/0/21260/coverbig.jpg?v=f7641cb6d502a8ce7c8a037ab1e39f14)
Sepasang kekasih yang tampak bahagia di depan orang lain ternyata menyembunyikan pengkhianatan. Ketika rahasia ini terbongkar, hubungan mereka menjadi ajang perebutan kepercayaan dan penyesalan.
Matahari mulai meredup di langit senja, menciptakan gradasi jingga yang indah di balik kaca besar ruang tamu Adrian dan Rania. Mereka baru saja selesai mengadakan makan malam keluarga kecil untuk merayakan ulang tahun pernikahan keempat mereka. Di hadapan keluarga dan teman-teman, mereka terlihat seperti pasangan sempurna.
"Selamat ulang tahun pernikahan! Kalian benar-benar pasangan panutan," ujar Tante Marni, ibu Adrian, dengan senyum lebar di wajahnya.
Rania tersenyum lembut, melirik Adrian yang sedang sibuk menuang minuman untuk tamu-tamu terakhir. "Terima kasih, Tante. Semua ini berkat Adrian juga, kok," jawabnya sambil merangkul lengan suaminya. Namun, ada sedikit kekakuan dalam gerakannya, yang hanya bisa dirasakan Adrian.
Adrian memaksakan senyum, lalu mengecup kening Rania sekilas. "Rania itu istri yang luar biasa," ucapnya sambil menatap tamu-tamu mereka. Semua orang tersenyum, menganggap momen itu romantis. Namun, di balik senyum itu, Adrian tahu betul bahwa Rania sudah semakin jauh darinya.
Setelah semua tamu pulang, suasana rumah kembali hening. Rania sedang membersihkan meja makan, sementara Adrian duduk di sofa dengan wajah lelah. Ia membuka ponselnya, terlihat sibuk membalas pesan-pesan yang terus masuk.
"Kamu nggak mau bantu aku beres-beres?" tanya Rania dengan nada datar, tanpa menoleh ke arah Adrian.
Adrian mendongak sejenak. "Nanti aku bantu. Lagi balas pesan kerjaan, penting," jawabnya, kembali menunduk pada layar ponsel.
Rania mendengus pelan. Ia tahu itu bukan hanya pesan kerjaan. Sudah beberapa bulan terakhir ini, Adrian lebih sering menghabiskan waktu dengan ponselnya daripada berbicara dengannya. Tanpa banyak bicara, Rania melanjutkan pekerjaannya, merasa percuma untuk berdebat.
Malam semakin larut. Di kamar mereka, Rania sudah bersiap tidur, namun pikirannya terus melayang ke masa-masa awal pernikahan mereka. Dulu, Adrian selalu perhatian. Bahkan untuk hal kecil seperti memastikan ia merasa nyaman sebelum tidur.
Namun sekarang, Adrian lebih sering sibuk sendiri. Rania mencoba memulai percakapan.
"Adrian, kamu masih ingat nggak dulu waktu kita pertama kali liburan ke Bali? Kamu bilang, kalau kita bisa melewati tiga tahun pernikahan tanpa masalah besar, kita bakal jadi pasangan yang kuat."
Adrian yang sedang memeriksa email hanya bergumam, "Hmm... Iya, aku ingat."
Rania mendesah. "Kamu sadar nggak, kita udah jarang ngobrol seperti dulu?"
Adrian menutup laptopnya, sedikit kesal. "Rania, aku capek. Hari ini udah cukup panjang, dan aku cuma mau istirahat. Apa kita harus bicara soal ini sekarang?"
Rania terdiam, menelan kekecewaannya. Ia tahu Adrian menghindari topik ini, tapi ia tak ingin terus diam saja. "Kalau kita terus begini, Adrian, aku takut kita cuma akan jadi dua orang asing di rumah yang sama."
Adrian menghela napas panjang, lalu berbaring tanpa menjawab. "Aku cuma butuh waktu, Rania. Aku nggak mau berdebat malam ini."
Rania menatap punggung Adrian dengan air mata yang menggenang. Ia merasa sendirian, meskipun suaminya tidur tepat di sebelahnya.
Di luar rumah mereka, di balik jendela kamar Adrian dan Rania, kehidupan tampak sempurna. Namun, di dalamnya, retakan kecil mulai terlihat, mengancam fondasi hubungan yang telah mereka bangun bersama.
Di malam yang sunyi itu, Rania hanya bisa bertanya-tanya: Apa yang sebenarnya terjadi pada kebahagiaan kita?
Malam semakin larut, dan keheningan di kamar terasa menyesakkan. Rania berbaring di sisi ranjangnya, memandang langit-langit dengan pikiran yang kacau. Ia mengingat kembali momen-momen bahagia mereka dulu, mencoba menemukan di mana semuanya mulai berubah.
Adrian di sisi lain sudah tertidur-or at least, terlihat seperti itu. Namun, ponselnya yang tergeletak di meja kecil sebelah tempat tidur terus bergetar pelan. Rania melirik ponsel itu. Rasa ingin tahunya mulai menggerogoti.
Pesan siapa di tengah malam begini? pikirnya. Rania menarik napas panjang, mencoba mengusir pikiran buruk, tapi rasa curiga yang lama terpendam mulai menyelimuti hatinya.
Perlahan, Rania bangkit dari tempat tidur. Ia melangkah hati-hati, memastikan Adrian tetap diam. Ponsel itu masih bergetar sekali lagi. Dengan tangan gemetar, ia meraih ponsel Adrian. Ia tahu bahwa ini bukan hal yang benar, tapi ada sesuatu yang mendesaknya untuk mencari tahu.
Layar ponsel Adrian terkunci, tetapi notifikasi di layar cukup untuk membuat dadanya berdegup kencang.
Maya: "Aku nggak bisa berhenti mikirin kamu. Kita harus ketemu lagi secepatnya."
Rania merasa jantungnya seperti berhenti berdetak. Nama itu muncul lagi-nama yang ia pernah lihat beberapa bulan lalu di ponsel Adrian. Saat itu, Adrian beralasan bahwa Maya hanya teman kerja. Tapi pesan ini... jelas bukan sesuatu yang pantas untuk seorang teman.
"Rania?" suara Adrian tiba-tiba terdengar dari belakang, membuat Rania tersentak. Ia segera meletakkan ponsel itu kembali, berusaha terlihat santai. Namun, matanya yang basah dan ekspresi terguncangnya sulit disembunyikan.
Adrian duduk perlahan, menatap Rania dengan alis terangkat. "Kamu ngapain sama ponselku?"
Rania menggigit bibirnya, menahan emosi yang hampir meledak. "Aku cuma mau tahu, Adrian. Siapa Maya?"
Adrian menghela napas berat, tampak kesal. "Rania, kita sudah bicara soal ini. Maya cuma teman kerja. Kamu terlalu berlebihan."
"Teman kerja?" Rania mengangkat suaranya sedikit, menahan agar tidak terdengar seperti teriakan. "Adrian, teman kerja nggak mengirim pesan seperti itu di tengah malam! Jangan anggap aku bodoh."
Adrian berdiri, berusaha tenang, tapi jelas gugup. "Kamu salah paham. Pesan itu nggak seperti yang kamu pikirkan."
Rania tidak bisa lagi menahan dirinya. "Kalau memang bukan seperti yang aku pikirkan, kenapa kamu nggak pernah cerita apa-apa soal dia? Kenapa semua ini harus disembunyikan?" Air mata mulai mengalir di pipinya, tetapi suaranya tetap tegas. "Kamu tahu, Adrian, aku nggak akan menyalahkan kamu kalau kamu jujur. Tapi sekarang? Kamu malah bikin aku merasa seperti orang asing di pernikahan kita."
Adrian mengusap wajahnya, frustrasi. "Aku nggak tahu apa yang harus aku jelaskan. Aku... cuma butuh ruang, Rania. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri."
"Ruang? Waktu?" Rania tertawa sinis. "Kamu butuh ruang untuk apa? Untuk terus berhubungan sama dia di belakang aku?"
Adrian tak menjawab, dan keheningan itu menjadi jawaban yang lebih menyakitkan daripada kata-kata.
Rania merasa seolah-olah seluruh dunianya runtuh. Ia menatap Adrian, berharap ada sesuatu-apa saja-yang bisa membuktikan bahwa dirinya salah. Tapi Adrian hanya diam, menundukkan kepala seolah tak mampu menatap matanya.
"Selamat malam, Adrian," ujar Rania akhirnya. Suaranya dingin, datar. Ia berbalik dan keluar dari kamar, membiarkan Adrian sendirian dengan rasa bersalahnya.
Di ruang tamu, Rania duduk di sofa, memeluk lututnya. Perasaan terluka dan pengkhianatan mengalir deras, tapi di sudut hatinya, ada tekad baru yang perlahan muncul. Jika Adrian tidak akan berbicara, maka ia harus mencari kebenaran dengan caranya sendiri.
Bersambung...
Seorang wanita yang selalu percaya pada kesetiaan suaminya menemukan bukti perselingkuhan. Dalam pencariannya akan kebenaran, ia juga dihadapkan pada pengkhianatan lain dari orang yang paling ia percaya.
Seorang pria yang merasa pernikahannya tidak bahagia menemukan cinta baru pada wanita lain. Namun, hubungan gelap ini memaksanya untuk memilih antara keluarganya atau kebahagiaan pribadinya.
Seorang pria yang menjalani hubungan jarak jauh dengan kekasihnya tergoda oleh rekan kerja barunya. Saat rahasia perselingkuhannya terungkap, ia harus menghadapi kenyataan bahwa cintanya yang sesungguhnya mungkin telah hilang.
Setelah bertahun-tahun menikah, seorang istri menemukan bahwa suaminya memiliki hubungan rahasia dengan wanita lain. Namun, saat ia mulai menyusun rencana untuk meninggalkan suaminya, ia menemukan bahwa pengkhianatan ini menyembunyikan alasan yang jauh lebih kompleks.
Rhido tak pernah menduga masa lalunya yang hitam dan kelam, ternyata sangat berpengaruh pada kehidupan rumah tangganya bersama Lisda. Wanita yang dinikahinya karena telah berhasil membuat Rhido sadar akan kesalahan masa lalunya. Ketika Rhido sedang berjuang menghilangkan jejak masa lalunya, justru halangan datang dari istrinya. Ketika sedang mengandung anak pertamanya, Lisda justru meraskan gangguan yang membuatnya selalu kesakitan saat berhubungan badan dengan suaminya. Rhido yang teramat mencintai istri dan calon anaknya, rela bertahan tidak melakukan hubungan badan dengan istrinya. Sampai akhirnya Rhido mendapat tugas kerja di daerah pedalaman Jawa Barat dan Kalimantan. Di sanalah godaan demi godaan datang silih berganti. Sanggupkah Rhido yang mantan bajingan itu bertahan dengan kesetiannya, atau malah sebaliknya. Lanas bagaimana nasib Lisda dengan anak yang baru dilahirkannya? Benarkah masa lalu Rhido yang penuh dengan aura mistis kembali menghantui dan menganggunya? Seperti apa aura dan gangguan mistis yang dia dapatkannya? Adakah pengaruhnya pada Lisda, istri sahnya?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Yahh saat itu tangan kakek sudah berhasil menyelinap kedalam kaosku dan meremas payudaraku. Ini adalah pertama kali payudaraku di pegang dan di remas langsung oleh laki2. Kakek mulai meremas payudaraku dengan cepat dan aku mulai kegelian. “ahhhkkk kek jangannnhh ahh”. Aku hanya diam dan bingung harus berbuat apa. Kakek lalu membisikkan sesuatu di telingaku, “jangan berisik nduk, nanti adikmu bangun” kakek menjilati telingaku dan pipiku. Aku merasakan sangat geli saat telingaku di jilati dan memekku mulai basah. Aku hanya bisa mendesah sambil merasa geli. Kakek yang tau aku kegelian Karena dijilati telinganya, mulai menjilati telingaku dengan buas. Aku: “ahhkkk ampunnn kek, uddaahhhhh.” Kakek tidak memperdulikan desahanku, malah ia meremas dengan keras payudaraku dan menjilati kembali telingaku. Aku sangat kegelian dan seperti ingin pipis dan “crettt creettt” aku merasakan aku pipis dan memekku sangat basah. Aku merasa sangat lemas, dan nafasku terasa berat. Kakek yang merasakan bila aku sudah lemas langsung menurunkan celana pendekku dengan cepat. Aku pun tidak menyadarinya dan tidak bisa menahan celanaku. Aku tersadar celanaku sudah melorot hingga mata kakiku. Dan tiba2 lampu dikamarku menyala dan ternyata...
AREA DEWASA! YANG BELUM CUKUP UMUR, MINGGIR DULU YA, CARI BACAAN SESUAI UMURNYA. NEKAT BACA CERITA INI, DOSA TANGGUNG SENDIRI. Pertemuan Anne Mary yang masih berumur 18tahun dengan Marcio Lamparska, 30tahun dalam sebuah tragedi pembunuhan di Tokyo dimana Marcio sebagai pelaku pembunuhan dan Anne yang menjadi saksi matanya membuat hubungan antara Anne dan Marcio terikat dalam suatu kerjasama yang saling menguntungkan karena akibat dari tragedi pembunuhan tersebut, Anne yang merupakan orang terdekat dengan korban, tertuduh menjadi tersangka utama pembunuhan. Sebelum interpol menemukan dan menangkap Anne, Marcio bersama anak buahnya sudah terlebih dahulu menculik gadis itu dan membawanya ke Murcia, Spanyol, kediaman Marcio berada. Anne Mary yang memiliki otak jenius di atas rata-rata hanyalah seorang gadis muda yang sangat lugu, polos namun memiliki mulut yang tajam pedas dan kritis sedangkan Marcio yang tanpa dia sadari sudah jatuh cinta kepada gadis muda tersebut semakin membuatnya protektif menjaga dan memberikan pelatihan-pelatihan fisik pada Anne yang tentu saja semakin membangkitkan api dendam dalam diri Anne yang membara di dalam dadanya. Anne akhirnya bersedia membuka hatinya untuk menerima perasaan Marcio agar dia bisa lebih mudah untuk membunuh pria itu yang ternyata tanpa dia sadari masuk ke dalam perangkapnya sendiri, jatuh cinta pada Marcio. Bisakah Anne melupakan Touda Akira sepenuhnya, orang yang sudah menjadi korban pembunuhan Marcio, dimana Touda merupakan cinta pertama Anne yang mencintainya secara diam-diam dan melupakan balas dendamnya pada Marcio? Bagaimana dengan Iosef, tangan kanan musuh besar Marcio yang sejak pertama kali bertemu dengan Anne, memiliki perasaan tidak biasa terhadap gadis mungil itu. Iosef juga musuh yang pernah melukai Anne namun juga menyelamatkan gadis itu dari kematian. Demi menyelamatkan Marcio, Anne terpaksa ikut pergi dengan Iosef. Iosef yang lembut, perhatian, sangat posesif dan mencintai Anne dengan nyawanya. Cinta yang tulus dan abadi namun memahami jika gadis yang dia cintai tersebut masih mengukir nama Marcio di dalam hatinya. Dalam pelarian bersama Iosef, Anne tumbuh semakin kuat, tangguh dan sangat cantik mempesona. Ayunan pedangnya sangat cepat, akurat, dan sikapnya tegas, tidak segan membunuh siapapun yang menjadi tugas dalam misinya. Akankah pertemuan kembali Anne dan Marcio bisa menumbuhkan perasaan cinta dan kerinduan di antara mereka lagi atau mereka menjadi musuh yang akan saling membunuh? Ikuti terus cerita Anne Mary ini dari seorang gadis biasa yang jelek menjadi seorang gadis muda yang sangat cantik dan memukau namun sifatnya yang sangat tidak peka akan cinta membuat para pria yang terpikat padanya selalu salah paham akan sikapnya. “Ini bukan tentang cinta dan siapa yang kamu pilih, tapi kepada siapa kamu akan berkomitmen untuk memberikan hati yang kamu yakini dia bisa menjaga hatimu dengan sangat baik,” – Anne Mary. CERITA INI EXCLUSIVE HANYA ADA DI BAKISAH!