/0/2470/coverbig.jpg?v=f60419e9f54eeb9c9c253fb2146be12d)
Wajah Ningsih kusut. Dia telah mengambil keputusan yang mengubah hidup dengan mengandung bayi untuk pria tak dikenal, untuk memenuhi biaya operasi ibunya, tidak menyadari apa yang akan terjadi di masa depan untuknya. Lima tahun telah berlalu dan dia telah menjadi dokter anak terkenal. Saat dia melangkah keluar dari bandara dengan tujuan dan impian besar, takdir menyambutnya dalam wujud seorang anak laki-laki – yang ayahnya tidak lain adalah pria aneh, Charles, yang telah membantu Ningsih menyelamatkan ibunya. Bahkan sebelum Ningsih bisa menelan kebenaran, dia bingung dengan kedatangan tak terduga seorang pria dengan bayi perempuan, yang mengaku sebagai putrinya. Apa yang akan Ningsih lakukan? Apakah ada lebih banyak rahasia dari masa lalunya yang menunggu untuk membawanya dalam perjalanan yang kacau balau?
"Nona, Nyonya telah mengatakan bahwa Anda akan mendapatkan imbalan sebesar dua puluh milyar rupiah jika Anda bisa melahirkan seorang bayi laki-laki, dan tujuh milyar jika Anda melahirkan seorang bayi perempuan." Kata Wanita tua itu dengan nada yang lembut.
"Baiklah." Ningsih Ambarita menganggukkan kepala, sebagai tanda persetujuan atas pernyataan wanita tua itu.
Saat ini, dirinya tidak mempunyai pilihan lain selain menerimanya Ia sangat membutuhkan uang untuk dapat melunasi tagihan rumah sakit ibunya, sedangkan terhadap biaya operasi ibunya yang sangat mahal, Ayahnya, Karam Ambarita, tidak memberinya sedikit pun bantuan, pria itu tidak peduli sama sekali.
Ningsih sangat emosi, tetapi dia juga tidak bersedia untuk menyerah, sehingga ia memutuskan untuk tidak akan lagi memohon bantuannya. Merasa terdesak oleh keadaan, Ningsih hanya bisa meminta bantuan kepada pacarnya, Christian Yap, akan tetapi ia malah mendapati bahwa kekasihnya itu telah berselingkuh dengan saudara tirinya, Fanny Ambarita.
Ketika seseorang sedang dalam kesialan, Itu akan menggiring seseorang untuk mengambil sebuah keputusan yang drastis, ibaratkan minum air dingin juga bisa mencekik gigi
Dengan semua kejadian itu, Ningsih hanya dapat mencibir, sepatah kata pun tidak terucap, membanting pintu dan melangkah pergi menjauh dari pria itu.
Petir menyambar dan langit bergemuruh seakan mengerti akan penderitaan yang saat ini dirasakannya. Tidak lama kemudian, disertai dengan rintik hujan yang deras, baju tipis yang saat ini dikenakannya pun mulai basah oleh air hujan.
Ketika orang lain di sekitarnya berlari untuk mencari tempat berteduh, hanya dirinya tetap berjalan di bawah hujan, seakan sebuah jiwa yang berkelana, tanpa memiliki tujuan.
"Nona!" Seseorang memanggilnya.
Ningsih berbalik, dan ia melihat seorang wanita tua yang tidak di kenal.
Ia mengangkat tangan untuk menyeka hujan dari wajahnya dan menghampiri wanita itu "Nyonya, ada apa?"
"Nona, Aku hanya ingin menanyakan, berapa umurmu?" Wanita tua itu kemudian meraih tangannya dan berjalan ke sebuah beranda kafe teh susu.
Ia mengamati Ningsih dengan teliti, di matanya muncul sebuah cahaya yang penuh kegembiraan
"Umur saya sembilan belas tahun," ucap Ningsih dengan jujur.
"Begitu!" Wanita itu berhenti sejenak. "Nona, aku tadi melihatmu berjalan sendirian di tengah hujan yang sangat lebat, dan aku merasa bahwa sepertinya kamu sedang menghadapi banyak masalah. Apakah kamu baik-baik saja?"
Ningsih akhirnya tidak bisa menahan tangisannya ketika wanita tua itu bertanya kepadanya. Beberapa saat kemudian, Ningsih menangis dengan tersedu-sedu.
"Ibuku mengalami sebuah kecelakaan mobil sepuluh tahun lalu. Saat ini, beliau dalam keadaan koma, dan beberapa organ tubuhnya mengalami kegagalan, harus segera membutuhkan operasi, sedangkan saya tidak punya uang... Saya..." Ningsih tidak mampu melanjutkan kata-katanya, ia hanya dapat menangis. Ia merasa dirinya seakan tidak memiliki harapan lagi untuk dapat menyelamatkan ibunya.
"Itu hanya masalah uang. Nona, jangan bersedih, kamu tak perlu khawatir seperti itu." Kata wanita itu sambil menepuk punggung Ningsih, berusaha menenangkannya. "Aku memiliki sebuah cara supaya kamu bisa menghasilkan uang, hanya saja, tidak tahu apakah kamu bersedia?" Wanita tua itu dengan ragu berkata.
Asalkan saya bisa menghasilkan uang itu sudah bagus, asalkan ada uang......
Ningsih meraih tangan wanita tua itu dengan penuh semangat, "Nyonya, selama saya bisa menghasilkan uang, apapun bisa saya lakukan."
Wanita itu hanya tersenyum mendengar tanggapan penuh semangat dari Ningsih. "Cara mendapatkannya sangatlah sederhana. Kamu akan mendapatkan uang yang kamu butuhkan, jika kamu melahirkan seorang anak dari tuan mudaku." Wanita itu menatap Ningsih. Nona, apakah kamu bersedia?"
Ningsih tertegun sejenak, dan mengigit bibirnya dan menganggukkan kepala.
Ia sangat jelas tahu bahwa apa artinya memiliki anak di usianya yang masih sembilan belas tahun. Jika orang mengetahui tentang hal itu, reputasinya jelas akan hancur. Namun, ia masih sangat jelas dengan situasinya saat ini, jika ia tidak setuju, maka ia akan kehilangan ibunya.
Harus memilih antara keselamatan ibunya dan reputasi dirinya, Ningsih lebih memilih kehilangan reputasinya.
Mendapatkan persetujuannya, wanita itu kemudian membawa Ningsih ke sebuah rumah mewah.
"Nona, mandilah terlebih dahulu, sebentar lagi tuan muda segera datang. Wanita tua itu menyerahkan sebuah gaun tidur sutra kepada Ningsih. "Tuan akan segera tiba."
Ningsih bergegas menenangkan pikirannya "Baiklah, Nyonya."
Wanita tua itu menepuk pundak Ningsih dengan ringan dan tersenyum. "Kamu tidak perlu khawatir. Tuan muda adalah seorang pria yang baik. Dia akan memperlakukanmu dengan baik malam ini."
"Baiklah. terima kasih." Meskipun Ningsih telah setuju, namun hatinya tetap merasa dirinya sangat gugup dan jantungnya berdetak
"Ingatlah untuk mematikan lampu kamar setelah kamu selesai mandi," perintah wanita itu kepada Ningsih, kemudian wanita tua itu pergi keluar.
"baik." Ningsih masuklah ke kamar mandi dan mandi dengan cepat.
setelah memakai baju tidur, Ia dengan gemetar berjalan keluar, dengan patuh berbaring di tempat tidur, dan memadamkan lampu.
-
Bagaimana menggambarkan suasana hati Ningsih saat ini?
Ia merasa dirinya seolah-olah seekor hewan ternak yang telah dijual, dan sedang menunggu untuk disembelih. Ia bahkan bisa mendengar jantungnya berdetak dengan cepat dan tidak beraturan.
Waktu terasa seolah berhenti. Tidak terasa beberapa jam telah berlalu, akhirnya pintu kamar itu dibuka oleh seseorang dari luar.
Ningsih dengan spontan memejamkan matanya, berbaring meregang dan tidak berani bergerak.
Meskipun begitu, Ningsih tetap dapat merasakan bahwa seseorang dengan sosok yang tinggi sedang menghampiri ranjang yang saat ini ditempatinya.
"Apakah kamu merasa gugup?" Suara serak pria itu, terdengar sangat indah.
"Iya, sedikit," jawab Ningsih dengan suara yang bergetar. Tanpa sadar tangannya mencengkeram seprai yang ada di sampingnya.
"Jangan khawatir," bisik pria itu, Suara pria itu datar, seolah-olah ia sedang mengurus pekerjaan tertentu.
Iya juga, bagi mereka, malam ini hanya sebuah pekerjaan yang harus diselesaikan.
"Baik Tuan." Ningsih menarik napas dalam-dalam dan perlahan membuka matanya.
Saat ini, Tiba-tiba kilatan cahaya petir melintas lewat jendela dan menerangi kamar. Ningsih dengan samar-samar melihat mata sipit dan cerah yang dimiliki pria itu.
Pria itu juga menatap Ningsih.
Karena terkejut, Ningsih buru-buru mengalihkan pandangannya dan menoleh ke samping.
Pria itu kemudian membungkuk ke arah Ningsih, dengan jari-jarinya membuka piyamanya, kemudian berbicara dengan suara serak yang di sertai dengan senyuman, "Ingat, tidak peduli apakah kamu melihatku dengan jelas atau tidak, kamu harus segera melupakanku, sebagaimana aku tidak menganggap keberadaanmu." Pria itu mengatakannya sambil tersenyum.
"Baik Tuan," Ningsih dengan patuh menjawabnya.
Iya, seperti tidak ada keberadaan, kejadian yang terjadi pada malam ini. Setelah Ningsih melahirkan seorang bayi, maka ia harus melupakan semua memori yang ada, dan pergi meninggalkan itu semua.
Hujan di luar semakin deras.
Sepuluh bulan telah berlalu. Di rumah sakit.
Di dalam ruang operasi sebuah rumah sakit, suara tangisan bayi terdengar memenuhi ruangan.
"Bayinya seorang laki laki, Nyonya Angelina!" Wanita tua itu berlari keluar dari ruang operasi dengan menggendong seorang bayi dalam pelukannya.
"Sebuah kabar yang baik... Kabar baik!" Wanita yang disebut "Nyonya", melipatkan tangannya, dengan tulus berdoa. "Kita akan mendapatkan saham bagian kita dari ayah tuan muda!" Ia berbisik. "Putraku akan menjadi pewaris dari Grup TS. Terima kasih Tuhan! Untung saja bayinya laki-laki!"
"Nyonya. Wanita tua itu berusaha melanjutkan kalimatnya, namun ia bingung bagaimana harus mengatakannya, seakan ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokannya. "Dokter menyebutkan bahwa bayinya juga ada yang perempuan."
"Perempuan?" Nyonya tersebut terkejut dan tercengang. "Saat ini, keluarga kami hanya membutuhkan seorang bayi laki laki. Serahkan saja bayi perempuan itu kepadanya."
"Baik, Nyonya " Jawab wanita tua itu.
Kedua orang tersebut akhirnya meninggalkan rumah sakit itu dengan membawa seorang bayi laki-laki.
"Tidak baik, Ningsih mengalami pendarahan! Ia membutuhkan transfusi darah. Cepat pergi ambilkan kantung darah untuknya."
"Baik, direktur."
Sementara itu, terjadi kepanikan di ruang operasi, para dokter dan perawat selalu keluar masuk, keadaan semakin menegangkan.
Fanny Ambarita yang baru saja datang untuk melakukan aborsi tiba tiba berhenti terdiam. "Perawat, siapa katamu?" Ia bertanya kepada salah seorang perawat, alisnya terangkat karena rasa penasaran
"Ningsih Ambarita, apa kamu mengenalnya?" Jawab perawat yang kemudian balik bertanya.
"Tidak, saya tidak mengenalnya." Sebuah rasa kekejaman melintas melalui mata Fanny.
Dokter dan perawat sangat sibuk, sehingga tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa bayi perempuan Ningsih telah diambil dan dibawa pergi oleh Fanny.
Lima tahun kemudian.
Di Bandara Internasional BJ.
Ningsih yang saat itu mengenakan setelan yang formal dengan anggun berjalan keluar dari bandara.
Sudah lima tahun, Ningsih di selamatkan oleh dokter saat ia melahirkan bayi. Saat itu, begitu tersadar dari operasinya, ia menerima telepon dari sanatorium, mereka mengabarkan bahwa ibunya mulai sadar. Mendengar kabar itu, Ningsih pun bergegas pergi ke sanatorium dengan tubuhnya yang masih lemah, tanpa sempat memberi tahu dokter sebelumnya.
Meskipun ibunya telah sadar, namun saat itu ibunya masih belum dapat berbicara dan masih membutuhkan orang untuk menjaganya. Ningsih menemani ibunya di rumah sakit selama sebulan, kemudian mencari perawat untuk menjaga ibunya, setelah itu Ningsih pun membawa sisa uang itu dan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan studinya di Bidang Kedokteran Anak.
Seolah-olah tujuannya belajar di luar negeri hanya untuk meningkatkan keahliannya di bidang yang sangat diminatinya itu, tetapi sebenarnya tujuannya adalah untuk melupakan segala kesulitan yang telah dilaluinya.
Bagi Ningsih, masa lalu yang telah dijalaninya itu penuh dengan penderitaan, dan juga termasuk rahasia dirinya sendiri.
Kisah cinta pria terkaya keturunan Tionghoa yang tidak percaya pada Tuhan dengan seorang guru yang hidup sederhana dan taat agama bernama Fahima. Berawal dari kekaguman hingga peristiwa pecahnya guci pernikahan keluarga yang berarti kesialan membuat Michael bertekad untuk menikahi Fahima karena ia sangat takut dengan nasib sial. Fahima memberi banyak alasan untuk menolak Michael karena perbedaan keyakinan, prinsip dan gaya hidup. Dia tidak ingin meninggalkan pulau Bangka dan Michael yang harus menetap di Jakarta karena mengurus perusahaan serta bisnisnya, tetapi Miliarder itu tidak menyerah dan tetap berusaha untuk mendapatkan Fahima yang ia anggap sebagai penangkal kesialan yang dialami akibat Guci pecah. Pengalaman spiritual yang terjadi begitu saja tanpa disengaja membawa mereka terus bersama. Bagaimana kisah cinta dua insan yang Tuhan ciptakan dengan banyak perbedaan ini? Mampukah Michael mendapatkan Fahima yang memiliki pengalaman pahit pada pria Tionghoa? Pria itu juga harus bersaing dengan saudara sendiri bernama Jordan.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Dipaksa oleh keadaan, Anggita, anak kuliahan yang baru berumur 20 tahun, memberanikan diri untuk mendaftar menjadi Sugar Baby dalam sebuah aplikasi demi uang. Sayang karena berbadan gemuk dan berkulit gelap, tidak ada yang tertarik padanya. Hingga seorang pengacara sukses bernama Devano Abimanyu menemukan bahwa Anggita tepat seperti wanita yang dicarinya. Tanpa keraguan, Devano menghubungi Anggita dan bersedia membayar semua kebutuhan Anggita selama hubungan mereka berjalan. Sebelum dia menyetujui apa pun, dia menetapkan aturannya: Dia yang memegang kendali. Dia akan memberinya lebih banyak kenikmatan daripada yang pernah dia rasakan. Dalam keadaan apa pun, Anggita dilarang untuk jatuh cinta padanya. Bisakah Anggita mengikuti aturannya? Akankah Anggita akhirnya jatuh cinta? Dan apakah Anggita akan pergi dengan hati yang hancur? Ini aturan Devano, tapi seperti yang dikatakan pria itu, aturan ada untuk dilanggar.
Setelah memutuskan hubungan dengan keluarganya yang terjerat kasus korupsi, Magnus bekerja pada keluarga Montgomery, sebuah perusahaan lokomotif terbesar di dunia. Dan dia harus menikah dengan Cressa, putri bungsu Montgomery yang pemarah. Bersama, Magnus dan Cressa punya tujuan masing-masing dalam pernikahan itu. Namun, perlahan-lahan Cressa mengungkap jati diri Magnus yang sebenarnya. Magnus bukan anak koruptor semata, lalu siapa sebenarnya dia?
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
//Mature conten 21+// Meghan Crafson, mantan model majalah dewasa. Di usianya yang sudah menginjak 30 tahun dia masih kelihatan cantik dan seksi layaknya remaja 20 tahunan. Dinikahi seorang Crazy Rich asal New York hanya membuatnya bahagia dari segi financial saja. Namun dia tak mendapatkan kepuasan sex dari suaminya yang sudah berusia 50 tahun itu. Sampai akhirnya kedatangan Hardin merubah segalanya. Hardin Willbowrn, pria tampan dengan postur tubuh atletis menyerupai aktor Hollywood itu adalah putera tunggal suaminya. Gejolak nafsu liar Meghan menginginkan anak tirinya itu. Dia pun berusaha menggoda Hardin di belakang suaminya. Sebagai pria normal, tentu Hardin kesulitan menolak gelombang gairah liar yang ibu tirinya tawarkan. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Akankah Hardin menolak gairah liar ibu tirinya itu? Atau dia malah terjun dalam kenikmatan salah yang ditawarkan Meghan?