/0/21272/coverbig.jpg?v=729c7839deb4015b07276d6a2b1835da)
Seorang pria yang merasa pernikahannya tidak bahagia menemukan cinta baru pada wanita lain. Namun, hubungan gelap ini memaksanya untuk memilih antara keluarganya atau kebahagiaan pribadinya.
Pagi itu sama seperti pagi-pagi lainnya di rumah Reza. Suara deru mesin kopi memenuhi dapur yang rapi, ditemani aroma roti panggang yang mulai kecokelatan. Mira, istri Reza, sibuk menyiapkan bekal anak mereka sambil sesekali melirik jam dinding.
Reza duduk di meja makan dengan koran pagi di tangannya, namun pikirannya melayang entah ke mana. Rumah ini selalu penuh dengan aktivitas, tapi ia merasa ada kekosongan yang tak bisa dijelaskan.
"Reza, kamu mau kopi?" tanya Mira, tanpa menoleh. Tangannya lincah memasukkan sandwich ke dalam kotak makan.
"Iya, satu aja," jawab Reza singkat. Ia melipat koran dan memperhatikan Mira. Wanita itu masih cantik seperti dulu, tapi wajahnya kini lebih sering terlihat lelah.
Mira membawa secangkir kopi dan meletakkannya di depan Reza. "Hari ini kamu pulang jam berapa? Anak-anak ada les sore, jadi aku mungkin agak telat pulang."
Reza mengangguk. "Seperti biasa, jam tujuh mungkin."
Obrolan mereka selalu seperti ini-singkat, tanpa emosi, hanya seputar jadwal dan tugas harian. Reza mendesah pelan.
"Kenapa? Kopinya kurang manis?" tanya Mira sambil memeriksa bekal anak-anak.
"Bukan, cuma capek aja," jawab Reza, mencoba menghindari pembahasan lebih dalam.
Mira duduk di hadapannya, menyesap kopinya. "Aku juga capek, Za. Tapi begini kan hidup kita sekarang. Anak-anak butuh kita."
Reza hanya mengangguk. Hatinya terasa berat, tapi ia tak tahu harus mulai dari mana.
Di kantor, suasana tidak jauh berbeda. Reza duduk di mejanya, dikelilingi tumpukan dokumen yang harus ia selesaikan sebelum jam makan siang. Namun, ia sulit fokus.
"Za, makan siang di luar yuk?" suara Doni, rekan kerjanya, memecah lamunan.
"Enggak deh, gue lagi banyak kerjaan," balas Reza.
Doni menatapnya skeptis. "Gue tau lo kerja keras, tapi jangan lupa buat istirahat. Lo kelihatan lelah banget belakangan ini."
Reza tertawa kecil, tapi tawanya hambar. "Nggak apa-apa, Don. Cuma lagi banyak pikiran."
"Masalah rumah tangga?" tanya Doni, setengah bercanda.
Reza hanya tersenyum tipis, tanpa memberikan jawaban.
Malam itu, setelah anak-anak tidur, Reza duduk di sofa ruang tamu dengan segelas teh di tangannya. Mira sedang melipat pakaian di sudut ruangan.
"Kamu nggak tidur?" tanya Mira, tanpa menoleh.
"Belum ngantuk," jawab Reza.
Suasana hening sejenak.
"Mira," panggil Reza, akhirnya memberanikan diri.
"Iya?"
"Kamu bahagia nggak?"
Pertanyaan itu membuat Mira berhenti sejenak. Ia menatap Reza, sedikit bingung. "Bahagia? Maksud kamu apa?"
"Ya, sama aku... sama kehidupan kita sekarang. Kamu bahagia?"
Mira duduk di samping Reza. "Za, ini pertanyaan yang berat. Aku nggak tahu harus jawab apa. Tapi... aku bersyukur punya kamu dan anak-anak. Itu cukup buat aku."
Reza mengangguk pelan, meskipun jawaban Mira tidak sepenuhnya memuaskan hatinya.
"Kamu sendiri? Kamu bahagia?" tanya Mira balik.
Reza terdiam. Ia ingin mengatakan apa yang ia rasakan-tentang kekosongan yang terus menghantui dirinya-tapi ia tidak punya keberanian.
"Aku nggak tahu, Mira," jawabnya akhirnya.
