/0/21511/coverbig.jpg?v=9db48ee4a10939a941892977b757b80d)
Anna, seorang sekretaris cerdas dan disukai di kantornya, dikejutkan oleh kedatangan bos baru yang ternyata adalah Arga, mantan kekasihnya dari masa kuliah. Meski mereka telah lama berpisah dengan luka yang belum sembuh, kini mereka dipaksa bekerja sama dalam proyek besar yang akan menentukan masa depan perusahaan. Ketika perasaan lama mulai muncul kembali di tengah tekanan pekerjaan, Anna dihadapkan pada pilihan sulit, tetap bersikap profesional atau membuka pintu untuk cinta yang pernah ia tinggalkan. Mampukah mereka mengubur masa lalu dan fokus pada tujuan, atau akan terjebak dalam konflik hati yang tak terelakkan?
Anna memulai harinya seperti biasa, dibangunkan oleh suara alarm yang nyaring. Dengan mata setengah terpejam, ia meraih ponselnya dan mematikan alarm.
Di luar jendela, sinar matahari pagi mulai menembus tirai, menyinari ruang kecil yang sederhana namun nyaman.
Setelah beberapa menit mengumpulkan semangat, ia bangkit dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Kegiatan pagi itu adalah momen ritual yang tak pernah terlewatkan. Menyikat gigi, mencuci wajah, dan mempersiapkan diri untuk menjalani hari yang penuh tantangan.
Setelah mengenakan setelan kerja yang rapi, blus putih dengan rok hitam yang anggun.
Anna melihat sekilas bayangannya di cermin. Ia menyisir rambut cokelatnya yang panjang sepunggung dan mengikatnya ke belakang dengan rapi. Dia tidak terlalu memikirkan penampilan, tetapi ia tahu bahwa tampil baik di kantor adalah hal yang penting, terutama sebagai sekretaris eksekutif. Dia ingin menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang profesional dan dapat diandalkan. Dengan satu kali lagi melihat bayangannya, Anna tersenyum kecil dan berjalan keluar dari apartemennya.
Perjalanan menuju kantor tidak pernah terlalu lama. Anna biasanya berjalan kaki, menikmati udara segar dan pemandangan kota yang ramai. Jalanan penuh dengan orang-orang yang bersiap memulai aktivitas harian mereka.
Dalam perjalanan, Anna menyapa beberapa tetangganya dan menyempatkan diri untuk membeli kopi di kedai favoritnya. Aroma kopi yang kuat dan pahit selalu bisa memberinya semangat di pagi hari.
Sesampainya di kantor, ia merasakan aura positif yang selalu menyelimuti tempat kerja itu.
"Selamat pagi, Anna!" sapa Rania, teman dekatnya yang sudah menunggu di lobi. Rania adalah orang yang paling ceria di kantor, selalu memiliki senyuman di wajahnya dan mampu membuat orang lain merasa lebih baik dengan kehadirannya.
"Selamat pagi, Rania! Bagaimana akhir pelan ku kemarin?" tanya Anna sambil tersenyum.
"Oh, sangat menyenangkan! Aku pergi healing ke gunung, pemandangan sunrisenya luar biasa. Kamu harus ikut lain kali!" Rania menjawab dengan semangat, matanya berbinar-binar saat menceritakan pengalamannya.
Anna hanya mengangguk, teringat betapa ia lebih suka menghabiskan waktu di dalam apartemennya dengan buku atau menonton film. Dia memang tidak suka aktivitas fisik yang terlalu ekstrem.
"Kedengarannya seru! Mungkin lain kali," jawab Anna.
Setelah berbincang sebentar, mereka berdua memasuki gedung kantor. Di dalam, suasana terasa sibuk dan penuh energi. Suara ketukan keyboard, percakapan, dan suara telepon yang berdering menyambut mereka.
Anna langsung menuju mejanya, di sebelah kantor manager, yang terletak di sudut ruangan. Meja kerja Anna rapi, dilengkapi dengan komputer, file-file penting, dan foto-foto kecil teman-temannya.
Pekerjaan sehari-hari Anna meliputi menjadwalkan pertemuan, mengelola dokumen, dan mendukung bosnya yang sangat dihormati.
Namun, meski banyak tanggung jawab yang harus diemban, Anna merasa senang dengan pekerjaannya. Ia menyukai tantangan dan percaya bahwa setiap tugas yang diselesaikan dengan baik adalah pencapaian tersendiri.
