/0/18655/coverbig.jpg?v=d3302ecc99c0c438c2826a26e4a1a7f4)
Tak pernah terpikirkan oleh Alisha, pernikahannya akan berakhir karena sebuah pengkhianatan. Rama, suami yang ia bangga-banggakan ternyata mengkhianatinya dan menjalin sebuah hubungan dengan teman aktrisnya. Dengan hati yang tertanam luka, Alisha meninggalkan rumah juga mantan suami yang bahkan tak mengucap maaf. Tak ingin hidupnya hancur karena seorang lelaki brengsek, Alisha pun berusaha melanjutkan hidupnya dimulai dengan mencari kerja berbekal ijazah SMA. Beruntung, temannya menawarkan sebuah pekerjaan, menjadi baby sitter anak dari Damar, seorang CEO muda. Gaji yang besar membuat Alisha menerima tawaran kawannya. Ketulusan hatinya dalam merawat anak mampu membuat Damar jatuh hati. Namun, di saat bersamaan Rama kembali muncul dalam hidupnya. Kata rujuk Pria itu lontarkan. Siapa yang harus Alisha pilih? Damar yang selalu menunjukkan perhatian atau Rama yang menunjukkan penyesalan?
Jemari Alisha mengetuk-ketuk permukaan meja yang mengkilap. Sesekali matanya melirik jam di dinding. Jam makan malam sudah hampir lewat, dan makanan yang tersaji di atas meja mulai dingin. Namun, Rama belum juga pulang.
Alisha meraih ponselnya di ujung meja, mengetik nama sang suami dan menempelkan benda pipih itu di telinga. Hingga dering berakhir Rama belum juga mengangkat panggilan. Alisha kembali mencoba, tapi hanya ada suara operator yang memberitahukan bahwa ponsel Rama tidak aktif.
"Kamu ke mana sih, Mas?"
Siang tadi Alisha menghubungi manajer Rama untuk bertanya jadwal suaminya itu. Manajer Rama bilang hari ini hanya ada beberapa adegan yang harus direkam jadi Rama bisa pulang cepat. Alisha tentu senang. Setelah sekian lama akhirnya dia bisa makan malam bersama suaminya lagi. Sudah hampir tiga bulan ini Rama jarang pulang karena menggarap sebuah film layar lebar.
"Apa Mas Rama tidur di lokasi suting lagi?"
Alisha mengurut kening yang terasa pening. Dia memutuskan untuk menunggu sebentar lagi. Jika Rama belum juga pulang dia akan makan malam sendiri. Lagi.
Dentingan jam yang tergantung di dinding menemani Alisha. Hanya suara benda mati itu dan hembus halus nafas Alisha yang mengisi rumah sebesar ini. Terkadang Alisha merasa kesepian dan butuh teman. Akan tetapi Rama jarang mengizinkannya keluar. Sebagai seorang istri Alisha hanya bisa menuruti perintah Rama.
Dua jam berlalu Alisha habiskan dengan menatap dua buah pintu yang tertutup rapat sambil berharap salah satu daunnya akan terdorong, dan sesosok Rama akan muncul dengan senyum tipis. Namun, hal yang dia inginkan tak terjadi. Hari semakin malam dan udara menjadi semakin dingin. Dentingan jarum jam menjadi semakin nyaring, berlomba dengan gemuruh pelan dari mesin pendingin ruangan.
"Gimana kalau aku telfon lagi?"
Dia mengangguk, mengangkat ponsel yang sebelumnya sudah ia geletakkan di meja. Alisha berdehem kecil sambil menempelkan ponsel ke telinga. Tak seperti sebelumnya. Saat dering kedua panggilannya akhirnya diangkat. Namun, bukan suara Rama yang menyambutnya melainkan suara halus seorang perempuan.
"Halo. Dengan siapa?" tanya suara di seberang.
Alisha membeku. Itu bukan suara manajer maupun Gladys, adik Rama. Dia menggelengkan kepala. Mengatakan pada dirinya bahwa mungkin itu salah satu staf di lokasi suting.
"Saya ...."
Alisha terdiam, bingung bagaimana memperkenalkan dirinya. Pernikahan mereka dirahasiakan dari publik juga teman-teman entertainment Rama.
"Saya saudaranya Mas Rama."
"Saudara?"
"Iya, Gladys." Terpaksa Alisha membawa nama Gladys.
"Maaf ya Gladys, gue kira siapa tadi."
Kernyitan muncul di kening Alisha mendengar nada lawan bicaranya yang berubah lembut.
"Memang nama saya nggak tertulis di kontak Mas Rama?"
"Enggak. Cuma empat digit nomor. Lucu ya, kalian. Cara namain kontaknya beda dari yang lain."
Tawa merdu dari perempuan itu menelisik ke telinga Alisha. Nanti Alisha harus meminta maaf pada Gladys-adik Rama yang selalu mengajaknya belanja karena katanya tidak punya teman-karena sudah memakai namanya.
"Maaf, tapi boleh tau ini siapa dan Mas Rama-nya di mana, yah?"
"Oh, iya. Aku Rindi, teman main Kakak kamu di film kali ini. Kalau Rama sekarang lagi ada di toilet. Kamu-"
"Toilet?"
"Iya. Kita lagi ada di kafe Cempaka. Eh ini Rama mau ke sini. Sebentar-"
Alisha segera mematikan ponsel. Tangannya terangkat menyentuh dada, merasakan degup jantungnya yang bertalu-talu. Berbagai pemikiran buruk menggeranyam memenuhi kepalanya. Segera Alisha berdiri. Dia menggulir ponsel memesan taksi online dengan tujuan kafe Cempaka.
...
Mata Alisha menerawang jauh keluar jendela. Bulir-bulir keringat memenuhi keningnya membuat tepian kerudung coklat itu basah. Kedua tangan Alisha saling menggenggam kuat. Dia bukannya curiga tanpa alasan. Karena selama beberapa bulan terakhir Rama menunjukkan gelagat aneh. Dia mudah tersinggung dan sering mengabaikan Alisha. Sama sekali tak menganggap keberadaan istrinya itu.
Rindi. Tentu Alisha tahu siapa perempuan itu. Aktris muda dan cantik yang menjadi lawan main Rama di film terbaru. Film yang sama yang membuat Rama jarang pulang tanpa kabar. Bukan hanya itu. Alisha juga sering menemukan komentar penggemar keduanya yang menjodohkan mereka, apalagi setelah melihat foto keduanya di sosial media Rama maupun Rindi. Alisha pernah bertanya kenapa Rama memposting fotonya berdua degan Rindi. Dengan acuh tak acuh Rama menjawab bahwa itu untuk kepentingan projek film mereka. Dan Alisha hanya mengangguk, lalu kembali diam.
Perjalanan menuju kafe Cempaka terasa seakan bertahun-tahun lamanya. Entah sudah keberapa kalinya Alisha menghembuskan nafas panjang demi menenangkan kegelisahannya. Walau usahanya tak kunjung berhasil. Semakin ponsel sopir taksi online itu mengatakan jarak menuju kafe Cempaka yang semakin berkurang, semakin cepat juga debaran detak jantung Alisha.
Saat mobil berwarna biru muda itu berhenti dan suara mesinnya mulai hilang, Alisha memejamkan mata. Dia harus tenang. Harus. Maka, saat kelopak indah itu kembali terbuka, seutas senyum ikut terlukis.
"Mbak. Nggak apa-apa. Saya nggak tahu apa yang lagi terjadi, tapi saya yakin semuanya bakal baik-baik aja."
Tangan Alisha yang mengulurkan uang membeku di udara. Semua suara berisik di kepalanya berangsur menghilang. Walau degup di jantungnya tak juga membaik, Alisha yakin dia sudah merasa lebih tenang.
"Terima kasih, Pak," ucap Alisha dengan suara serak.