Mira menatap Reza dengan sorot mata bingung. Jarang sekali Reza berbicara soal perasaan, apalagi mengakui hal seperti itu. Biasanya ia hanya diam, membiarkan semuanya berlalu seperti angin.
"Kamu nggak tahu?" ulang Mira, mencoba mencerna jawaban Reza. "Apa maksudnya? Kita baik-baik aja, kan?"
Reza menghela napas, menatap cangkir tehnya yang sudah dingin. "Aku nggak tahu, Mira. Mungkin... mungkin aku terlalu banyak mikir. Tapi akhir-akhir ini aku merasa... kosong."
Mira menggigit bibirnya, bingung harus merespons bagaimana. "Kosong gimana? Apa ada yang aku lakuin salah?"
"Bukan salah kamu," potong Reza cepat. "Kamu udah ngelakuin segalanya buat keluarga ini. Aku yang... aku yang ngerasa ada yang hilang."
Hening sejenak. Hanya terdengar suara detak jam dinding yang menggema di ruang tamu mereka.
"Reza, kalau kamu ngerasa ada yang salah, kita harus bicara," ujar Mira lembut, meski nada suaranya menyiratkan kekhawatiran.
"Ya, mungkin nanti," jawab Reza singkat. Ia tahu percakapan ini bisa berujung panjang, tapi ia tidak punya energi untuk melanjutkannya malam itu.
Mira mendesah, kembali melipat pakaian. "Aku nggak ngerti, Za. Aku cuma pengen kita... ya, seperti dulu. Tapi mungkin aku salah juga. Kita sama-sama capek, ya?"
Reza tidak menjawab. Ia hanya berdiri, membawa cangkirnya ke dapur, dan meninggalkan Mira sendiri di ruang tamu.
Pagi Berikutnya
Reza mengantar anak-anak mereka, Nisa dan Arya, ke sekolah. Di dalam mobil, suara Arya yang ceria memenuhi udara.
"Ayah, nanti kalau pulang kerja temenin aku main bola, ya?" pinta Arya dengan mata berbinar.
Reza tersenyum tipis sambil mengangguk. "Kalau Ayah nggak lembur, ya."
"Ah, Ayah lembur terus," keluh Arya sambil menyilangkan tangan di dada.
Nisa, yang duduk di samping Arya, menyahut, "Arya, Ayah kan kerja buat kita semua. Jangan ngeluh."
Reza tersenyum kecil mendengar pembelaan Nisa, tapi di dalam hatinya, rasa bersalah menyeruak. Ia tahu waktunya untuk anak-anak semakin sedikit.
Setelah menurunkan mereka di sekolah, Reza melanjutkan perjalanan ke kantor. Di lampu merah, ia melirik ke kaca spion dan melihat wajahnya sendiri. Matanya lelah, penuh keraguan.
"Kenapa gue nggak bisa bahagia?" gumamnya pelan, seolah bertanya pada bayangannya sendiri.
Di Kantor
Hari itu, Reza berusaha fokus pada pekerjaannya, tapi pikirannya terus melayang ke percakapan semalam dengan Mira. Ia tahu istrinya bukan orang yang salah, tapi tetap saja ada rasa yang mengganjal.
Ketukan di pintu membuatnya tersadar. Doni masuk dengan ekspresi ceria seperti biasa.
"Za, lo beneran nggak mau ikut makan siang tadi? Enak banget, loh, ada steak murah di dekat sini."
Reza tersenyum kecil. "Gue lagi nggak mood, Don."
Doni duduk di meja Reza, menatapnya lekat-lekat. "Lo kenapa sih, Za? Gue udah kerja sama lo lima tahun, tapi akhir-akhir ini lo kayak orang lain."
"Apa maksud lo?" tanya Reza, mencoba terdengar santai.
"Lo berubah. Lebih sering melamun, kayak nggak ada semangat. Lo ada masalah di rumah?"
Reza terdiam sejenak, lalu menjawab, "Nggak, semuanya baik-baik aja."
Doni tertawa kecil. "Lo nggak pandai bohong, Za. Kalau ada apa-apa, cerita aja. Kadang kita cuma butuh ngomong sama orang lain biar lega."
Reza tersenyum, tapi tidak mengatakan apa-apa. Ia terlalu lelah untuk menjelaskan sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak mengerti.
