/0/4196/coverbig.jpg?v=01ae32fc1b90ad6ed215595d4b2d3ce0)
Ini kisah hidupku yang dilahirkan dari seorang wanita yang menjual dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Cacat mental dari kecil dan belum tersembuhkan hingga kini. Aku tidak ingin dilahirkan ke dunia jika kenyataan yang harus ku terima sungguh kejam seperti ini. Bukan salahku, bukan inginku. Aku hanya gadis yang dititipkan pada rahim wanita yang memiliki pekerjaan menyimpang di lingkungan masyarakat. Pada satu titik aku berpikir bahwa ibuku lebih mahal dan masih punya harga diri dibandingkan dengan sepasang kekasih yang bertindak seperti suami istri tanpa status yang melekat pada hubungan mereka. Rela memberikan segalanya hanya karena sebuah alasan "Takut Kehilangan" dan ujung-ujungnya tak dinikahi. Namun yang terlihat lebih dinilai negative daripada yang tidak terlihat. Kemana pun aku pergi aku akan di cap anak jalang dari mulut-mulut wanita yang seakan tanpa dosa. Netra penuh angkuh memandang rendah diriku. Sungguh aku seperti manusia yang tidak layak hidup berdampingan dengan manusia lainnya. "Kira-kira siapa ayahnya?" "Apakah hasil dari banyak lelaki?" Kalimat demi kalimat menyakitkan seakan mencabik-cabik batinku. Hingga membuatku menjadi wanita introvert dan mengurung diri dalam ruangan segi empat yang bagiku adalah surga bagi jiwa lara dan sepi ini. Perihal jodoh yang senantiasa mengganggu pikiranku, aku tidak menginginkan hal itu. Namun, tiba-tiba dia datang tanpa diundang dan diinginkan. Mungkin ini hanya ilusi dari gadis naïf yang tak pernah jatuh hati sepertiku. Edward Watinson Hareld, lelaki tertampan dan terkaya di ibukota menghampiriku dan memintaku menjadi kekasihnya. Apakah putri dari seorang wanita yang tidak diterima masyarakat ini pantas menerima cintanya?. Ataukah ada maksud lain dari Edward mendekatiku? Yang jelas tentang cinta aku tidak pantas menerimanya. Pada kenyataannya aku di mata mereka hanyalah binatang jalang tanpa logika dan harga diri. Dan jika memang ada cinta, tentunya aku tidak berada di bumi ini lagi. "Kamu adalah maklhuk terindah yang pernah ku temui. Percaya dirilah... Semesta pun cemburu kala redup di bibirmu berubah tawa. Senyumanmu adalah lengkungan terindah dan ternyaman, Lily." Edward Watinson Hareld. "Mawar yang yang baru saja keluar kuncupnya kini layu sebelum mekar. Begitu pun aku padamu. Belum sempat menjalin kasih namun patah lebih dulu karena status sosial kita." Liliani Emiliana.
Seperti biasa, pagiku akan selalu sama. Bunyi alarm yang sudah menjadi teman terbaik membangunkanku dari nyenyak tidur panjangku. Bumi masih gelap, suara sang jago tidak terdengar seperti cerita-cerita dongeng yang seringkali ku baca. Mungkin ayam-ayam sudah dijadikan lauk makan malam di kota besar ini. Atau mungkin ruangan yang ditempatiku ini kedap suara.
"Lily..." Suara parau dan lemah dari arah dapur. Aku sudah biasa mendengar itu. Bahkan waktunya hampir sama namaku akan senantiasa disebut. Kuusap mataku untuk sekedar mengembalikan semua jiwaku yang masih ingin terlelap dalam mimpi indah yang selalu hadir dalam tidurku. Dengan gontai ku hampiri ibu yang duduk meringkuk di lantai cukup dingin. Setiap kali aku menghampirinya, aroma alkohol dan aroma lainnya membuatku mual. Pagiku senantiasa sama. Menyambut ibuku pulang dari petualang panjangnya, malam demi malam.
Setiap anak pasti akan senang meyambut ibunya pulang. Namun tidak denganku, aku sangat membenci hal itu. Bahkan aku ingin malam panjang dan tidak ingin pagi datang.
"Kamu sudah bangun, Sayang?" Suara parau dengan napas terengah-engah itu sontak membuatku memalingkan wajah ke samping. Aroma yang senantiasa aku hindari. Perlahan aku membantu ibu berdiri dan mengambil tangan kanannya lalu dilingkarkan di pundakku. Tubuh ibu cukup berat. Namun karena sudah terbiasa memapahnya ke tempat tidur, rasa berat itu menjadi terbiasa. Dengan tertatih-tatih aku membimbing ibu memasuki kamar.
"Hahaha..." Gelak tawa ibu seperti neraka bagiku. Entah apa yang membuatnya tertawa, aku pun tak tahu. Setiap pagi dalam pulangnya, ibu akan tertawa dan terdengar sangat mengerikan bagiku. Layaknya Mak Lampir yang tertawa. Aku hanya menghela napas kesal membiarkan keresahan dalam hati sirna. Namun berulang kali aku mencoba, lara dalam hati sepertinya sudah nyaman menetap dalam lubuk ini.
Aku membaringkan tubuh ibu di atas king size yang sudah ku rapikan sebelumnya. Dengan telaten high hills hitam miliknya ku lepas satu persatu dan menaruhnya di lantai. Selimut yang cukup tebal ku tarik dan menutupi tubuh ibu yang memakai pakaian yang lebih pantas disebut kurang kain itu.
Raut wajah dengan mata yang mulai keriput itu terlihat sedikit tersenyum namun seperti tidak iklas. Entah apa yang mengganjal di hatinya. Ku jelajahi wajah ibu sampai kakinya.
"Dia adalah ibuku. Dia adalah surgaku-" dan lagi butiran bening itu mengalir tanpa permisi dari kedua kelopak mataku. "Sekotor apa pun dirimu, tetaplah rahimmu tempat aku berkembang, Bu." Dengan mengabaikan segala aroma yang tidak ku sukai, dengan lembut ku kecup kening yang masih banyak pelu itu. Tangan refleks ibu memegang kepalaku. Dapat ku rasakan tangan itu mengelus pelan ubun-ubunku. Rasanya masih sama. Nyaman dan menenangkan.
"Selamat istirahat, Bu," ucapku lembut di samping telinganya. Tidak ada reaksi dari ibu. Detik berikutnya ibu membalikkan badan dan memeluk guling di sampingnya. Ia membelakangiku dengan tubuh bergetar. Menangiskah ia?
Tidak ingin membuat tidur ibu terganggu, aku pun keluar dari kamarnya dengan perasaan sedih dan haru. Pertama kalinya ku lihat ibu menangis. Dan pertama kali juga ku kecup kening itu.
Sebenci-bencinya aku pada ibuku, tetap jauh di dalam lubuk hatiku ada rasa cinta yang mendalam bagi ibu yang tak mampu aku utarakan dan tunjukan. Walau jarang sekali aku mengatakan bahwa aku mencintaimu tapi aku selalu paham setiap tarikan nafasmu. Arti dari setiap senyum dalam lamunan panjangmu. Aku ingin memulihkan apa yang sudah kita lewati ini. Ingin memulihkan apa yang telah kita lalui dan hidup dengan lebih baik.
Drt...drt..
Suara alarm menyadarkanku dari pikiran penat dan lara ini. Suara alarm pertanda sudah pukul lima. Aku harus menyiapkan sarapan dan berangkat ke sekolah.
Hari ini adalah hari kelulusan. Tiga tahun aku bergelut di sekolah menengah atas. Tidak memedulikan perkataan dan pandangan sekitar, aku tetap melanjutkan sekolahku. Dan akhirnya hari ini adalah hari penentuan apakah aku bisa menyelesaikan studiku atau tidak.
Nasi yang sudah ku masak malam ku keluarkan dari rice cooker dan mendinginkannya. Bumbu nasi goreng yang sudah kusiapkan dan wajan sudah ku panaskan. Tidak membutuhkan waktu lama, aroma semerbak memenuhi dapur rumahku. Telur mata sapi dan daging ayam sudah ku goreng dan dihidangkan di meja.
Tepat pukul tujuh, aku sudah siap dengan seragam sekolah dan duduk menikmati nasi goreng buatanku sendiri. Aku tidak suka susu dan lebih memilih teh. Susu membuat perut kembung dan mual. Setelah merasa kenyang, piring dan senduk langsung aku bersihkan. Rumah dan taman sudah rapih. Bunga sudah ku siram dan semuanya tumbuh mekar dengan subur.
Cuaca pagi ini sangat cerah. Aku menutup pintu pagar sebelum meninggalkan rumah. Dengan senyum semangat aku melangkah menuju halte bus. Hanya memerlukan waktu lima menit aku sudah sampai di sana.
Pohon Mimba adalah tempat andalanku menunggu bus. Aku lebih memlih berdiri agak jauh dari kerumunan orang. Bukan karena takut tapi menghindari pandangan menjijikan dari manusia yang sok suci itu. dalam jarak sepuluh meter pun beberapa orang saling berbisik dengan ekor mata mengarah padaku. Bukan hal baru. Aku mengambil headset dan memasang musik di ponselku. Lagu Mikrokosmos milik BTS adalah lagu favoritku. Selain menenangkan, kata-katanya mampu membuatku teguh dan terus melangkah ke depan. Aku memandang langit biru dengan bibir tersenyum. Menghirup lebih dalam udara pagi yang masih minim polusi itu. Terasa segar dan menyehatkan.
Lima belas menit kemudian bus pun datang. Semua orang naik ke dalam bus. Aku memilih naik terakhir dan membuatku tidak mendapat tempat duduk.
"Lihat anak jalang datang." Suara seorang gadis dari kursi tengah. Rambutnya diwarna merah menyala. Lipstiknya sangat kontras dengan warna rambutnya. Melihatnya membuat perutku mual. Namun aku tidak ingin nasi gorengku terbuang sia-sia akibat dandanan gadis itu. Aku terus berjalan menuju kursi belakang yang tersisa satu-satunya. Di sampingnya terdapat seseorang entah wanita atau pria aku pun tak tahu. Ia menutup tubuhnya dengan jaket. Suara dengkurannya meyakinkanku bahwa ia sedang tidur. Dengan hati-hati aku duduk di sampingnya. Melepaskan ransel dari pundak dan memangkunya. Bus mulai berjalan dan beberapa tatapan yang sebelumnya tertuju padaku satu persatu mulai sibuk dengan kesibukannya.
KREKKK!!
Kepalaku terbentur di kursi dapan akibat rem mendadak dari sopir bus. Aku mengusap kepalaku yang sedikit perih. Terdengar beberapa umpatan dan pertanyaan yang ditujukan pada sopir bus.
"Maaf, ada tukang ojek yang belok tanpa aba-aba." Suara sopir bus terdengar gugup. Ia juga terkejut tentunya. Bus kembali melaju dan aku pun memperbaiki posisi duduk dan berniat menyandarkan kepalaku di kursi.
Seketika aku langsung berdiri karena merasakan benda asing di belakangku. Seorang lelaki dengan seragam SMP yang duduk di samping menatap aneh ke arahku. Aku tidak memedulikannya dan mencoba menoleh ke belakang ingin melihat benda apa yang ada di sana.
Pahatan Tuhan yang luar biasa pada wajah pria yang masih tertidur pulas. Rahang tegas dan hidung mancung. Orang tuanya pasti cantik dan ganteng sehingga anaknya sungguh rupawan seperti ini. Aku sudah banyak menonton drama dan film, namun lelaki ini sungguh tampan dan berkharisma.
"Apakah ada sesuatu di wajahku?" Aku terlonjat kaget ketika mendengar baritone berat milik lelaki itu. sejak kapan ia membuka mata? Apakah aku terlena dan melamun?
Awal pertemuan dramatis antara Luke dan Mika di sebuah rumah tua ketika disekap oleh klan Mawar Hitam. Mika hanya mengingat tato dengan simbol-simbol kuno di dada Luke, dan Luke hanya bisa mengingat aroma menenangkan dari Mika. Keduanya kembali berjumpa dengan membawa dendam dan ambisi untuk menghabisi satu sama lain. Mungkinkah keduanya mengakhiri dendam dan menjalin kisah atau memilih menghabisi nyawa satu sama lain?
Ini kisah hidupku yang dilahirkan dari seorang wanita yang menjual dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Cacat mental dari kecil dan belum tersembuhkan hingga kini. Aku tidak ingin dilahirkan ke dunia jika kenyataan yang harus ku terima sungguh kejam seperti ini. Bukan salahku, bukan inginku. Aku hanya gadis yang dititipkan pada rahim wanita yang memiliki pekerjaan menyimpang di lingkungan masyarakat. Perihal jodoh yang senantiasa mengganggu pikiranku, aku tidak menginginkan hal itu. Namun, tiba-tiba dia datang tanpa diundang dan diinginkan. Mungkin ini hanya ilusi dari gadis naïf yang tak pernah jatuh hati sepertiku. Edward Watinson Hareld, lelaki tertampan dan terkaya di ibukota menghampiriku dan memintaku menjadi kekasihnya. “Kamu adalah makhluk terindah yang pernah ku temui. Percaya dirilah… Semesta pun cemburu kala redup di bibirmu berganti tawa. Senyumanmu adalah lengkungan terindah dan ternyaman, Aur.” Edward Watinson Hareld. “Mawar yang yang baru saja keluar kuncupnya kini layu sebelum mekar. Begitu pun aku padamu. Belum sempat menjalin kasih namun patah lebih dulu karena status sosial kita.” Aurora Sunsetsa. Namun sejatinya Aurora telah terjebak aura Edward yang mampu meluluhlantakan keutuhan hatinya.
DEWASA AREA!!! Lilyana Maranatha dianggap sebagai istri pajangan oleh suaminya, Richardo Maliando Wayne. Bahagia dan cinta yang didambakannya setelah menikah ternyata hanya angan belaka. Lelaki itu memperlakukannya dengan buruk. "Jangan karena kamu kuanggap sebagai pajangan di dalam rumah ini, bukan berarti tubuhmu akan kuabaikan." Lily tidak mengerti dengan jalan pikiran Richard. "Kamu membenciku tapi kamu malah menyukai tubuhku." Kisah cinta yang berjalan sejajar dan tidak menemukan titik temu. Lily dengan dunianya dan Richard dengan segala pekerjaannya. Sebulan sekali Richard kembali ke rumah, pada setiap kepulangannya Lily senantiasa mendapatkan sakit baik tubuh maupun hatinya. Akankah kehangatan dalam rumah tangga mereka terjadi? Bilamana kasih yang akan terjalin? Ataukah perpisahan yang menjadi jawabannya?
Lelaki dengan sorot mata tajam, minim bersuara dan tegas. Ethand Girogino Alves sang CEO Alves Corp selalu berpikir kritis dan kejam. Bahkan setiap kalimat yang dilontarkannya seperti sembilu yang menyayat hati bagi setiap telinga yang mendengarnya. “Ternyata benar,” Ethand menjeda kalimatnya. Wanita dihadapannya menatap sinis lalu membuang tatapannya ke arah lain. “Barang murah memang selalu berkualitas rendah.” Awal mula pertemuan Ethand dan seorang wanita yang mampu mengubah pandangan hidup dan hatinya. Emma Liandra Jones, seorang wanita yang mahir dalam dunia IT. Bekerja di Alves Corp dan bertemu dengan CEO yang memberinya hukuman di hari pertama kerja. “Bukankah lelaki juga selalu menilai wanita dari sepatu mana yang dipakainya?” Emma seorang yang jenius. Kecantikannya mengalahkan artis papan atas di Vunia. Akankah Ethand me-reset hidupnya dan memulai hidup baru?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Apa yang terlintas di benak kalian saat mendengar kata CEO? Angkuh? Kejam? Arogan? Mohammad Hanif As-Siddiq berbeda! Menjadi seorang CEO di perusahaan besar seperti INANTA group tak lantas membuat dia menjadi tipikal CEO yang seperti itu. Dia agamis dan rajin beribadah. Pertemuan putrinya Aisyah dengan Ummi Aida, seorang office girl di tempat dimana dia bekerja, membuat pertunangannya dengan Soraya putri pemilik perusahaan terancam batal karena Aisyah menyukai Ummi yang mirip dengan almarhum ibunya. Dengan siapa hati Hanif akan berlabuh?
Kumpulan cerita seru yang akan membuat siapapun terbibur dan ikut terhanyut sekaligus merenung tanpa harus repot-repot memikirkan konfliks yang terlalu jelimet. Cerita ini murni untuk hiburan, teman istrirahat dan pengantar lelah disela-sela kesibukan berkativitas sehari-hari. Jadi cerita ini sangat cocok dengan para dewasa yang memang ingin refrehsing dan bersenang-senang terhindar dari stres dan gangguan mental lainnya, kecuali ketagihan membacanya.
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"