/0/21500/coverbig.jpg?v=3c384c5db51adcff6886494b02143f81)
Naura, seorang desainer muda yang berjuang menyelamatkan bisnisnya, setuju menikah kontrak dengan Adrian, seorang pengusaha sukses yang terdesak tuntutan keluarga. Tanpa melibatkan perasaan, mereka memulai hidup bersama sebagai pasangan yang dingin dan penuh batasan. Namun, di balik kesepakatan formal itu, perlahan tumbuh benih cinta yang tak terduga. Ketika mantan Adrian dan intrik keluarga besar mulai mengancam, mereka dihadapkan pada pilihan sulit. Bertahan bersama atau menyerah pada kesepakatan awal. Bisakah cinta yang lahir dari keterpaksaan menjadi sesuatu yang abadi?
Adrian Mahendra duduk di ruang tamu megah rumah keluarganya, diapit oleh ibunya, Bu Ambar, dan ayahnya, Pak Wisnu. Di atas meja kopi di depannya, terdapat map cokelat tebal yang berisi dokumen hukum terkait warisan keluarga Mahendra Group.
Suasana di ruangan itu terasa tegang. Adrian menatap ayahnya dengan ekspresi yang sulit dibaca, sementara Bu Ambar tampak gusar, memegangi tangan suaminya seolah berharap bisa menenangkan keadaan.
"Adrian," suara Pak Wisnu terdengar berat namun tegas, "kamu tahu apa yang tertulis di dokumen ini, kan? Kalau kamu tidak menikah sebelum ulang tahunmu yang ke-30 bulan depan, hakmu atas saham keluarga akan hangus."
Adrian menghela napas panjang. Ia sudah mendengar kalimat itu berulang kali dalam beberapa bulan terakhir. Sebagai anak tunggal dari keluarga konglomerat yang menguasai berbagai bidang usaha, Adrian tahu dirinya memikul tanggung jawab besar. Tapi, ia tidak pernah menyangka tanggung jawab itu akan datang dengan tuntutan yang begitu spesifik, menikah.
"Papa, kita sudah bicara tentang ini," jawab Adrian akhirnya, mencoba tetap tenang. "Aku tidak bisa menikah hanya demi memenuhi syarat warisan. Itu tidak masuk akal."
Pak Wisnu mengetuk meja dengan ujung jarinya, mencoba menahan amarah. "Ini bukan hanya tentang warisan, Adrian. Ini tentang kelangsungan bisnis keluarga kita. Mahendra Group membutuhkan seorang penerus yang stabil, seseorang yang bisa dipercaya untuk menjalankan perusahaan sekaligus menjaga nama baik keluarga."
"Dan, apa seorang istri akan membuatku terlihat lebih stabil?" Adrian menyela, suaranya dipenuhi sarkasme.
Bu Ambar, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Adrian, ini bukan hanya tentang bagaimana kamu bertanggung jawab. Kamu sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa seorang istri akan membantumu menjalani kehidupan ini. Kamu tidak bisa terus-terusan fokus pada pekerjaan tanpa memikirkan masa depan pribadimu."
Adrian menoleh dan menatap ibunya. "Ma, aku tidak menentang pernikahan. Tapi aku ingin menikah karena cinta, bukan karena tekanan atau tuntutan. Bagaimana aku bisa menjalani pernikahan yang baik jika aku sendiri tidak yakin dengan orang yang akan aku nikahi nanti?"
Bu Ambar menghela napas dan menatap suaminya, seolah meminta bantuan untuk menjelaskan lebih lanjut pada putranya itu.
Pak Wisnu berdiri, berjalan ke arah jendela besar yang menghadap taman belakang rumah mereka. "Adrian," katanya, suaranya kini terdengar lebih lembut, "kita tidak memintamu menikah dengan sembarang orang. Kamu bebas memilih siapa yang kamu rasa cocok. Tapi kamu harus melakukannya sekarang. Batas waktu sudah dekat, dan kamu tahu apa yang dipertaruhkan."
Adrian mengalihkan pandangannya ke map cokelat di atas meja. Ia tahu bahwa warisan itu mencakup saham mayoritas di Mahendra Group, sesuatu yang telah ia perjuangkan selama bertahun-tahun.
Sebagai CEO muda, Adrian telah bekerja keras membuktikan dirinya, memperluas bisnis perusahaan, dan meningkatkan keuntungan. Kehilangan saham itu berarti kehilangan kontrol atas perusahaan yang telah menjadi hidupnya.
Namun, tekanan untuk menikah begitu tiba-tiba dan terasa berat. Ia tidak pernah berpikir bahwa keputusan sebesar ini akan menjadi syarat kelangsungan kariernya.
"Kau tahu, jika kamu tidak mau menikah, itu artinya kamu akan kehilangan segalanya. Semua saham akan jatuh pada Gilang, sepupumu!"
Adrian kini hanya bisa diam menahan semua gejolak di dalam hatinya. Tuntutan itu membuatnya sulit untuk berpikir.
***
Malam harinya, Adrian memilih kembali ke apartemen mewahnya di pusat kota. Ia berdiri di balkon, memandangi pemandangan lampu-lampu kota Jakarta yang berkelap-kelip seperti lautan bintang. Di tangannya ada gelas wine, tetapi ia hanya menatap isinya tanpa minat.
Pikirannya kembali pada diskusi dengan orang tuanya. Pernikahan. Kata itu terus menggema di dalam kepalanya, seperti alarm yang tak kunjung berhenti berbunyi. Ia mengingat kembali hubungan terakhirnya dengan Laras, seorang pengacara sukses yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Mereka berpisah lebih dari setahun yang lalu karena perbedaan visi dan prioritas. Laras ingin fokus pada kariernya, sementara Adrian terjebak dalam jadwal kerja yang padat dan ekspektasi tinggi keluarganya.
"Jika saja semuanya lebih sederhana," gumamnya pelan. "Laras..."
Namun, ia tahu bahwa hidupnya tidak pernah sederhana. Sebagai bagian dari keluarga Mahendra, ekspektasi selalu membayangi setiap langkahnya. Adrian tahu ia harus membuat keputusan cepat, atau segalanya akan berantakan.
***
Keesokan paginya, Adrian kembali ke kantor pusat Mahendra Group. Gedung pencakar langit itu menjulang megah di pusat Jakarta, menjadi simbol kesuksesan keluarganya. Ia langsung menuju ke ruang kerjanya, sebuah ruangan luas dengan dinding kaca yang memberikan pemandangan kota.
Namun, suasana kerja Adrian terganggu oleh kehadiran Tio, sahabatnya sekaligus nasihat pribadinya. Tio datang tanpa pemberitahuan, membawa segelas kopi di tangan dan senyum santai di wajahnya.
"Adrian, kamu kelihatan seperti baru saja ditabrak truk," kata Tio sambil duduk di sofa di sudut ruangan.
Adrian menggeleng sambil duduk di kursinya. "Aku baru saja mendengar ultimatum dari Papa. Aku harus menikah sebelum ulang tahun ke-30 kalau ingin mempertahankan saham keluarga."
Tio tertawa kecil, tetapi saat melihat wajah Adrian yang serius, ia langsung berhenti. "Kamu nggak bercanda, kan?"
Adrian mengangguk pelan. "Sayangnya, tidak. Mereka serius."
Tio bersiul pelan. "Itu gila. Jadi, apa rencanamu?"
Adrian menatap sahabatnya itu, lalu menghela napas. "Aku belum tahu. Aku tidak punya pacar, apalagi seseorang yang bisa aku ajak menikah dalam waktu sesingkat ini."
Tio mengangguk, lalu tersenyum licik. "Kalau begitu, kenapa nggak coba pernikahan kontrak? Cari seseorang yang bersedia menikah hanya untuk sementara waktu. Kamu dapat warisan, dia dapat imbalan. Win-win solution."
Adrian mengerutkan dahi. "Pernikahan kontrak? Itu ide yang gila."
"Lebih gila dari kehilangan saham keluarga?" Tio menantang. "Dengar, Adrian. Kamu perlu solusi cepat. Pernikahan kontrak bukan ide baru. Banyak orang melakukannya untuk alasan praktis. Kamu tinggal membuat kesepakatan yang jelas, dan semuanya akan berjalan lancar."
Adrian terdiam, memikirkan ide itu. Pernikahan kontrak memang terdengar aneh dan tidak lazim, tetapi itu mungkin satu-satunya cara untuk menyelamatkan posisinya di Mahendra Group.
"Dan kamu tahu," tambah Tio, "aku bisa bantu kamu untuk mencari seseorang yang mungkin bisa cocok untuk ini."
"Caranya?" tanya Adrian penasaran.
Tio tersenyum lebar. "Kita bisa pasang iklan di media sosial."
"No! Itu ide yang sangat gila!" Tolak Adrian mentah-mentah.
"Eh, tenang. Kalau begitu nanti aku coba carikan kamu gadis yang mau bekerjasama denganmu, aku kan kenal banyak gadis cantik," kata Tio sambil menaik turunkan alisnya.
Adrian menghela napas berat. "Terserah kamu saja, asal jangan sampai tambah kacau semuanya."
"Tenang, Bro. Semuanya pasti beres!"
Adrian memikirkan ide itu. Ia tidak pernah membayangkan akan mempertimbangkan ide seperti ini, tetapi waktu tidak berada di pihaknya.
"Baiklah," kata Adrian akhirnya. "Atur pertemuan itu jika kamu sudah dapat gadisnya. Aku ingin mendengarnya langsung darinya."
Tio mengangguk puas. "Percayalah, ini akan menjadi keputusan terbaik yang pernah kamu buat."
Adrian tidak yakin dengan kata-kata Tio, tetapi ia tahu ia tidak punya pilihan lain. Jika pernikahan kontrak adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan warisan dan posisinya, maka ia akan melakukannya.
***
Hana terdesak oleh masalah keuangan keluarganya, hingga ia menerima tawaran pernikahan kontrak dari Ray, seorang CEO tampan yang memerlukan istri pura-pura demi menyelamatkan reputasinya. Kesepakatan mereka jelas tanpa cinta, tanpa perasaan. Namun, seiring waktu, benih cinta mulai tumbuh di antara mereka. Ketika rahasia kelam dari masa lalu Ray dan ancaman dari pesaing bisnisnya muncul, Hana dan Ray dihadapkan pada pilihan sulit. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk bertahan di tengah semua kepalsuan?
Syakila, seorang gadis cantik berhijab, dengan berat hati menerima perjodohan dengan Reihan, seorang Polisi yang berdedikasi tinggi. Namun, kehidupan pernikahan mereka jauh dari kata bahagia. Reihan tidak bisa melepaskan perasaannya terhadap Sonia, kekasihnya yang berprofesi sebagai model. Walaupun Syakila mencoba menjadi istri yang baik, ia hanya menjadi bayang-bayang di dalam hati suaminya yang masih terpaut pada wanita lain. Konflik antara cinta, tanggung jawab, dan perasaan terluka mulai muncul ketika Syakila harus menghadapi kenyataan pahit bahwa statusnya sebagai istri hanya sebatas gelar tanpa cinta. Akankah pernikahan mereka bertahan di tengah bayang-bayang masa lalu Reihan?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?