Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN
PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN

PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN

5.0
26 Bab
584 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Kematian tragis seorang sinden cantik, Jernih Suminar, yang dibunuh secara keji 17 tahun yang lalu, membawa langkah Lintang Prameswari, putri sang sinden untuk menemui seorang dalang ruwat kondang yang disebut-sebut sebagai penguasa bangsa lelembut karena kesaktiannya, atas petunjuk nenek Lintang. Namun betapa terkejut hati Lintang saat mengetahui kenyataan bahwa Ki Narendra, dalang muda yang berpenampilan layaknya pemuda berusia 25 tahunan dan berwajah sangat rupawan itu ternyata adalah ayah kandung yang telah meninggalkan ia dan ibunya saat ia masih bayi demi meraih tahta dunia yang justru membuat Narendra harus menggadaikan jiwanya dalam perjanjian untuk mendapatkan ilmu kesaktian yang dapat mengantarkan dirinya meraih kekuasaan yang sangat diidamkannya. Tentu saja bukanlah hal semudah membalik telapak tangan bagi Lintang untuk memenuhi ambisi balas dendam serta menagih janji kehidupan indah yang telah terampas oleh nafsu keserakahan duniawi. Karena pembunuh ibunya ternyata juga haus akan kehancuran dirinya. Juga misteri kehadiran Wage, sosok lelaki berwajah mengerikan yang selalu hadir bak malaikat penolong saat Lintang berada dalam bahaya yang mengancam keselamatannya. Sebuah cerita fiksi klasik yang dibumbui mitos, klenik juga romansa.

Bab 1 PEMBUNUHAN KEJI SANG SINDEN

PEMBUNUHAN KEJI SANG SINDEN

Wanita cantik dengan balutan kebaya sederhana berwarna hijau lumut itu semakin mempercepat langkah kakinya. Jalan kampung yang dilaluinya mulai lengang. Sementara bohlam berwarna kekuningan berwatt kecil, yang di tempatkan sebagian warga yang terbilang cukup berada di jalan depan rumah mereka, berjarak agak berjauhan satu sama lain. Sinarnya yang temaram tak mampu menembus kepekatan malam.

Sore ini ia memang agak terlambat pulang ke rumah setelah menyelesaikan latihannya sebagai sinden untuk persiapan pagelaran wayang kulit yang akan digelar Minggu depan di kediaman Lurah desa tetangga untuk acara bersih desa yang dipimpin Ki dalang Suryo yang juga merupakan mantan ayah mertuanya itu.

Kalau dulu, setiap selesai latihan Narendralah yang akan selalu dengan senang hati mengantarnya pulang, memboncengnya dengan sepeda kumbang atau meminjam motor bebek milik ayahnya dan sengaja mencari jalan memutar agar bisa lebih lama berduaan dengannya, tapi sekarang ia harus pulang sendiri dengan berjalan kaki.

Tentu saja waktu yang ditempuhnya untuk sampai ke rumahnya yang terletak diujung desa juga lebih lama. Apalagi jarik yang membalut tubuh bagian bawahnya juga sedikit menghalangi langkahnya yang tergesa. Dalam hati ia berdoa semoga Lintang Prameswari putri kecilnya yang baru berusia Sembilan bulan itu tidak rewel dan merepotkan neneknya.

Wanita itu, Jernih Suminar, sinden tercantik yang berhasil menarik perhatian Narendra, putra semata wayang Ki Dalang Suryo dan sempat menikahinya walau hanya berumur satu tahun saja usia pernikahan mereka. Tapi Suminar menerima dengan legowo keputusan yang diambil lelaki yang sangat dicintainya itu.

Karena sebuah kepercayaan yang ia yakini bahwa apapun yang dilakukan suaminya itu adalah hal yang memang harus dilakukan. Apalagi hingga saat ini, walaupun Narendra telah menjatuhkan talak karena dulu pun mereka menikah secara siri yang hanya dihadiri Ki dalang Suryo serta perangkat kampung setempat sebagai saksi.

Tapi hingga saat ini Narendra dan juga Ki dalang Suryo, mertuanya tetap memberikan nafkah untuk menjamin kehidupannya bersama ibunya yang telah menjanda juga putri kecilnya yang masih bayi itu. Ki dalang Suryo pun masih mengijinkannya menyinden di pagelaran wayang yang dipimpinnya.

Di persimpangan, Suminar mengambil keputusan untuk mengambil jalan pintas agar bisa lebih cepat tiba di rumah meskipun jalan pintas itu merupakan jalan setapak yang membelah perkebunan serta melewati jembatan kayu di atas sungai cukup deras yang biasa digunakan warga untuk mencuci pakaian atau mandi. Dan tentu saja tanpa lampu penerangan karena jalan setapak itu berada jauh di belakang perumahan warga.

Tapi hanya itu satu-satunya jalan pintas jika ia ingin secepatnya tiba di rumah. Kalau menyusuri jalan kampung, ia harus berjalan memutari perkebunan untuk sampai ke rumahnya. Waktu yang lebih panjang dan jarak yang hampir tiga kali lebih jauh yang harus ditempuhnya.

Suminar segera menyalakan lampu senter yang biasa dibawanya saat berada di luar rumah atau sedang melakukan perjalanan dimalam hari.

Tanpa sedikitpun perasaan takut, ia berjalan membelah kepekatan malam.

Sejak bapaknya meninggal dunia bertahun-tahun lalu yang membuatnya harus hidup berdua saja dengan ibunya telah mengajarinya untuk menjadi gadis tegar, mandiri serta tak mengenal takut.

Ia juga terbiasa bekerja keras di kebun untuk membantu meringankan beban hidup yang harus di tanggungnya bersama ibu tanpa harta peninggalan yang berarti dari bapaknya selain tanah kebun yang tak terlalu luas dan sepetak rumah yang terbuat dari anyaman bambu dan papan kayu yang berdiri diatasnya.

Berada ditengah perkebunan pada malam hari juga sudah menjadi hal yang lumrah, Karena dirumahnya tidak terdapat jamban, untuk keperluan buang hajat bahkan saat malam hari, biasanya ia lakukan di sungai yang berada tak jauh dari kebun milik ibunya.

Hampir mendekati sungai saat langkah Suminar terhenti setelah indera pendengarannya menangkap suara langkah kaki selain langkah kakinya di sela-sela gemuruh suara air sungai yang berada belasan meter di depannya.

Tapi saat Suminar menghentikan langkahnya, suara lain yang didengarnya juga tak lagi terdengar. Tak ada siapapun saat Suminar mencoba mencari-cari bayangan seseorang di balik pepohonan dengan sinar lampu senter yang di genggamnya. Tapi Suminar yakin tadi ia telah mendengar sesuatu. Setelah beberapa saat meneliti dan tidak menemukan apapun, Suminar kembali melanjutkan langkahnya.

Jembatan kayu sudah terlihat di depannya saat kembali suara langkah asing itu tertangkap oleh pendengaran Suminar. Dengan perasaan sedikit gentar, kembali ia berhenti untuk melihat siapa yang tengah berjalan di belakangnya.

Namun, belum lagi ia sempat membalikkan tubuhnya, sebuah telapak tangan yang besar dan kasar kapalan telah membekap mulut dan sebagian wajahnya. Seketika ia berusaha meronta untuk membebaskan tubuhnya yang tiba-tiba saja sudah terjepit lengan kekar seorang laki-laki. Suminar tidak dapat mengenali siapa laki-laki itu, karena selain suasana gulita, lampu senter yang tadi dibawanya pun sudah terlempar entah kemana. Dan mati seketika setelah terbanting ke tanah.

Suminar masih berusaha melepaskan diri selama beberapa saat tapi tentu saja usahanya sia-sia. Ia sudah kehabisan seluruh tenaganya saat tiba-tiba sebuah pukulan keras menghantam pelipisnya. Seketika ia merasakan semua benar-benar menjadi gelap gulita.

Entah sudah berapa lama ia jatuh pingsan oleh hantaman keras di pelipisnya, saat perlahan-lahan kesadaran mulai menghampirinya oleh rasa sakit yang seolah telah merobek bagian bawah tubuhnya. Dan rasa sakit yang teramat sangat itu begitu menyiksa seolah sebuah benda besar dan keras tengah dengan kasar dihujamkan berulang-ulang pada kewanitaannya. Ia ingin menjerit tapi mulutnya telah tersumpal oleh secarik kain yang sudah diikat keras di kepalanya. Bahkan matanya tak mampu ia buka kerena rasa pusing yang mendera kepalanya.

Di keheningan malam itu, hanya telinganya yang masih dapat menangkap suara dengus nafas memburu serta perpaduan aroma arak dan keringat yang menerobos penciumannya. Juga suara-suara berat lain yang mencoba berebut kenikmatan atas tubuhnya. Ditengah rasa sakit yang menderanya, Suminar menyadari, setidaknya tiga orang lelaki berhati iblis telah secara bergiliran menodai tubuhnya.

Dan saat ketiganya sudah merasa puas menikmati tubuh tak berdaya Suminar. Tiba-tiba seseorang telah melingkarkan secarik kain ke lehernya, lalu detik berikutnya, kain yang menjerat leher Suminar telah mengetat oleh tarikan kuat dikedua ujungnya. Menutup jalan masuk udara kehidupan rongga dada Suminar. Tanpa daya perlahan Suminar merasa kegelapan abadi tengah merengkuhnya.

Sedetik sebelum cahaya kehidupan terlepas darinya, bayangan bayi mungil yang akan ditinggalkannya memenuhi pelupuk mata yang perlahan mulai kehilangan sinarnya. Bayangan Lintang Prameswari yang kini mungkin tengah menangis lapar mananti air susunya. Suminar menangis tanpa air mata lalu semuanya pun menjadi hampa...

Keesokan harinya seluruh desa dibuat gempar oleh kabar penemuan mayat wanita tanpa busana yang lengkap terperangkap di antara bebatuan sungai.

Dan semua orang mengenali jasad itu sebagai Jernih Suminar, Sinden tercantik yang ada di desa itu.

Semua orang sudah dapat menduga bahwa Sinden Suminar meninggal karena diperkosa dan dibunuh. Tapi polisi desa masih belum mendapatkan petunjuk tentang siapa pelaku pembunuhan keji sang sinden.

***

Narendra bergegas menuju ke rumah Jernih Suminar saat ia mendengar berita kematian wanita itu untuk memastikan kebenarannya.

Ia sungguh-sungguh merasa tak percaya atas apa yang di dengarnya. Bagaimana mungkin ada orang yang tega berbuat jahat pada wanita pendiam yang tak pernah neko-neko itu. Jika Jernih Suminar adalah korban pembegalan, apa yang bisa didapatkan oleh para pembegal itu. Jernih Suminar cuma seorang sinden yang miskin. Lagipula, selama ini belum pernah terdengar ada begal atau perampok yang beraksi di daerah itu. Keadaan daerah tempat tinggal mereka begitu aman dan tentram.

Ini adalah kali pertama terjadi kasus pembunuhan dengan di sertai kejahatan seksual di daerah yang biasanya aman dan damai, sehingga kejadian itu menjadi berita yang sangat menggemparkan dan beritanya terdengar sampai jauh keluar daerah. Dan kebetulan korbannya adalah wanita yang sangat dicintainya.

Dan kebenaran yang ia dapatkan setibanya ia di rumah bambu yang dulu pernah ditinggalinya bersama Suminar benar-benar membuat hatinya terguncang.

Dengan memeluk putri kecilnya yang baru berusia sembilan bulan itu, Narendra tersedu. Sebersit rasa penyesalan menyelinap di hatinya. Keputusan yang diambilnya beberapa bulan lalu untuk meninggalkan keluarga kecilnya demi meraih impiannya menguasai dunia telah membuatnya kehilangan wanita yang sangat dicintainya.

Angannya melayang mengingat saat-saat terakhir kebahagiaan hidup bersama keluarga kecilnya, bersama Jernih Suminar dan Lintang Prameswari, putri kecilnya yang telah dirusaknya sendiri.

Dia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan putrinya itu

***

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY