/0/20210/coverbig.jpg?v=efc47124210ed23c44b0411ca2063de5)
Seorang gadis pendiam yang selalu duduk di bangku belakang ternyata diam-diam menyukai teman sekelasnya yang populer. Ketika tugas kelompok memaksa mereka bekerja sama, keduanya mulai menemukan hal-hal yang tidak pernah mereka duga satu sama lain.
Ayu selalu suka duduk di bangku belakang kelas. Bukan karena dia malas atau tidak peduli dengan pelajaran, tapi di sanalah dia merasa paling nyaman. Di sana, dia bisa mengamati semuanya tanpa perlu banyak diperhatikan. Bangku belakang adalah tempat aman baginya, jauh dari sorotan guru dan teman-teman yang suka bertanya macam-macam.
Setiap hari, ketika bel masuk berbunyi, Ayu akan buru-buru masuk kelas, memastikan bahwa tempat favoritnya belum diambil oleh orang lain. Bangku itu seperti miliknya. Dari sudut ruangan itu, Ayu melihat semuanya-guru yang menjelaskan dengan semangat, teman-teman sekelas yang sibuk berbicara satu sama lain, dan tentu saja, Rama.
Rama, sosok yang selalu menjadi pusat perhatian di kelas. Dengan senyum yang hampir selalu menghiasi wajahnya, dia selalu dikelilingi teman-temannya, bercanda dan tertawa. Bagi Ayu, Rama bukan sekadar teman sekelas. Dia adalah orang yang diam-diam mengisi pikirannya, meski mereka jarang berbicara. Ayu menyukai caranya tersenyum, caranya berbicara dengan percaya diri, dan bahkan cara dia memperlakukan orang lain. Semua orang suka Rama, dan Ayu tak terkecuali.
Namun, perasaan itu Ayu simpan rapat-rapat. Tidak mungkin seseorang seperti Rama, yang hidupnya penuh warna dan keriangan, akan memperhatikan gadis pendiam yang selalu duduk di bangku belakang. Lagipula, Ayu tak pernah punya alasan untuk mendekati Rama. Dia hanya bisa menikmati kebersamaan mereka dari kejauhan, diam-diam memerhatikan setiap gerak-geriknya tanpa berharap lebih.
Setiap kali Rama melintas di depannya, jantung Ayu berdegup lebih kencang. Ia selalu memastikan pandangannya teralih ke buku atau catatannya, seolah tak ada yang terjadi. Namun, di dalam hati, Ayu tak bisa menahan rasa rindu yang aneh. Rindu pada sesuatu yang bahkan belum pernah ia miliki. Rindu pada percakapan yang tak pernah terjadi, pada senyuman yang tak pernah benar-benar ditujukan padanya.
Hari-hari di sekolah berjalan seperti biasa. Ayu tetap menjadi gadis yang tak banyak bicara, tak mencolok, dan tetap mengamati Rama dari bangku belakangnya. Baginya, dunia kecilnya di pojokan kelas sudah cukup. Meski kadang ada keinginan untuk mendekati Rama, untuk memulai percakapan, Ayu terlalu takut. Takut ditolak, takut diabaikan, atau lebih buruk lagi, takut perasaannya ketahuan.
Di bangku belakang itu, Ayu bisa membangun dunianya sendiri. Dunia di mana dia dan Rama mungkin bisa lebih dekat, mungkin bisa tertawa bersama seperti teman-teman Rama lainnya. Tapi itu semua hanya ada dalam angan-angannya. Di dunia nyata, Ayu tetap menjadi gadis pendiam di bangku belakang, sementara Rama, seperti biasa, bersinar di depan.
Namun, entah mengapa, Ayu tak pernah bisa benar-benar melepaskan pandangannya dari Rama. Seolah ada sesuatu dalam diri Rama yang membuatnya terus terpikat, meski dia tahu tak ada jalan mudah untuk mengungkapkan perasaannya.
Dan begitulah, hari-hari Ayu terus berputar di sekitar bangku belakangnya, penuh dengan harapan-harapan kecil yang tak pernah ia ungkapkan. Tapi siapa yang tahu? Mungkin suatu hari, sesuatu akan berubah.
Sementara Ayu tetap duduk di bangku belakang, ia sering bertanya-tanya, apa rasanya menjadi seperti Rama? Punya banyak teman, selalu tertawa, seolah dunia tak pernah memberi beban. Setiap gerakannya tampak ringan, seolah tak ada masalah yang menghantui. Sedangkan Ayu, dengan segala keheningannya, merasa sering kali terkunci dalam dunianya sendiri-sebuah dunia yang penuh kehati-hatian dan keraguan.
Suatu hari, di tengah pelajaran matematika yang membosankan, Ayu mengalihkan pandangannya dari papan tulis dan memperhatikan Rama lagi. Dia sedang menulis sesuatu dengan serius, tak seperti biasanya. Biasanya, Rama lebih suka bercanda atau berbisik dengan teman di sampingnya, tapi hari ini berbeda. Ada sesuatu di wajahnya yang membuat Ayu penasaran-seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan.
Tapi tentu saja, Ayu tidak bisa bertanya. Itu akan terlalu aneh. Mereka hampir tidak pernah berbicara, kecuali sesekali saat Rama meminjam penghapus atau pena. Dan meskipun hanya sekadar pertukaran alat tulis, setiap kali Rama berbicara padanya, Ayu merasakan jantungnya berdebar lebih kencang.