Sepanjang hari, Anna menjawab telepon, mengatur jadwal pertemuan, dan menyelesaikan berbagai dokumen. Ia menghabiskan waktu di ruang rapat untuk mendukung presentasi dan membantu rekan-rekannya saat diperlukan. Dia tahu kapan harus mendengarkan dan kapan harus memberikan solusi, dan kemampuannya ini membuatnya sangat dihargai oleh semua orang di kantor.
Waktu makan siang tiba, dan Anna serta Rania menuju kafe kecil di dekat kantor. Rania memilih salad segar, sementara Anna memesan sandwich ayam. Mereka duduk di meja di sudut yang biasa mereka pilih dan mulai mengobrol tentang kehidupan mereka.
"Betah amat menjomblo, apakah kamu tidak bisa move on dari mantan mu itu ?" tanya Rania dengan nada usil, menggigit saladnya lalu mengingatnya pelan.
Anna terdiam sejenak. Ia sebenarnya tidak ingin membahas mantannya. Hubungan itu sudah terakhir sejak bertahun-tahun lalu dan mengingatnya hanya membuatnya merasa tidak nyaman.
"Tidak, kabar tentang dia saja aku tidak pernah dengar. Aku sudah move ono kali," jawabnya cepat, berusaha terdengar percaya diri.
"Yakin? Atau mungkin kamu hanya berusaha meyakinkan dirimu sendiri?" Rania menggoda, tetapi nada suaranya lebih pada dukungan. "Kalau kamu benar-benar sudah move on, kenapa selalu nolak cowok yang ingin deketin kamu?"
Anna hanya tersenyum dan mengganti topik pembicaraan. "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan proyek baru yang akan datang? Aku mendengar manajemen sedang mempersiapkan sesuatu yang besar."
Rania mengangguk. "Iya, kabarnya ada direktur baru yang akan memimpin proyek itu. Banyak yang bilang dia sangat kompeten. Aku penasaran siapa dia."
Anna hanya mengangguk. Ia merasa semangat baru menyelimuti kantor saat mendengar kabar tersebut. Proyek baru selalu membawa tantangan dan peluang untuk berkembang.
Namun, dalam hati, ia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kedatangan direktur baru itu. Dia berharap bisa bekerja sama dengan baik, seperti yang selalu dia lakukan dengan Arga.
Setelah makan siang, mereka kembali ke kantor. Anna merasakan sedikit ketegangan di udara. Sebuah pengumuman penting akan segera disampaikan oleh manajemen. Semua karyawan berkumpul di ruang rapat untuk mendengarkan berita tersebut.
"Kira-kira siapa Bos baru kita, ganteng nggak ya?" tanya Rania.
Anna mengedikkan kedua bahunya. "Mana aku tahu."
"Baiklah, terima kasih sudah berkumpul," suara Pak Surya, CEO perusahaan, menggema di dalam ruangan. "Kami memiliki kabar penting untuk kalian semua. Kami dengan bangga mengumumkan bahwa kami akan memiliki direktur baru untuk memimpin proyek besar yang akan datang. Mari kita sambut Arga!"
Nama itu membuat jantung Anna berdegup kencang. Ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Arga, mantan kekasihnya dari masa kuliah, kini menjadi bos barunya. Kenangan-kenangan lama berputar di benaknya, menciptakan campuran antara kecemasan, bos tali dan juga kebencian.
Ketika Arga masuk ke dalam ruang rapat, semua mata tertuju padanya. Ia terlihat percaya diri, mengenakan jas rapi yang membuatnya terlihat semakin karismatik. Meski Anna berusaha menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang, hati kecilnya berdesir. Dia tidak ingin bertemu Arga dalam konteks profesional ini, apalagi setelah semua yang telah terjadi di masa lalu.
Setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan visi serta misi proyek baru, Arga mengedarkan pandangan matanya di antara para karyawan. Ketika matanya bertemu dengan Anna, ia terkejut. Tatapan mata itu mengingatkannya pada masa-masa indah yang pernah mereka lalui bersama. Namun, di sisi lain, Anna merasa terjebak dalam memori yang menyakitkan.
Setelah rapat selesai, Anna merasakan semangat di sekelilingnya. Namun, ia merasa terasing, seolah ada dinding tak terlihat antara dirinya dan rekan-rekannya. Rina menyadari ketegangan itu dan berusaha mengalihkan perhatian Anna.
"Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja!" Rania menepuk bahu Anna pelan.
"Semoga saja, Rania," jawab Anna dengan pelan, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Anna harus beradaptasi dengan dinamika baru, meskipun ketegangan masih terasa. Anna berusaha sekuat tenaga untuk menjaga profesionalisme dan tidak membiarkan masa lalu mengganggu kinerjanya. Tapi, saat mereka bertemu nanti, apakah perasaan lama itu selalu muncul, membawa angin segar sekaligus mengganggu.
Anna kini duduk di meja kerjanya, memikirkan kejadian yang baru saja terjadi.
"Arga?" ucapnya bicara sendiri. "Arga sekarang ada di kantor ini?" Anna masih tidak percaya.
"OMG, tidak. Ini pasti mimpi." lanjutnya.
Anna mencubit tangannya sendiri, "Auh, sakit. Ini, ini bukan mimpi."
Anna kini merenung. Dia berpikir tentang apa yang akan terjadi jika dia dan Arga tidak bisa melupakan masa lalu dan memulai lagi. Tapi saat pikiran itu muncul, ia selalu merasa ragu. Apakah mungkin untuk mengubah sejarah? Apakah mereka benar-benar bisa memiliki hubungan yang lebih baik, atau akankah luka lama kembali menghantui mereka?
Hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Dengan semangat dan keteguhan hati, Anna bersiap menghadapi hari-hari berikutnya, berharap bisa menghadapi tantangan baru yang akan datang sambil tetap menjaga harapan untuk masa depan yang lebih cerah.
Dimas adalah seorang pengusaha sukses sekaligus duda yang dingin setelah perceraian pahitnya. Kehadiran Sinta, sekretaris barunya yang lembut dan ceria, membawa kehangatan yang tak pernah ia rasakan lagi. Sinta pun tanpa sadar mulai terlibat dalam kehidupan anak Dimas yang kesepian, yang bernama Arya. Saat hubungan mereka mulai berkembang, mantan istri Dimas muncul kembali, mengancam kebahagiaan yang baru mereka temukan. Akankah mereka bertahan menghadapi badai ini?
Karina, seorang manajer hotel asal Indonesia, dikirim ke London untuk memimpin renovasi hotel milik keluarganya yang ada di london. Di sana, ia bertemu Henry, seorang arsitek Inggris yang keras kepala. Ketegangan di antara mereka memanas saat Karina mengetahui Henry adalah pria yang dijodohkan dengannya oleh keluarganya. Meskipun awalnya bersikap profesional dan dingin, di bawah bayangan langit london, perasaan cinta mulai tumbuh. Namun, apakah mereka siap menghadapi tuntutan keluarga dan tantangan perbedaan mereka?
Mengandung adegan 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan! Thalia Argantara terlahir dari keluarga sederhana dan cemara yang membuat kepribadian ceria dan humble. Dianugerahi paras yang cantik nan rupawan, Thalia menjadi sangat digemari banyak pria, dia juga wanita yang memiliki otak cerdas sehingga mendapat kepercayaan untuk menjadi Asisten Pribadi baru sang CEO di Alexander Crop. Bryan Alexander yang terlahir dari keluarga kaya raya menjadikannya pewaris utama Alexander Crop, memiliki segudang prestasi dan ketampanan sehingga membuat para wanita terpikat. Beberapa bulan lalu ia memutuskan untuk bercerai dengan istrinya yang berselingkuh dan hak anak jatuh kepada tangan Bryan. Lalu apakah yang terjadi jika Thalia bertemu dengan duda tampan seperti Bryan? Akankah Thalia mampu bertahan dari godaan pesona Bryan?
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Apa yang terlintas di benak kalian saat mendengar kata CEO? Angkuh? Kejam? Arogan? Mohammad Hanif As-Siddiq berbeda! Menjadi seorang CEO di perusahaan besar seperti INANTA group tak lantas membuat dia menjadi tipikal CEO yang seperti itu. Dia agamis dan rajin beribadah. Pertemuan putrinya Aisyah dengan Ummi Aida, seorang office girl di tempat dimana dia bekerja, membuat pertunangannya dengan Soraya putri pemilik perusahaan terancam batal karena Aisyah menyukai Ummi yang mirip dengan almarhum ibunya. Dengan siapa hati Hanif akan berlabuh?
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?