Sopir taksi itu tersenyum dan pamit pergi. Sekarang hanya ada Alisha di sana. Di tengah ramainya manusia yang sibuk dengan kepentingan masing-masing. Ada begitu banyak ekspresi yang mereka keluarkan. Ada yang tertawa seakan mereka makhluk paling bahagia dan ada juga yang menundukkan kepala, menutupi kesedihan yang terlukis di wajah.
Alisha memperhatikan semuanya sebelum mulai mengangkat kakinya yang terasa berat. Pintu kafe yang terbuka itu terasa begitu jauh. Butuh perjuangan besar bagi Alisha hingga tangannya bisa mencapai pintu hitam itu.
"Bismillah ya Allah," bisiknya dengan mata menatap lantai.
Dia berdiri di pintu, sehingga seseorang yang hendak masuk tak sengaja menabraknya. Baru setelah itu Alisha mampu mengangkat kepala.
"Maaf," ucapnya pelan pada perempuan yang mengernyitkan alis kesal.
Setelah perempuan itu pergi Alisha melangkahkan kaki menjauh dari pintu. Dia menggigit bibir kuat, sedangkan kedua tangannya mengepal. Matanya berputar, tapi tak kunjung menemukan dua sosok yang dia cari. Hingga matanya menangkap undakan tangga di samping meja kasir.
Alisha melangkah cepat. Dia menaiki satu persatu anak tangga. Hingga saat sudah mencapai anak tangga terakhir, Alisha dapat melihat sebuah pintu hitam yang tertutup. Kakinya melangkah perlahan tanpa suara.
Ternyata pintu itu tidak terkunci. Dapat tertangkap oleh telinga Alisha suara tawa dari dalam sana. Dia menelan ludah yang seolah memadat dengan susah payah sedangkan tangannya perlahan menyentuh gagang berbahan besi yang terasa dingin.
Dengan gerakan halus dia mendorong pintu itu hingga memunculkan celah yang lumayan lebar. Kepala Alisha mendekat. Dapat dia lihat punggung seorang pria ber-jas hitam yang tengah memangku perempuan berambut panjang.
Hingga perempuan itu berdiri dan menghadap pria berjas itu, membuat Alisha bisa melihat dengan jelas paras cantiknya.
"R-Rindi?" gumamnya.
Tangan Alisha terangkat menutup mulut, melihat dua orang itu berciuman mesra. Rindi, aktris muda itu mengucap kata cinta dengan senyum manis, membuat pria di depannya berdiri dan mengecup pipinya.
"I love you too Rindi."
Tepat setelah suara familier itu terdengar, pria tersebut berganti posisi di belakang Rindi dan memeluk pinggang perempuan itu. Rahang yang bersih oleh kumis dan hidung mancung serta mata bernetra kecoklatan yang teramat Alisha hapal.
"Mas ... Rama?"
Mata Alisha melebar. Segera dia bersembunyi di balik dinding, menutup mulut rapat agar tak kelepasan mengeluarkan suara. Otaknya bekerja cepat mencerna apa yang sedang terjadi, secepat degupan di hatinya.
Kakinya terasa lemas, membuatnya menyandarkan seluruh beban tubuh pada dinding. Itu Rama, suaminya yang sedari sore ia nanti kepulangannya. Suami yang sudah satu minggu tak dia lihat batang hidungnya. Suami yang pernah membisikkan kata cinta padanya, serupa seperti yang tadi ia bisikkan pada perempuan lain itu.
"Mas Rama. Apa yang kamu lakuin, Mas?"
Kepala Alisha terasa berat. Otaknya seakan membeku. Sebagian dari dirinya menyuruhnya untuk masuk ke ruangan itu dan sebagian dirinya memintanya untuk pergi dari sana. Alisha sungguh bingung. Dia memejamkan mata kuat-kuat, merasakan denyut menyakitkan, seakan ada sebilah pisau tumpul yang berusaha menusuk hatinya.
Tiba-tiba ponsel di saku Alisha bergetar. Segera dia mengambil ponsel itu. Ternyata itu notifikasi pengingat enam bulan pernikahannya dan Rama. Seketika sebuah pemikiran melintas di kepalanya. Dia membuka aplikasi kamera lalu menekan ikon video.
Dengan tangan bergetar Alisha mengangkat ponselnya, mendekatkannya pada celah pintu. Ia tak tahu apa dan untuk apa dia melakukan hal ini. Dua menit dia habiskan menggenggam ponsel yang merekam Rama dan Rindi, akhirnya tangan Alisha terkulai. Tak lagi bisa menahan beban yang terasa menghantam pundaknya.
Dia melangkah cepat menuruni tangga, keluar dari kafe yang penuh gemerlap lampu itu dengan hati lebur.
Raisa terkenal sebagai 'produk' kebanggaan Heaven Club. Parasnya yang cantik, tubuhnya yang sexy semampai, juga suaranya yang halus dan sensual. Namun, tak ada yang diizinkan menyentuh tubuhnya, sebesar apapun mereka membayar. Karena Raisa adalah milik Giandra. Hatinya, bibirnya, tubuhnya. ***** "Tuhan memang bisa mengatur semua yang terjadi di dunia ini, tapi hanya aku yang bisa mengatur setiap langkah dan katamu." "Kalau begitu, apa yang harus ku lakukan?" "Berlututlah, layani Tuanmu ini."
"Bajingan, semoga kalian hidup bahagia selama-lamanya." -Tari [Hari perceraian] Setelah diselingkuhi-melihat suaminya bergelung panas dengan seorang wanita-dan bercerai, Tari melanjutkan hidup damainya sambil mengolah toko kuenya. Dia cantik, pintar, dan mandiri. Tekadnya untuk melupakan sang mantan suami-Deo si Disjoki bertato kupu-kupu-sangatlah kuat. Dia bahkan mendapat tetangga sekaligus pelanggan setia setelah pindah. Noah, yang akrab dipanggil Mas Noah. Namun, dua bulan pasca perceraian, sang mantan suami malah sering muncul di depan tokonya. Deo berusaha mendobrak kembali pintu hati Tari, yang sudah tertutup rapat. Lemparan kue pada wajahnya pun tak membuatnya menyerah. Namun, dia bukanlah satu-satunya yang sedang berusaha mendapatkan kasih Tari. 'Cinta pada pandangan pertama' Begitulah cara Noah memanggil Tari. Demi menghindari Deo, Tari pun memilih mengikuti permainan Noah. Hingga suatu hari, mereka berdua tiba-tiba terbangun di atas ranjang yang sama. Apa yang akan Tari lakukan, bila Noah bersikeras meminta pertanggung jawaban darinya?
Tamara Levinka—seorang model sekaligus tunangan dari Roger Jenandra, CEO dari sebuah perusahaan produsen senjata dunia—suatu hari tiba-tiba menghilang begitu saja. Orang tua maupun tunangannya sudah mengerahkan begitu banyak pihak untuk mencari Tamara, tapi tak juga menemukan jejaknya. Namun, 49 hari berselang, perempuan cantik itu tiba-tiba kembali sambil membawa sebuah berita mengejutkan. ——— "Bahkan bila sebilah pisau menancap di jantungku, aku tak akan pernah melepaskanmu, Tamara." —Jeff "Aku rela melepaskan segalanya, tapi tidak tanganmu, Jeff." —Tamara
BERISI BANYAK ADEGAN HOT! Rey pemuda berusia 20 tahunan mulai merasakan nafsu birahinya naik ketika hadirnya ibu tiri. Ayahnya menikah dengan wanita kembar yang memiliki paras yang cantik dan tubuh yang molek. Disitulah Rey mencari kesempatan agar bisa menyalurkan hasratnya. Yuk ikuti cerita lengkapnya !!
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"
21++ Bocil dilarang mampir Kumpululan Kisah Panas Nan Nakal, dengan berbagai Cerita yang membuat pembaca panas dingin
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....