Malam Hari di Rumah
Mira duduk di ruang tamu sambil menonton televisi, tapi pikirannya jauh dari layar. Percakapan tadi malam dengan Reza masih membebani hatinya.
Saat Reza masuk ke rumah, Mira menyapanya dengan senyum kecil. "Capek?"
"Seperti biasa," jawab Reza sambil melepas sepatu.
"Kamu udah makan malam?"
"Udah di kantor tadi," jawab Reza, lalu berjalan ke kamar.
Mira menatap punggung suaminya yang menjauh. Ada jarak yang semakin lebar di antara mereka, dan ia tidak tahu bagaimana menjembataninya.
Di dalam kamar, Reza duduk di pinggir tempat tidur. Ia membuka ponselnya dan tanpa sadar membuka aplikasi media sosial. Di sana, sebuah nama muncul di notifikasi: Karina Saputra telah mengirim permintaan pertemanan.
Reza menatap layar ponselnya cukup lama sebelum akhirnya menekan tombol terima.
Bersambung...
Seorang wanita yang selalu percaya pada kesetiaan suaminya menemukan bukti perselingkuhan. Dalam pencariannya akan kebenaran, ia juga dihadapkan pada pengkhianatan lain dari orang yang paling ia percaya.
Seorang pria yang menjalani hubungan jarak jauh dengan kekasihnya tergoda oleh rekan kerja barunya. Saat rahasia perselingkuhannya terungkap, ia harus menghadapi kenyataan bahwa cintanya yang sesungguhnya mungkin telah hilang.
Sepasang kekasih yang tampak bahagia di depan orang lain ternyata menyembunyikan pengkhianatan. Ketika rahasia ini terbongkar, hubungan mereka menjadi ajang perebutan kepercayaan dan penyesalan.
Setelah bertahun-tahun menikah, seorang istri menemukan bahwa suaminya memiliki hubungan rahasia dengan wanita lain. Namun, saat ia mulai menyusun rencana untuk meninggalkan suaminya, ia menemukan bahwa pengkhianatan ini menyembunyikan alasan yang jauh lebih kompleks.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Billy melepas Rok ku, aku hanya bisa menggerakan kaki ku agar Billy lebih mudah membuka Rok ku, sehingga Rok ku terlepas menyisakan celana pendek dan CD di dalamnya. Lalu Billy melepas celana pendek ku dan pahaku terpampang jelas oleh Billy, paha putih mulus tanpa cacat. Billy lulu menelusuri pahaku. Aku hanya bisa menikmati dengan apa yang billy lakukan padaku.
Yasmin gadis berusia 20 tahun terpaksa harus menikah dengan seorang duda kaya raya agar perusahaan orang tuanya tidak jatuh bangkrut, bahkan gadis itu harus menerima sebuah perjanjian kontrak. "Kamu pilih Vira atau Anggara? jika kamu pilih lelaki itu, itu artinya pernikahan kita hanya sampai disini." ujar Galih. "Bukankah dari awal perinkahan kita hanya sebuah kontrak? kamu bisa mengakhirinya sesuka hati, tapi kenapa sekarang kamu justru memberikanku pilihan? aku menyayangi Vira seperti anakku sendiri, tapi Anggara... " Yasmin tidak sanggup lagi untuk lanjukan perkataannya karena menangis. Galih memalingkan wajahnya, kedua tangannya terkepal saat melihat istrinya lebih memilih pria itu ketimbang putrinya. Itu artinya sudah tidak ada lagi harapan bagi rumah tangganya dengan Yasmin. "Mulai sekarang jangan pernah temui Vira lagi, dan aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menemuinya untuk selamanya. Karena kamu bukan siapa-siapanya," kata Galih dengan tegas. Yasmin segera menggelengkan kepala dengan linanganang air mata, ia meraih lengan Galih dan berkata. "Tidak, dia anakku, aku adalah ibunya hiks aku-" "Kamu bukan ibunya, skarang juga aku talak kamu Yamsmin." Deg.
