Saat semua orang sedang bersuka cita dan sibuk menyambut hari raya, aku membunuh Ibuku untuk kali pertama.
Bab 1
Jika ada kesempatan memberikan nilai untuk kadar benciku pada Ibu, aku pasti akan langsung mengatakan sepuluh per sepuluh tanpa ragu.
Pasalnya, seumur hidup bersama dengannya, aku selalu merasa seperti di neraka.
Namaku Febi, hari ini, tepat tanggal 20 februari aku berulang tahun ke 15. Namun, jangankan perayaan dengan kue atau kado, ucapan selamat pun tak pernah kudapatkan.
Meski begitu, semua orang mengatakan bahwa ia adalah ibu terbaik. Wanita pekerja keras itu memang selalu mencukupi kebutuhan kami, tapi tak ada yang pernah tahu dengan apa yang harus aku dan adik-adikku alami setiap hari.
Seperti hari ini, rutinitas yang selalu aku dan Yola, adikku lakukan. Jam tiga pagi, subuh belum datang, Ibu sudah sibuk membangunkan kami. Jika terlambat sedikit saja dari waktu yang ia tentukan, jangan harap hidup kami akan tenang hari ini.
Setelah mendapatkan uang sebesar lima ratus ribu, aku dan Yola mengayuh sepeda menuju pasar subuh. Dingin yang menusuk tak pernah kami hiraukan. Mungkin karena sudah terbiasa. Di jalan yang masih sepi sesekali kami bercanda, meski sebenarnya hal itu kami lakukan untuk membunuh rasa takut.
Mana ada remaja seusia kami yang berkeliaran dini hari begini. Kata ibu, demi menyambung hidup, kami berdua sebagai anak wajib membantunya.
Lalu, Bagaimana dengan Dion? Anak lelaki kesayangannya itu masih enak-enakan mendengkur di kasur hangatnya. Apakah hidup memang tak adil bagi anak perempuan?
"Kita parkir di seberang jalan sebelah Utara saja ya, La. Di sana dekat dengan masjid, selesai belanja kita bisa sholat dulu."
"Aku setuju, Kak. kalo langsung di depan pasar, rasanya tak nyaman. Tukang parkir di sana genit, aku takut." Yola menimpali sambil bergidik.
Sesuai kesepakatan, setelah meletakkan sepeda kami berpencar. Yola membeli tahu, tempe, tomat dan cabai. Sedangkan aku bertugas mencari beberapa macam sayuran serta kue basah yang akan dijual di warung ibu.
Setelah membagi uang, Yola pergi lebih dulu. Sementara aku, memastikan sepeda kami sudah dikunci dengan aman sebelum ditinggalkan.
Kadang, pencuri tak berotak juga masih saja mengincar sepeda butut. Mereka tak tahu betapa berharganya barang yang sudah dianggap rongsokan seperti ini bagi kami.
Baru saja aku berniat menyeberang, sebuah suara memanggil dari belakang membuatku menoleh sebentar.
"Banyu? Subuhan di sini?" Seharusnya aku tak bertanya sebab jelas-jelas ia sedang mengenakan baju koko.
Ah, dia teman sekelas ku yang kebetulan juga satu gang. Tapi, kenapa pergi sholat sejauh ini?
"Iya. Semalam aku menginap di rumah keluarga di dekat sini."
Aku ber-'o' panjang. "Padahal ini belum adzan subuh. Apa mengejar sholat tahajud?" Aku tersenyum, lalu membalikkan badan dan bersiap pergi. Jika mengobrol terlalu lama dengan Banyu, akan banyak membuang waktu.
"Sampai jumpa di sekolah!" teriaknya.
Tanganku terangkat dan melambai ke arahnya tanpa memberikan balasan. Kemudian, lekas kurogoh kertas catatan yang sudah lecek dari saku celana training yang kugunakan.
"Ck! Seharusnya aku menyalin catatan belanjanya dengan yang baru tadi malam." Sungguh ada rasa kesal saat membuka catatan lusuh yang sudah dipakai berhari-hari itu. Sebagian tulisan di sana juga sudah ada beberapa yang pudar.
Sambil mengingat-ingat apa saja yang harus dibeli. Aku mulai menuju ke satu persatu kios di sana.
***
Sekitar pukul 5:10 kami tiba di warung. Ibu sudah menunggu sambil membersihkan sisa sayur kemarin yang akan di jual lagi hari ini. Tentunya dengan menurunkan harga dan hal itu pasti jadi alasan wajah ibu merengut.
Sebenarnya tak banyak, hanya delapan ikat kangkung dan dua daun singkong serta beberapa sawi. Aku tahu sebab kemarin malam, aku yang terakhir pulang.
Yola lebih dulu menata hasil beliannya. Setelah dicocokkan dengan catatan, ia langsung disuruh pulang dan bersiap untuk ke sekolah.
Berikutnya giliranku. Ibu mendengkus saat semua sayur sudah kukeluarkan dari keranjang.
"Mana pesanan Bu Warsih? Kentang dan wortel yang masing-masing satu kilo?"
Aku tertegun sebentar. "Ibu tak memberi tahuku tentang itu."
Tanpa aba-aba dengan wajah kesal ia menoyor kepalaku.
"Bukannya tadi malam sudah ibu bilang, makanya kalau dikasih tahu langsung catat! Apa kau meninggalkan catatannya lagi? Kau ini bodoh atau bagaimana sih, Feb?"
Kutunjukkan kertas lusuh dari saku celana dengan tangan yang mulai gemetar. Situasi yang paling kutakutkan adalah saat seperti ini. Ibu tak pernah mentolerir sedikit pun kesalahan.
"Kau tak mencatatnya? Bahkan sudah berhari-hari juga tak diperbarui." Ia sekali lagi memeriksa belanjaan yang kubawa.
Jantungku memompa lebih cepat. Perasaan takut juga menjalar sampai ujung kaki, rasanya dingin dan juga membekukan sendi-sendi tulang sampai aku gemetar.
"Kau juga melupakan sawi!"
Tatapan tajam ibu seakan menusuk leher, kini aku tercekat.
"Sisa semalam masih banyak, ja-jadi kupikir ...."
"Kau pikir apa?! Hah! Memangnya kau bisa berpikir?" Ibu kembali menoyor kepalaku berkali-kali, bahkan sekarang lebih keras dari sebelumnya.
"Maaf, Bu." Tak ada kata lain yang bisa ku ucapkan.
Naasnya kalimat tersebut sepertinya semakin memancing emosi Ibu, dengan tangan kanannya yang cepat, ia menjejalkan catatan lusuh itu ke dalam mulutku.
Tenggorokan rasanya hampir tersumbat saat benda itu terus disumpalkan. Aku memohon dengan menyatukan dua tangan, tapi sepertinya, ibu tak puas sampai disitu. Sekarang, tangan kiri yang tadinya memegangi kepala mulai menjambak rambutku.
"Kusekolahkan kau mati-matian! Tapi sama sekali otakmu itu tak di pakai! Kenapa tak ikut bapakmu ke neraka saja, hah! Dasar anak tak berguna!"
Tangannya di mulutku sudah terlepas, kini keduanya menjambak kuat di rambut. Kulit kepalaku terasa panas. Dan bagian terakhir yang paling mengerikan terjadi, Ibu membenturkan kepalaku berulang kali ke dinding.
Entahlah, aku sudah tak bisa menggambarkan rasa sakitnya. Setelah puas melampiaskan amarahnya, Ibu melempar tubuh cekingku ke lantai.
Bergegas aku bangkit meski terhuyung. Aku tak mau Ibu akan bertambah marah jika aku menangis di hadapannya.
Saat dirasa sudah cukup berjalan menjauh dari warung, aku mengeluarkan gumpalan kertas dari mulut. Ada sedikit bercak merah di bagian putihnya. Kuraba sudut bibir, ternyata dari sana. Sedikit perih, tapi kuakui semua yang dilakukan Ibu memang karena kesalahanku.
Aku masih sesenggukan ketika sampai di rumah. Dion yang sedang sarapan di dapur menatapku sekilas.
"Rasakan!" Cemoohnya.
Dia pasti senang melihatku babak belur seperti ini. Berbeda dengan Yola, ia langsung meninggalkan piringnya dan menghampiriku.
"Kali ini apa lagi alasan ibu melakukannya, Kak?"
Ah, benar. Jika dipikir-pikir, selalu aku yang mendapat 'cinderamata' dari kekesalan Ibu.
"Sudahlah, La. Tak apa." Aku menepis tangannya yang ingin memeriksa keningku.
"Tapi, itu berdarah, Kak." Air mata Yola mulai menggenang.
Aku meraba bagian yang Yola tunjuk.
"Hanya lecet sedikit, sudah jangan ikut menangis. Kamu punya plester luka?"
"Ada, aku ambil dulu." Yola beranjak.
Kulihat Dion juga meninggalkan meja makan.
"Drama teros, tiap hari! Dasar anj*ng!" Dia mengumpat dengan kesal sambil mendepak ujung kakiku.
Lihat, Bu. Coba lihat! Kenapa tak anak sulungmu yang badannya lebih besar itu saja yang kau andalkan? Dia bisanya makan, tidur seperti bos saja di rumah ini.
Arga memutuskan untuk pergi tepat setelah malam pengantin yang dingin dan bisu bersama Regina. Pernikahan yang terpaksa dilakukan mungkin akan menjadi beban bagi istrinya. Namun, tanpa Arga tahu ternyata Regina ...
Menjadi cantik dan awet muda merupakan impian setiap wanita. Tapi, jika melewati jalan yang salah apa masih bisa di benarkan? Edi membuat istrinya terobsesi dengan kecantikan dan awet muda. Namun, Mayang sang istri tak tahu bahwa itu hanya taktik Edi agar ia Jadi Kuyang. ⚠️ Cerita ini Hanya Fisksi. Isi konten benar-benar hanya karangan penulis. Jangan lupa klik berlangganan sebelum membaca.
Bagaimana jika kamu berada di posisi Wulan? Seorang lelaki tak dikenal datang dan mengaku sebagai suami. Padahal Wulan yakin bahwa dirinya masih lajang. Lalu, bagaimana dengan Rayyan? Pemuda yang akan menikahinya tahun depan. Bunda, orang tua Wulan satu-satunya yang tersisa pun, bahkan membenarkan tentang Wisnu, suaminya. Kebenaran apa yang tidak diketahui Wulan? Apa Wulan harus menerima semua ini begitu saja? Tentu tidak. Wulan harus mencari tahu segalanya.
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Kayla Herdian kembali ke masa lalu dan terlahir kembali. Sebelumnya, dia ditipu oleh suaminya yang tidak setia, dituduh secara salah oleh seorang wanita simpanan, dan ditindas oleh mertuanya, yang membuat keluarganya bangkrut dan membuatnya menggila! Pada akhirnya, saat hamil sembilan bulan, dia meninggal dalam kecelakaan mobil, sementara pelakunya menjalani hidup bahagia. Kini, terlahir kembali, Kayla bertekad untuk membalas dendam, berharap semua musuhnya masuk neraka! Dia menyingkirkan pria yang tidak setia dan wanita simpanannya, membangun kembali kejayaan keluarganya sendirian, membawa Keluarga Herdian ke puncak dunia bisnis. Namun, dia tidak menyangka bahwa pria yang dingin dan tidak terjangkau di kehidupan sebelumnya akan mengambil inisiatif untuk merayunya: "Kayla, aku tidak punya kesempatan di pernikahan pertamamu, sekarang giliranku di pernikahan kedua, oke?"
Li Mei terbangun dan menyadari bahwa dia tidak sedang berada di rumahnya. Di mana ini? Bukankah tadi dia terjatuh dari tangga? Kenapa dia tidak berada di rumah sakit dan malah berada di dalam rumah reyot seperti ini? Dan … siapa pula laki-laki tampan yang tidur di sebelahnya ini? "Kalau kamu sudah tidak tahan dengan pernikahan kita, tunggulah beberapa hari lagi. Aku pasti akan menceraikanmu. Jangan berusaha bunuh diri lagi," ucap Bai Changyi menatapnya dengan muram. Bercerai? Kenapa dia mau bercerai dari suami yang tampan seperti ini? Bai Chanyi menatapnya dengan kebingungan? Bukankah perceraian adalah hal yang paling Li Mei inginkan selama ini? "Aku tidak ingin bercerai, aku hanya ingin menjadi kaya!" Bisakah Li Mei mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang pengusaha kaya di era kuno bersama suaminya? IG : @summerrainwriter FB : Summer Rain
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila
18+, hampir tiap bab memiliki unsur kedewasaan, jadi tidak di peruntukan pembaca di bawah 18 tahun ke bawah. Cerita ini berlatar belakang seorang mahasiswa yang memiliki prestasi cukup lumayan. Iapun hanya seorang pria yang memiliki perekonomian yang tidak terlalu mendukung, namun bisa melanjutkan pendidikannya di salah satu kampus ternama, di karenakan ia memiliki kecerdasan hingga dia bisa mendapatkan beasiswa. Awalnya ia tak pernah menyangka kalau dirinya akan menjadi pria yang di lirik banyak wanita, berhubung parasnya tidak terlalu mendukung. Namun sepeninggalnya sahabat terbaiknya, di saat itulah dia mendapatkan semuanya.