ia tanggalkan. Sinta gelisah, ia terus memeriksa ke belakang takut bosnya menyergap dari belakang, sepuluh detik kemudian Sinta berhasil keluar, bosnya belum muncul. Sinta bisa bernapas lega, ia berjalan cepat diikuti Sari yang kesal.
"Sin, mana kantongnya?" tanya Sari sambil cemberut, mengulurkan tangannya.
"Gue keluar, Sar. Sorry lo ambil sendiri di gudang," balas Sinta mengacuhkan Sari, ia berlalu menuju loker karyawan.
"What? Lo kesambet setan apaan sih, Sin?"
Sinta masuk ke ruangan karyawati, ia melepas kaos kerjanya, namun ia masih memakai tanktop. Ia memakai hoodienya lalu mengambil tasnya buru-buru.
"Maksudnya lo bolos ya? Sin-"
"Gue keluar, gue mau cari kerjaan lain aja, bye, Sar, sampek ketemu di luar sana." Sinta menyambar helm dan keluar tergesa-gesa.
"Sin ... Sin!" pekik Sari sambil berlari mengejar Sinta yang keluar dari toko, namun ia urungkan karena diteriaki pembeli. Ia lantas tak enak hati dan pergi ke gudang untuk mengambil kantong plastik, belum ia masuk ke dalam sana ia berpapasan dengan bosnya yang keluar dari gudang.
Sari hanya menunduk dan berlalu begitu saja tapi dalam batinnya bertanya-tanya, ada apa gerangan.
'Kenapa si bos keluar dari gudang? Jangan-jangan ... Jangan-jangan Sinta diapa-apain?'
"Sari!" panggil si bos menggelegar.
Ia tersadar lalu menyambar kantong plastik lalu kembali menuju meja kasir. Dengan napas memburu, ia mendekat ke kasir.
"I-iya, Pak."
"Ini kenapa pelanggan kamu biarin nunggu lama?"
'Bukannya elo yang ngunciin Sinta di gudang, pake nyalahin gue lagi!' batin Sari kesal, melirik bosnya.
"Sa-saya ngambil kantong plas-"
Bosnya menyambar kantong plastik dan membungkus pakaian milik pelanggannya, semenit kemudian tersenyum ramah dan mengulurkan uang kembalian pada si pelanggan.
"Terima kasih," ucap bosnya ramah.
Sari berniat pergi dari kasir, namun si bos sudah lebih dulu bertanya padanya.
"Sar, Sinta ke mana? toilet?" tanya si bos dengan santainya.
"Emm-anu ... Pak, anu-"
"Apa sih ngomong tuh yang jelas, ini masih jam 7 loh, Sar. Sinta ke mana?"
"Itu-Pak, Sinta katanya keluar," jawab Sari takut-takut, memainkan jemarinya gugup.
'Aduh, gimana nih kalo gue yang kena' batin Sari ingin mengumpat saking kesalnya terjebak dalam situasi tak mengenakkan.
"Apa?!" Si bos keluar dari meja kasir. "Harusnya kamu bilang dong, dia katanya pergi ke mana?"
"Katanya bukan keluar ke mana gitu, Pak, tapi resign." Nada bicara Sari merendah.
"Apa? Dia bilang gitu sama kamu? Wah wah wah, nggak bener ini. Sinta kenapa juga main out-out aja, heran," gerutunya sambil masuk ke dalam ruangan kecil yang ia sebut ruang kerjanya. Si bos terlihat panik, Sari melihat keningnya berkeringat padahal ditoko sudah terpasang AC.
Kini Sari cemas, entah ia mencemaskan apa, mencemaskan temannya atau dirinya sendiri.
Krieet.
Pintu dibuka muncullah bosnya dari dalam ruangan kerjanya lalu berlalu begitu saja melewati Sari yang mondar mandir dibalik meja kasir.
"Pak, mau ke mana?" tanya Sari gugup.
"Bukan urusan kamu, nanti tutup seperti biasanya, bawa kuncinya."
Si bos tergesa-gesa seperti mengejar sesuatu atau dikejar sesuatu, namun Sari enggan mengurusinya, ia memilih untuk tak menghiraukannya sesuai perintah bosnya.
***
Motor yang dikendarai Sinta tiba-tiba dihadang oleh mobil yang langsung berhenti di jalan depannya. Mau tak mau Sinta mengerem laju motornya dari pada harus ganti rugi jika ada kerusakan yang disebabkan olehnya. Sinta yang moodnya sudah hancur karena bosnya, bukan ... tepatnya mantan bosnya seperempat jam lalu kini tambah kesal karena pengguna jalan yang menghadangnya. Ia mematikan mesin motor dan turun, melepas helmnya dan siap memukulkannya ke pemilik mobil itu.
'Brengsek! Siapa sih yang cari gara-gara, pengen gue hajar kali nih orang!'
Sinta mendekat ke pintu kanan mobil, hendak memprotes namun si empunya keluar dengan girangnya terkekeh, Sinta terkejut dan tak habis pikir.
"Kamu mau ke mana sih, Sin? Kamu nggak bisa lari dari saya, kamu nggak bisa apa nurut gitu?" ujar si bos lembut.
Sinta diam, mengangkat helm dan siap untuk menghantamkannya ke muka bosnya yang cabul.
"Mau saya hajar?" tantang Sinta mencoba berani, namun siapa sangka bosnya malah merebut helm Sinta, dan menariknya agar mau masuk ke dalam mobilnya.
"Ayo, ikut saya aja, masuk ke dalam!"
"Nggak, saya nggak mau! Jangan maksa, Pak!" Sinta berusaha melepas cengkraman di pergelangan tangan kirinya, bosnya menyeretnya menuju ke jok samping kemudi.
"Toloooong! Gue mau diperkosaaa!" teriak Sinta lantang, si bos sedikit panik karena Sinta melawan dan berteriak kencang.
"Diem kamu, Sin. Jangan aneh-aneh!"
"Tolooong! Siapa aja lapor polisi toloong!"
Karena Sinta tak mau masuk ke dalam mobil dan bosnya memaksanya masuk dengan menyeret bagian depan hoodie Sinta, saking kuatnya tenaga si bos hoodie tersebut robek bagian depan, menampilkan tanktop Sinta.
Sinta berteriak semakin kencang sambil mencengkram hoodie yang sobek.
"Toloong!" pekiknya sambil berjongkok takut.
“Usir wanita ini keluar!” "Lempar wanita ini ke laut!” Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan“Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, “Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?” Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Kaluna Evelyn sudah menikah Dengan Eric Alexander Bramastyo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, Eric sama sekali tidak mencintai Luna. Ia memiliki kebiasaan yang sering bergonta-ganti wanita. Itulah yang menyebabkan Luna semakin sakit hati, namun ia tidak bisa bercerai dengan Eric karena perjanjian kedua keluarga. Ditengah keterpurukannya, ia mengalihkan rasa sakit hatinya kepada minuman keras. Dan disaat, ia mabuk, ia melakukan kesalahan dengan tidur bersama ayah mertuanya sendiri. Seorang pria dewasa bernama Brian Edison Bramastyo. Yang tidak lain dan tidak bukan, adalah ayah dari Eric sendiri. Brian yang berstatus duda, tidak bisa berkutik ketika Luna mulai menggodanya karena pengaruh minuman keras. Dan setelah kesalahan di malam itu, Luna dan sang papa mertua saling mengulangi kesalahan nikmat yang sama. Brian yang mampu memberikan nafkah batin pada Luna, harus menahan rasa perih karena mengkhianati putranya sendiri, dan menjadi tidak bermoral karena bermain gila dengan sang menantu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur dan mereka berdua sama-sama kesepian. Hubungan mereka tetap berlanjut, hingga akhirnya Eric mengetahui hubungan mereka dan menceraikan Luna. Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa alasan Eric menceraikan Luna adalah dia sudah menghamili kekasihnya, yang bernama Bianca. Mereka menjalani hidup masing-masing. Eric pergi jauh dari kehidupan Brian dan Luna. Brian dan Luna pun memilih untuk bersama.