Cerita tentang kehidupan di kota kecil, walau tak terlalu jauh dari kota besar. Ini juga cerita tentang Kino, seorang pria yang menjalani masa remaja, menembus gerbang keperjakaannya, dan akhirnya tumbuh sebagai lelaki matang. Pada masa awal inilah, seksualitas dan sensualitas terbentuk. Dengan begitu, ini pula kisah tentang the coming of age yang kadang-kadang melodramatik. Kino tergolong pemuda biasa seperti kita-kita semua. Apa yang dialaminya merupakan kejadian biasa, dan bisa terjadi pada siapa saja, karena merupakan kelumrahan belaka. Tetapi, kita tahu ada banyak kelumrahan yang kita sembunyikan dengan seksama. Namun Kino mempunyai hal yang menarik yang dalam cerita ini lebih menarik dari cerita fenomenal lainnya.
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
AREA DEWASA! YANG BELUM CUKUP UMUR, MINGGIR DULU YA, CARI BACAAN SESUAI UMURNYA. NEKAT BACA CERITA INI, DOSA TANGGUNG SENDIRI. Pertemuan Anne Mary yang masih berumur 18tahun dengan Marcio Lamparska, 30tahun dalam sebuah tragedi pembunuhan di Tokyo dimana Marcio sebagai pelaku pembunuhan dan Anne yang menjadi saksi matanya membuat hubungan antara Anne dan Marcio terikat dalam suatu kerjasama yang saling menguntungkan karena akibat dari tragedi pembunuhan tersebut, Anne yang merupakan orang terdekat dengan korban, tertuduh menjadi tersangka utama pembunuhan. Sebelum interpol menemukan dan menangkap Anne, Marcio bersama anak buahnya sudah terlebih dahulu menculik gadis itu dan membawanya ke Murcia, Spanyol, kediaman Marcio berada. Anne Mary yang memiliki otak jenius di atas rata-rata hanyalah seorang gadis muda yang sangat lugu, polos namun memiliki mulut yang tajam pedas dan kritis sedangkan Marcio yang tanpa dia sadari sudah jatuh cinta kepada gadis muda tersebut semakin membuatnya protektif menjaga dan memberikan pelatihan-pelatihan fisik pada Anne yang tentu saja semakin membangkitkan api dendam dalam diri Anne yang membara di dalam dadanya. Anne akhirnya bersedia membuka hatinya untuk menerima perasaan Marcio agar dia bisa lebih mudah untuk membunuh pria itu yang ternyata tanpa dia sadari masuk ke dalam perangkapnya sendiri, jatuh cinta pada Marcio. Bisakah Anne melupakan Touda Akira sepenuhnya, orang yang sudah menjadi korban pembunuhan Marcio, dimana Touda merupakan cinta pertama Anne yang mencintainya secara diam-diam dan melupakan balas dendamnya pada Marcio? Bagaimana dengan Iosef, tangan kanan musuh besar Marcio yang sejak pertama kali bertemu dengan Anne, memiliki perasaan tidak biasa terhadap gadis mungil itu. Iosef juga musuh yang pernah melukai Anne namun juga menyelamatkan gadis itu dari kematian. Demi menyelamatkan Marcio, Anne terpaksa ikut pergi dengan Iosef. Iosef yang lembut, perhatian, sangat posesif dan mencintai Anne dengan nyawanya. Cinta yang tulus dan abadi namun memahami jika gadis yang dia cintai tersebut masih mengukir nama Marcio di dalam hatinya. Dalam pelarian bersama Iosef, Anne tumbuh semakin kuat, tangguh dan sangat cantik mempesona. Ayunan pedangnya sangat cepat, akurat, dan sikapnya tegas, tidak segan membunuh siapapun yang menjadi tugas dalam misinya. Akankah pertemuan kembali Anne dan Marcio bisa menumbuhkan perasaan cinta dan kerinduan di antara mereka lagi atau mereka menjadi musuh yang akan saling membunuh? Ikuti terus cerita Anne Mary ini dari seorang gadis biasa yang jelek menjadi seorang gadis muda yang sangat cantik dan memukau namun sifatnya yang sangat tidak peka akan cinta membuat para pria yang terpikat padanya selalu salah paham akan sikapnya. “Ini bukan tentang cinta dan siapa yang kamu pilih, tapi kepada siapa kamu akan berkomitmen untuk memberikan hati yang kamu yakini dia bisa menjaga hatimu dengan sangat baik,” – Anne Mary. CERITA INI EXCLUSIVE HANYA ADA DI BAKISAH!