Hari itu, setelah bel berbunyi menandakan akhir pelajaran, Ayu tetap di tempatnya sebentar, membereskan buku-buku dengan perlahan. Sementara itu, Rama, seperti biasa, segera dikerumuni oleh teman-temannya yang mengajak pergi ke kantin. Namun, saat Ayu hampir selesai membereskan tasnya, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Rama mendekat ke arah bangkunya.
Ayu berhenti bergerak, menahan napas. Ia tidak percaya Rama benar-benar akan berbicara padanya.
"Eh, Ayu," suara Rama tiba-tiba terdengar di sampingnya.
Ayu mendongak dengan kaget, matanya bertemu dengan pandangan Rama yang tampak sedikit ragu. Ini pertama kalinya Rama menyebut namanya dengan santai.
"Ada apa?" Ayu mencoba terdengar tenang, meski dalam hati ia panik.
Rama tersenyum sedikit. "Kamu sudah selesai tugas matematika yang kemarin? Aku... nggak ngerti soalnya," katanya sambil menggaruk-garuk kepalanya, terlihat sedikit malu.
Ayu terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Rama akan menanyakan itu. "Sudah... aku sudah selesai," jawabnya pelan.
"Kalau nggak keberatan, bisa nggak bantuin aku? Aku bener-bener nggak paham," lanjut Rama.
Jantung Ayu berdegup kencang. Dia tidak tahu harus berkata apa. Bukan karena dia tidak mau membantu, tapi dia tidak pernah membayangkan bahwa Rama akan memintanya bantuan secara langsung. Gadis pendiam yang selalu duduk di bangku belakang, membantu anak populer sekelas? Rasanya terlalu jauh dari realitas.
Namun, Ayu hanya bisa mengangguk. "Boleh... kapan?" tanyanya.
"Mungkin nanti pas istirahat? Atau nanti sepulang sekolah juga nggak apa-apa," jawab Rama, matanya terlihat penuh harap.
Ayu menelan ludah. Sepulang sekolah? Ia tidak pernah membayangkan akan menghabiskan waktu dengan Rama, bahkan untuk sesuatu yang sesederhana itu. "Nanti sepulang sekolah aja," jawab Ayu akhirnya, mencoba terdengar lebih percaya diri dari yang sebenarnya ia rasakan.
Rama tersenyum lebar, senyuman yang membuat Ayu merasa sedikit lebih hangat di dalam hatinya. "Oke, makasih banget, Ayu. Nanti aku tunggu di depan gerbang ya."
Setelah Rama pergi, Ayu duduk kembali, mencoba menenangkan pikirannya yang tiba-tiba dipenuhi berbagai perasaan. Ini bukan mimpi, kan? Rama benar-benar memintanya untuk membantu. Dan sepulang sekolah, mereka akan bertemu lagi. Meskipun itu hanya untuk mengerjakan tugas, Ayu tak bisa menahan perasaan berdebar yang terus menghantui setiap detik kepergian Rama.
Saat teman-temannya mulai berdatangan kembali ke kelas, Ayu masih tenggelam dalam pikirannya. Hatinya dipenuhi pertanyaan-apa yang membuat Rama tiba-tiba mendekatinya? Apa ini hanya soal tugas, atau mungkin ada hal lain?
Ayu menarik napas dalam-dalam. Mungkin ini kesempatan. Mungkin ini awal dari sesuatu yang selama ini ia anggap tidak mungkin. Tapi di balik semua itu, Ayu masih merasakan kegelisahan. Ia terlalu takut berharap lebih. Sebab, di dunia nyata, gadis pendiam di bangku belakang dan anak populer di barisan depan biasanya tidak pernah benar-benar bertemu di titik yang sama.
Namun sore ini, entah bagaimana, takdir memutuskan untuk sedikit berbeda.
Bersambung...
Seorang pria harus memilih antara istri yang selama ini mendampinginya dan kekasih gelap yang membuatnya merasa hidup kembali. Saat keduanya mengetahui keberadaan satu sama lain, pria ini terjebak dalam konflik cinta yang berbahaya.
Seorang istri yang merasa diabaikan memulai hubungan dengan pria yang ia temui secara tidak sengaja. Namun, saat hubungan itu semakin dalam, ia harus menghadapi konsekuensi yang akan mengubah hidupnya dan keluarganya selamanya.
Dua rekan kerja yang sudah menikah diam-diam menjalani perselingkuhan. Namun, perasaan cemburu dan posesif mengancam hubungan mereka, membuat setiap hari penuh risiko untuk diketahui pasangan masing-masing.
Ketika seorang istri mengetahui suaminya berselingkuh dengan sahabat terdekatnya, ia merencanakan balas dendam yang rumit. Namun, rencananya justru membawa lebih banyak luka daripada keadilan yang ia harapkan.
Seorang pria kaya yang tampak bahagia dengan keluarganya menjalani kehidupan ganda dengan seorang wanita yang lebih muda. Ketika hubungan mereka semakin dalam, kekasih gelapnya menuntut lebih, mengancam seluruh stabilitas hidupnya.
Seorang pria yang sering bepergian untuk bekerja mulai menjalin hubungan dengan wanita yang ia temui di perjalanan. Ketika istrinya mulai curiga, ia harus berhadapan dengan kebohongan yang telah ia ciptakan selama ini.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
BERISI ADEGAN HOT++ Seorang duda sekaligus seorang guru, demi menyalurkan hasratnya pak Bowo merayu murid-muridnya yang cantik dan menurutnya menggoda, untuk bisa menjadi budak seksual. Jangan lama-lama lagi. BACA SAMPAI SELESAI!!
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih