Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Derita Penantian Cinta
Derita Penantian Cinta

Derita Penantian Cinta

5.0
29 Bab
756 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Almira merupakan gadis desa yang memiliki gelar sarjana serta tengah bekerja di salah satu perusahaan swasta. Almira yang selalu didesak oleh ayahnya untuk segera menikah lantaran sang adik sudah lebih dulu bertunangan dengan kekasihnya. Ayahnya tidak ingin Almira dilangkahi, karena menurutnya itu akan menjadi aib di keluarga dan dikhawatirkan akan jodoh Almira yang akan semakin lama datangnya jika dilangkahi adik perempuannya. Almira beberapa kali dijodohkan bahkan dipaksa menikah oleh ayahnya. Namun karena adanya rasa ketidakcocokan dengan laki-laki pilihan ayahnya, Almira pun menolak semua pria-pria itu. Alhasil, ayah Almira marah dan tak terima, Almira pun dianggap sebagai gadis sombong dan pemilih.

Bab 1 Jodoh untuk Almira

Hatiku seolah berbunga-bunga, dan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Betapa tidak, hari ini adalah hari pernikahanku, hari di mana akan tercatat sejarah dalam hidupku. Sebentar lagi akan ada laki-laki yang akan resmi menjadi imam dan suamiku, ia adalah pemuda yang aku kagumi, aku menyukainya sejak pertama kali kita bertemu. Mungkin bukan hanya aku, siapa pun gadis akan bahagia jika ia berhasil dilamar oleh pemuda pujaannya.

Aku berjalan perlahan dengan dituntun oleh adik dan kakak keduaku, mereka mengantarkanku ke dalam masjid di mana ijab qobul akan dilaksanakan. Para saksi dan tamu sudah berkumpul di sana untuk melihat proses akad nikah yang sedari dulu aku bayangkan. Yang terpenting dan utama, adalah Adryan, laki-laki yang akan meminangku, Adryan nampak sudah siap, ia duduk di depan penghulu dan juga Bapak, mereka tengah menungguku, pengantin wanita yang berbahagia itu. Aku sangat bersyukur dan bahagia karena akan bersanding dengan laki-laki pilihanku, sosok laki-laki yang sempurna di mataku. Aku duduk di belakang Adryan dengan sedikit berjarak dengannya. Adryan lalu menoleh sebentar padaku.

"Bagaimana, sudah siap?" tanya penghulu.

"Siap Pak," sahut Adryan dengan yakin.

"Kalo begitu kita mulai acara akad nikahnya. Silakan Pak Yanto menjabat tangan Mas Adryan," ucap penghulu.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan anak saya yang bernama Almira puspita binti Hadiyanto dengan mas kawin perhiasan 20 gram dan seperangkat alat salat dibayar tunai,"

"Saya terima nikah dan kawinnya Almira puspita binti Hadiyanto dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Adryan dengan lantang dan jelas.

"Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu.

"Sah..!" jawab serentak saksi dan para tamu.

"Alhamdulillah," semua orang yang hadir dengan kompak mendoakan atas pernikahanku dan Adryan.

"Selamat, sekarang kalian sudah resmi jadi sepasang suami istri," ucap penghulu.

Setelah resmi mengucapkan ijab qobul, Adryan langsung membalikkan badannya dan aku dengan rasa malu dan gugup bergerak mendekat padanya. Manik coklat yang selama ini aku hindari kini telah bisa ku tatap dan kunikmati sinarnya, bahkan dengan jarak yang hanya sejengkal tangan. Kini semesta pun ikut mendukung dan tak akan ada jarak apapun lagi antara aku dengannya. Setelah mencium tangan Adryan yang kini sudah resmi menjadi suamiku, aku dan Adryan diperintahkan untuk menandatangani buku nikah kami.

Aku dan Adryan saling menatap sejenak, aku melihat ada binar bahagia di sudut bola mata laki-laki ku itu. Lagi-lagi aku tidak menyangka bahwa hari itu aku sudah dipersunting oleh laki-laki pujaanku. Lalu aku tak sengaja menoleh ke samping kiriku, lalu ku lihat Bu Santi tengah menatap nanar padaku dan Adryan. Terlihat di sorot matanya ada kemarahan yang ia simpan. Dia terlihat seperti tengah kecewa dan kesal, mungkin juga tak terima atas pernikahanku yang sudah terjadi.

-beberapa bulan yang lalu-

Aku baru saja pulang bekerja.

"Assalamu'alaikum," ucapku saat memasuki rumah.

"Walaikumsalam," jawab seorang pria paruh baya yang menjadi ayahku. Beliau biasa dipanggil Yanto.

"Baru pulang Mir?" tanya Bapak seraya masih memainkan gawainya.

"Iya, Pak," jawabku lalu mencium punggung tangan Bapak.

"Mir, duduk dulu di sini. Bapak mau ngobrol sama kamu,"

"Ngobrol soal apa, Pak?" tanyaku seraya duduk di samping Bapak.

Aku sedikit menghela nafas ku.

"Mir, tadi siang Bapak ke rumah Om Ridwan, terus katanya, Om Ridwan punya calon buat kamu,"

"Calon?" tanyaku sedikit terkejut.

Bapak menghela nafasnya seraya merubah posisi duduknya dengan lebih tegap.

"Iya, kata Om Ridwan dia kerja di pabrik gitu dan udah lama kerjanya. Terus mau nyari calon istri, dan katanya juga dia sudah dewasa Mir," Bapak menjelaskan dengan semangat.

Sontak membuat keningku mengkerut.

"Bapak ke rumah Om Ridwan cuma mau minta tolong ke Om Ridwan, nyariin jodoh buat Mira?" tanyaku dengan perasaan yang sedikit kesal.

Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kesal dihatiku. Mungkin efek dari rasa lelah karena seharian bekerja, ditambah lagi Bapak mengatakan hal yang tidak aku sukai. Entah mengapa, aku merasa harga diriku jatuh ketika Bapak bilang ada jodoh untukku, apalagi itu dari Om Ridwan.

Om Ridwan memang adik dari Bapak, namun sikapnya kadang membuatku merasa kesal. Aku merasa Om Ridwan terlalu ikut campur dengan kehidupan pribadiku, entah karena rasa perduli sebagai paman atau karena hal lain, tapi sikapnya yang terkesan memaksa melalui Bapak, membuatnyaku kurang nyaman pada adik bungsu Bapak itu.

"Ehh, dengerin dulu Mir, Bapak itu tadi pagi ke rumah Pak Sanusi, buat ngomongin tanahnya yang mau dijual. Pas pulang ketemu sama Om Ridwan, terus Om Ridwan ngajakin Bapak ke rumahnya. Ya sudah, Bapak mampir ke sana sekalian istirahat sebentar, terus ngobrol-ngobrol biasa, ngobrol soal kamu, soal Rena. Terus Om Ridwan bilang, katanya keponakan temennya ada yang lagi nyari calon istri," Bapak menjawab dengan nada seakan membujukku dengan halus.

Aku menghela lagi nafasku dulu. Bapak memang selalu mendesakku untuk segera menikah, beberapa kali Bapak juga selalu menjodohkanku dengan laki-laki pilihannya. Namun, aku kurang menyukai pria-pria itu, bukan aku ingin menjadi pemilih atau pun merasa lebih baik hingga aku berani menolak pria-pria itu. Namun kenyataanya, pria-pria yang aku temui itu, sangat minim etika dan buruk sikap, jangankan untuk dijadikan suami, untuk mengobrol pun rasanya tidak nyaman.

"Emang siapa sih Pak orangnya?" tanyaku mencoba untuk tetap tenang.

"Dia itu keponakan temennya Om Ridwan, dia katanya kerja sama ngontrak di sini. Om Ridwan juga pernah ketemu sama ngobrol juga sama dia,"

"Terus maksudnya, Bapak mau ngejodohin Mira sama dia?"

"Ya kamu ketemu aja dulu Mir, ngobrol, siapa tau cocok. Dia katanya lagi nyari calon istri, berarti kan udah siap Mir. Kamu coba dulu aja ketemu, terus ngobrol-ngobrol dulu," ucapan Bapak seakan memberi dukungan.

"Ya udah deh, terserah Bapak," ucapku karena sudah merasa lelah.

"Berarti kamu mau yah, nanti Bapak bilangin sama Om Ridwan,"

"Emang Bapak udah tau orangnya kayak gimana?"

"Ya belum, tapi kata Om Ridwan kalo kamu mau ketemu sama dia, nanti malam pulang kerja dia langsung ke sini buat ketemu sama kamu," jawab Bapak.

"Langsung ke sini? Maksudnya habis dia pulang kerja langsung ke sini Pak?" tanyaku sedikit heran.

"Iya, katanya sih kerjanya di shift gitu. Kalo kebagian shift siang ya pulangnya malem, ya mungkin kalo pulang dulu takut kemalaman," jawab Bapak.

Aku hanya bisa diam dan lagi-lagi menghela nafas ku.

"Jadi gimana? Mau yah kamu ketemu sama dia?"

"Terserah Bapak aja deh, Mira nurut. Yaudah Mira capek, Mira ke kamar yah Pak, mau istirahat dulu," jawabku dengan malas lalu beranjak jalan masuk kamar.

"Ya udah, Bapak bilang ke Om Ridwan yah," teriak Bapak.

Aku masuk ke dalam kamar, memejamkan mataku sambil menarik napas dalam-dalam. Aku sungguh sudah kehabisan kata-kata untuk menghindar atau pun menolak orang yang ingin dijodohkan denganku, terkesan sombong dan angkuh, namun kenyataanya, setiap orang yang dikenalkan dan dijodohkan denganku, aku tidak menyukai mereka. Bukan karena fisik atau pun jabatan, namun lebih kepada sikap dan rasa hormat yang ditunjukkan kepadaku. Hidup di pedesaan memang sedikit berat, untuk wanita dewasa sepertiku yang belum kunjung menikah.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY