Nikah muda. Reaksi Fara saat ditanya mengenai hal itu adalah: "Gila! Bersiin kamar aja aku gak pernah," jawabnya sambil ngakak. Kebiasaan ada mama, papa, dan mbak Narti yang selalu manjain, bikin dia lupa kalau dia adalah perempuan, yang suatu saat akan jadi istri, dan tugasnya mengurus suami dan rumah tangga. "Apa gunanya, toh gak ada cowok berani deketin aku?" tanyanya getir. Fara bukannya gak menarik, hanya saja Adrian, papanya yang blasteran Perancis-Indonesia dan berbadan tinggi kekar itu, selalu sukses bikin cowok-cowok yang ngegebet Fara, lari kocar-kacir. Belum lagi abangnya yang super populer, dan sama protektifnya ke Fara. Fara sudah pasrah hidup menjomblo seperti ini. Semua berubah saat Tante Nadia, sahabat mamanya yang selama ini hidup di Amerika, pindah ke Indonesia dan menempati kembali rumah peninggalan orang tuanya, yang jaraknya hanya lima rumah dari rumah keluarga Fara, dan anaknya ngelamar Fara. Dominic jadi cowok pertama yang nggak terintimidasi akan kehadiran Adrian, dan malah akrab sama orang tua Fara. Dia ganteng, pinter, seksi, juga mapan di usia muda dengan usahanya sendiri. Jujur, Fara kegaet juga sama pesona Dominic. Dia mencoba sekuat tenaga untuk berubah jadi istri idaman dalam satu tahun, sebelum mereka menikah. Hanya sebulan sebelum pernikahan mereka, Fara melakukan kesalahan fatal, dan Dominic meninggalkannya. Fara tersiksa dengan patah hati yang membuatnya hampir gila. Pernikahan yang sudah disiapkan, nggak jadi dibatalkan karena ada orang lain yang melamar Fara. Pria misterius dengan tradisi keluarga yang cukup aneh, yaitu melarang mereka bertemu sampai setelah ijab-kabul dilaksanakan. Fara yang nggak yakin mampu membangun hubungan kembali, dan merasa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk menikah, menerima lamarannya. Mampukah Fara menjalani kehidupan barunya sebagai seorang istri, dengan statusnya yang masih mahasiswi?
"Fara! Bangun, gak?! Gak bangun, Mama siram pakai air es!" Mama mengomel di pintu kamarku.
Kutendang selimut dari tempat tidur, lalu duduk dan meregangkan tubuhku sambil menguap. Sungguh, aku masih ngantuk banget, aku baru tidur jam tiga pagi setelah membaca novel 'Destined Ones' sampai tamat. Itu adalah sebuah novel fantasi tentang werewolf yang saat ini sedang naik daun, karya artis idolaku.
Kulihat Mama geleng-geleng kepala, dan aku pun nyengir. "Selamat pagi, Mamaku sayang."
"Pagi apanya, udah siang! Ini udah jam 9, lho. Katanya mau kornet goreng telur, cepetan beliin. Gosok gigi dulu." Mama lanjut mengomel, lalu meninggalkan kamarku untuk kembali ke dapur, masih sambil ngomel. "Anak gadis bangun jam segini, pasti gak sholat subuh."
"Aku lagi mens, Maaa." Teriakku sambil memasuki kamar mandi.
Setelah cuci muka dan gosok gigi, kuambil sweater yang menggantung di gantungan baju sekenanya. Aku tidur dengan legging hijau milik Mama dan tank-top, dan sweater yang kuambil ternyata warna merah, sweater kakakku yang kapan waktu kuambil dari kamarnya.
Duh, aku kayak pohon natal kalau pakai ini. Tapi males mau cari yang lain. Lagian udah terlanjur diambil.
Gakpapa deh, cuma ke samping rumah bentar aja.
Kupakai sweater tadi dan kurapikan rambut kriwilku sebisanya dengan tangan, lalu turun ke lantai bawah untuk minta uang ke Mama.
"Fara pakai baju yang bener gitu lho, Far. Dikira orang gak dibeliin baju sama orang tuanya," omel mama begitu melihatku.
Aku menngedikkan bahuku. "Cuma ke samping aja loh, Ma. Sapa juga yang bakal peduli."
"Ya kali aja ketemu jodoh, hayo." Papa yang sedang makan keripik singkong, ikut-ikutan.
Aku memutar bola mataku, dan keluar dari rumah.
Surabaya panas banget, belum juga jam 9.30 pagi, rasanya matahari udah kayak di ubun-ubun.
Aku mendorong pintu kaca Alfamart, dan berteriak mendahului para karyawan yang sudah bersiap-siap memberi salam pada pengunjung. "Gak usah kasih salam, ini Fara!"
Karena toko waralaba ini letaknya persis di samping rumah, semua karyawannya sudah kenal sama kami sekeluarga.
Aku mendengar mereka tertawa.
Segera kuambil kaleng kornet sapi, tapi karena letaknya ada di rak paling atas, saat kusenggol, kalengnya jatuh dan menggelinding ke kolong rak.
Waduh!
Aku telungkup di lantai dan merogoh ke kolong untuk meraih kaleng tersebut. Saat itu, kudengar karyawan-karyawan toko memberi salam pada pengunjung yang baru saja masuk.
Tak lama kemudian, dari sudut mataku, kulihat seseorang telungkup di sampingku. Dia meraih kalengku yang jatuh dengan mudah karena ... jelas dia lebih tinggi dari aku dan tangannya lebih panjang.
Aku duduk dan dia menyodorkan kaleng kornet kepadaku. Aku menerimanya, lalu bilang, "Makasih."
Saat aku melihat wajah orang yang barusan menolongku, rasanya kayak mimpi. Bule, guanteng banget, dan matanya, dia punya mata warna abu-abu. Kayak pernah lihat, tapi di mana ya?
"Um ... thanks," kuulang ucapan terima kasihku, khawatir dia nggak ngerti bahasa.
Dia lihatin aku kayak aneh gitu, pasti karena rambutku yang kayak singa, atau paduan bajuku yang udah kayak kostum natal.
"Sama-sama," jawabnya pelan, masih sambil lihatin aku kayak tadi.
Aduh, bener kata Mama. Harusnya aku pakai baju yang bener. Kalau tau bakal ketemu 'Hottie', aku rela pakai dress dan catokan dulu biar pun cuma keluar ke samping rumah. Malu-maluin banget aku ini.
Buru-buru aku berdiri dan lari ke kasir. Lalu saat selesai bayar, cepat-cepat aku berlari pulang.
Kuserahkan kaleng kornet pada Mama yang sedang duduk di kursi pantry.
"Kok pilih yang penyok sih, Far?" protes si mama.
"Ya tadinya gak penyok, Ma. Terus jatoh, kan Fara gak nyampek karena raknya ketinggian."
Mama memutar bola matanya.
"Pucet banget kamu, kayak habis liat hantu," komentar mama.
Aku mengangguk antusias. "Hantunya, ya yang bantuin Fara ambil kaleng ini dari kolong rak."
"Ngomong opo toh, Fara iki? Siang-siang kok ngomongin hantu," sungut Papa setelah menjitak kepalaku.
"Habisnya, kayaknya mustahil ada cowok seganteng itu," gumamku.
"Lebih ganteng dari Papa?" tanyanya heran, berusaha terlihat serius.
Papaku blasteran. Oma, almarhumah nenekku adalah wanita asal Perancis yang menikah dengan Opa, pria keturunan Cina-Jawa asli Surabaya. Papa selalu bilang kalau aku dan kakakku, Fabian, mirip banget sama Oma, apalagi Fabian yang matanya biru. Tapi menurutku aku mirip Papa, kecuali rambut kriwil yang aku dapat dari Mama meskipun warnanya cokelat seperti rambut papa dan Fabian.
Adrian Armand namanya. Di usianya yang ke-53 dan tak lagi muda, Papaku masih punya badan tinggi besar dan berotot, yang sering dia salah gunakan untuk menakuti setiap cowok yang mendekatiku. Usiaku 17 tahun dan sama sekali belum pernah pacaran.
"Iya," jawabku. Papa memelas.
"Masa ada yang lebih ganteng dari Papa?" tanyanya sedih.
"Gak ada ... kalau kata Mama," jawabku, Mama tertawa.
Sambil makan siang, Mama cerita, kalau sahabatnya dari SMP, Tante Nadia, sudah balik ke Indonesia dan kali ini sepertinya akan menetap. Papa menanggapi dengan antusias, karena mereka juga teman dekat. Dulu, Tante Nadia lah yang mengenalkan Mama pada Papa.
"Wah, bikin barbeque party yok, kita undang Nadia sekeluarga," saran Papa.
"Yuk, sekalian kenalin Fara sama anaknya Nadia. Dia seumuran Fara, ganteng, baik,sopan lagi," sahut Mama.
"Paling, anaknya Tante Nadia juga takut sama Papa," sungutku skeptis.
Mereka tertawa, kelihatan kalau sama sekali nggak khawatir sama nasip anaknya yang entah sampai kapan akan jomblo ini.
Beberapa hari kemudian, baru saja aku kunci pintu toko setelah mengantar papa ke luar. Papa pamitan mau nge-band sama teman-temannya, dan saat aku baru masuk rumah, bell sudah berbunyi lagi.
Keluargaku mempunyai sebuah toko binatang peliharaan, kebanyakan pengunjung memang datang di sore dan malam hari, kecuali di hari libur, dan toko akan ramai dari pagi sampai malam.
Dulu, papa bayar tiga orang karyawan. Satu orang groomer, satu kasir, dan satu lagi untuk jaga toko. Namun, saat Fabian dan aku sudah besar, cuma ada groomer dan kasir, karena kami bisa gantian jaga toko. Karyawan datang pada pagi hari, dan pulang saat sore hari, jadi saat malam kami yang melayani konsumen. Selain itu, papa punya tiga rumah di sekitar sini yang dijadikan kos-kosan, juga bisnis jual-beli tanah.
Sebelum membuka pintu kaca toko kami, perhatianku tercuri oleh kucing jenis Bengal yang berdiri melompat-lompat dan kaki depannya menggaruk-garuk pintu kaca. Sudah jadi kebiasaan burukku, jika ada pengunjung yang membawa hewan peliharaannya, yang kusapa duluan pasti hewannya.
Aku membuka kunci lalu pintunya, dan langsung jongkok untuk menyapa si meong, tak kuduga dia langsung nemplok ke pelukanku, astaga, lucuuu sekali.
"Siapa yang ngebell, Far?" Mama berteriak sambil masuk ke toko melalui pintu dalam.
"Assalamualaikum, Tante. Saya mau beli snack buat Tofu, gak taunya Tante yang punya toko," kata yang punya meong, aku merasa seperti pernah denger suaranya.
"Wa'alaikum salam. Eh Dominic, ayo masuk. Fara ngapain jongkok di situ?! Ini lho disamperin anak perjaka ganteng!"omel Mama.
Ya ampun, Mama malu-maluin banget.
Aku pun berdiri, lalu beralasan, "Ini lho Ma, pusnya lucu."
Sungguh, kucingnya emang lucu banget!
"Ini Fara, anak Tante. Dom ini anaknya Tante Nadia, temen Mama yang baru pindah dari Amerika." Aku melihat ke arahnya.
Astaga, itu Hottie kemarin.
Duh, gantengnya bikin pusing.
Dia mengulurkan tangan dan aku menjabatnya. Nyetrum sih, ini. Saat aku akan menarik tanganku, dia menahannya sedetik lebih lama. Sudah mau copot hatiku.
"Hi Fara, nice to meet you. Pretty name for a pretty girl." Aduh, gombalannya murahan, tapi aku telan juga bulat-bulat.
Senyumnya ... Ya Allah, nikmat mana yang Kau dustakan?
Mama ajak dia masuk untuk nyicipin kue yang barusan kami buat. Tofu, anjingnya, dibiarkan di toko untuk main sama kucing kami, Lilo. Mama dan Dom ngobrol banyak, asli dia ramah dan asik banget orangnya, Mama yang biasanya cuek aja nyambung. Tapi aku gak nyambung mereka ngomong apa, liat dia aja deg-degan. Aku iya-iya aja kayak orang bloon.
Saat Mama sedang sibuk bungkus kue untuk dia bawa pulang, Dom duduk di sampingku. Tanpa basa-basi, dia senyum manis banget, lalu minta nomor hapeku. Aku kasih dong, masa engga?
Aduh, bakal mimpiin dia ini aku nanti malem. Cewek macem apa yang gak bakal kecantol sama cowok modelan Dom?
Ada mungkin, yang gay.
Warning! Explicit mature content included Mergokin pacar tidur sama teman sekampus, diusir dari kos, kucing kesayangan dilempar keluar rumah, ditambah hujan deras yang sedang mengguyur kota Pahlawan. Sungguh perpaduan sempurna untuk melatih kesehatan mental! Padahal semua ini hanya karena telat bayar kos sehari aja, malah dia ditendang dari rumah yang sudah diamanahkan untuk ia rawat oleh mendiang pemilik rumah. Ujian berat inilah yang sedang melanda hidup Mariska. Seolah Ujian Akhir Semester tak cukup membuatnya berdebar-debar karena harus pandai mengatur jadwal kuliah di sela kesibukannya bekerja. Namun, kata orang badai selalu datang bersama pelangi. Di tengah sadisnya ujian hidup yang harus Mariska hadapi ternyata takdir malah membawanya menuju tempat kos baru yang lebih modern, bersih, dengan harga sewa murah. Belum lagi jantungnya ikut dibuat berdebar kencang saat tahu pemilik kos ternyata pria muda, lajang, dan rrrr- hottie. Plus satu lagi yang bikin lebih jantungan, saat si Om kos malah ngotot ngajakin Mariska nikah detik ini juga. Kok bisa?! Apa alasannya? Ingin menghindar, tapi tak punya pilihan. Belum lagi saat keduanya semakin dekat malah Mariska jadi lebih sering mendapatan mimpi yang terasa seperti Deja Vu. Tanpa sadar memori gadis ini dipaksa kembali ke masa lalu di mana sebuah tragedi mengerikan menimpa keluarganya. Sanggupkah Mariska bertahan menjadi salah satu penghuni kos yang diisi oleh sekumpulan manusia nyentrik dengan beragam profesi tak terduga? "Mungkin ini cara Tuhan untuk mengajariku agar tak mudah menyerah." Ares tak menyangka bahwa dia akan bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui jalan takdir paling manis meskipun terasa tragis bagi keduanya. Lalu bagaimana dengan Mariska? Kapan ia sadar bahwa Ares adalah cinta pertamanya saat masih bocah dulu? Kisah seru mereka hanya bisa dibaca di Om Kos!
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Selama tiga tahun yang sulit, Emilia berusaha untuk menjadi istri Brandon yang sempurna, tetapi kasih sayang pria itu tetap jauh. Ketika Brandon menuntut perceraian untuk wanita lain, Emilia menghilang, dan kemudian muncul kembali sebagai fantasi tertinggi pria itu. Menepis mantannya dengan seringai, dia menantang, "Tertarik dengan kolaborasi? Siapa kamu, sih?" Pria tidak ada gunanya, Emilia lebih menyukai kebebasan. Saat Brandon mengejarnya tanpa henti, dia menemukan banyak identitas rahasia Emilia: peretas top, koki, dokter, pemahat batu giok, pembalap bawah tanah ... Setiap wahyu meningkatkan kebingungan Brandon. Mengapa keahlian Emilia tampak tak terbatas? Pesan Emilia jelas: dia unggul dalam segala hal. Biarkan pengejaran berlanjut!
"Kau pikir aku mau menjadi istrimu?" Rose tertawa mencemooh. "Not in milions time." "Ya, Rose. Kau akan menggantikan Rosa! Aku tidak butuh dirimu menjadi istriku karena aku hanya perlu kau berdiri di sana menggantikan Rosa!" Ucapan Robert penuh penekanan. "Kau tahu apa yang terjadi jika menolakku? Pertama, aku akan menjaukan Kenzie dari jangkauanmu, kedua, aku akan membuat Romeo ayahmu di deportasi, ketiga, aku akan menjual dirimu ke rumah bordil!"
21++ Bocil dilarang mampir Kumpululan Kisah Panas Nan Nakal, dengan berbagai Cerita yang membuat pembaca panas dingin
Memang benar perkataan adrian tentang dirinya, dia wanita yang sangat cantik nan rupawan, aroma tubuhnya sampai tercium meskipun jarak di antara kita cukup jauh. tubuhnya juga sangat terawat, pantatnya yang besar dan nampak sekel, dan lagi payudara miliknya nampak begitu bulat berisi. "Ehmm... dia itu yaa wanita yang mendapat IP tertinggi sekampus ini !", gumamku. "Cantik, kaya dan pintar.. dia seperti mutiara di kampus ini !", lanjut gumamku.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?