/0/3126/coverbig.jpg?v=9be2462820d3481401bbef37e8a1f518)
Tidak ada satupun kejadian, tanpa adanya pelajaran yang Allah SWT berikan untuk hamba-Nya. Sebesar apa nikmat itu kamu rasakan, sebanding dengan sebesar apa kamu bersyukur. 🔐 @ euncpena97
Matahari terbenam menemani seorang gadis, yang baru saja memarkirkan sepedanya di depan kost-an mungil miliknya, ia menyeka peluhnya yang mengucur di atas pelipisnya, rambut panjang sebahunya sudah lepek karena keringat.
"Nak Zera, baru pulang nak?"
Merasa namanya di panggil, gadis bernama Zera itu membalikkan tubuhnya menghadap seorang wanita paruh baya, yang berada di belakangnya.
Senyuman wanita paruh baya itu membuat lelah Zera menguap, entah kenapa, Zera selalu tenang ketika melihat dan berada di dekatnya.
"Iya, hari ini Zera gak dapat pekerjaan lagi," jawabnya dengan lesu, kepalanya tertunduk dengan jari - jari yang bertautan.
Salah satu kebiasaan Zera, menautkan dan memainkan jarinya ketika ia sedih, takut, atau gugup.
Wanita paruh baya yang memakai gamis hitam dan kerudung abu - abu itu tersenyum, tangan halusnya menyeka keringat Zera yang kembali mengucur di pelipisnya.
"Jangan sedih, nak. Allah tidak memberikan ujian pada hamba Nya, kecuali beserta dengan solusinya. Dan Allah tahu kamu itu mampu melewatinya."
"Zera tadi jatuh, mik. Lihat, lutut Zera luka."
"Yaa Allah, nak. Ayo ikut umik, biar umik obati."
"Zera obati sendiri aja, mik."
"Udah ayo ikut umik, kebetulan ada anak umik yang kuliah dokter, dia baru aja pulang dari tugas KOAS nya."
"Malu, umik."
Wanita paruh baya yang di panggil umik itu tetap memaksa, ia menggandeng lengan Zera dan membawanya ke rumahnya di samping masjid tidak jauh dari kost-an Zera.
Pondok Pesantren Dar Al Hadi
Terpampang nama pesantren di depan gerbang besar berwarna serba putih, Zera hanya menunduk sambil menggenggam erat tangan umik Hanna.
Rumah umik Hanna berada di dalam pesantrennya, namun memiliki pintu khusus di sebelah kiri, sebelum memasuki pesantren. Jadi mereka tidak harus melewati pintu yang di lalui oleh para santri putera di sana.
Sedangkan tempat untuk santri puteri berada di seberang bangunan ini, memiliki gerbang tinggi lagi yang memisahkannya dari gedung santri putera.
"Nak, duduk dulu ya di sini? Umik mau panggil anak umik dulu," ucap umik Hanna sebelum menghilang di balik pintu coklat berukir lafadz Allah dan Rasulullah.
Semua pintu di rumah dan pesantren Al Hadi memiliki ukiran Allah, Rasulullah, nama - nama sahabat, istri Rasulullah dan puteri Rasulullah.
Tidak lama Zera menunggu, umik Hanna keluar bersama seorang puterinya yang calon dokter.
Berbalut gamis berwarna hijau tosca, gadis cantik itu tersenyum dan duduk di sebelah Zera.
"Dek Zera kenapa kok bisa luka?" tanyanya dengan lembut.
Mendapat perhatian yang hangat dari umik Hanna dan puterinya, Zera menjadi terharu dan tak sadar menitihkan air matanya.
Umik Hanna dan puterinya terkejut, akan tetapi mereka tetap tenang. Tidak mau membuat Zera semakin gusar.
Dengan perlahan, umik Hanna memeluk Zera dari sisi kanannya, mengelus punggung gadis cantik itu dengan lembut, sedangkan puterinya dengan telaten dan hati - hati, mengobati luka di lutut Zera.
"Yaa Allah umik, itu kenapa anak orang di buat nangis?"
Suara abi Hanan membuat ketiganya menoleh, menatap seorang lelaki paruh baya yang berwibawa dan tatapan hangatnya.
"Abi, kenalin ini Zera. Yang suka umik ceritain itu, anaknya cantik kan bi?"
"Oh ini nak Zera? Kenalin ya, nak. Abi Hanan, suaminya umik Hanna dan ayahnya Aisyah," kata Abi sambil tersenyum pada Zera.
Sedangkan Zera yang berada di pelukan umik Hanna, hanya mengangguk dan tersenyum semanis yang ia bisa.
Matanya sembab dan wajahnya memerah mendengar pujian cantik dari umik Hanna.
"Terus kenapa Zera kok nangis?"
"Zera luka, abi. Ini Aisyah baru aja obatin," jawab Aisyah sambil merapikan kotak obat miliknya.
"Astaghfirullah, nak. Kenapa bisa luka kaya gini?"
"T-tadi jatuh dari sepeda," cicit Zera kemudian bangun dan merapihkan rok sebetisnya, kemudian berjalan mundur.
"Zera pulang dulu, makasih ya umik, kak Aisyah, abi, assalamu'alaikum," sambungnya dengan nada bergetar dan buru - buru keluar dari rumah tersebut.
Dengan perasaan berkecamuk, Zera berjalan cepat menuju kostannya, sambil sesekali menyeka air mata yang mengalir di pipi putihnya.
Berada di tengah - tengah kehangatan keluarga umik Hanna, membuat Zera merasakan sesak di dadanya.
Tiba - tiba ia mengingat bagaimana ia akhirnya berakhir tinggal seorang diri di sebuah kost kecil ini, sendirian dalam sunyi dan dingin.
Bahkan Zera harus rela sekolahnya berhenti di kelas 2 SMA, dan mencari pekerjaan kesana kemari demi sesuap nasi. Luka itu selalu ada, membekas dan selalu terasa.
Sampai kapan Zera harus begini?
Zera ingin menyerah, rasanya sakit sekali ketika hidup tapi terombang - ambing, tidak ada yang menginginkannya, tidak ada yang membelanya bahkan di saat terpuruk sekalipun.
Bersambung ...
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. "Berhentilah menggangguku!" kata mantan pacarnya. "Hatiku hanya milik Jenni." "Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?" kata seorang tokoh besar misterius.