Unduh Aplikasi panas
Beranda / Fantasi / I Choose The Villain Crown Prince
I Choose The Villain Crown Prince

I Choose The Villain Crown Prince

5.0
30 Bab
5.4K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Bagaimana jadinya jika pembunuh bayaran bereinkarnasi menjadi putri antagonis dalam novel yang dinistakan? "Kau adalah diriku dan aku adalah dirimu. Seluruh jiwa dan raga baru ini milikmu. Balaskan dendam atas kematianku." Archelia Monic bangun sebagai anak kecil berusia enam tahun bernama Athea Dominic, putri ke dua Duke Aaron Dominic yang dianggap sebagai sampah karena dalam dirinya mengalir darah Klan Api. Bukan hanya oleh keluarga tirinya, bahkan di antara bangsawan namanya menjadi bahan ejekan. Cinta buta Athea kepada Pangeran Pertama Alexander Kingston membuatnya mati dipenggal karena dijadikan kambing hitam. Kini, Athea baru terlahir kembali. Setelah Klan Air mampu merobohkan Kerajaan Agneysia milik Klan Api dan mendirikan kerajaan baru, seluruh keturunan Klan Api dihilangkan kekuatannya dan dijadikan rakyat jelata. Athea bangkit. Demi membuktikan diri, dia masuk ke dalam pasukan elite kerajaan dan menjadi salah satu prajurit paling mematikan. Siapa sangka, ketika di hari kematiannya dalam novel, Athea selamat, tetapi keluarganya dibantai habis karena dijadikan kambing hitam oleh Pangeran Pertama demi merebut takhta raja. Dendam Athea meluap hingga mempertemukannya dengan Azrael, pria lemah yang ia manfaatkan demi ambisi, tetapi ternyata menyembunyikan identitas sebagai Putra Mahkota Klan Api yang menuntut balas dendam. Mampukah Athea membalaskan dendam kematian keluarganya dan merobohkan pemerintahan Pangeran Pertama bersama Azrael?

Bab 1 In The Name Of Athea Dominic

"Kau memesan pembunuh bayaran untuk bunuh diri?"

Archelia terkekeh tak percaya dengan orang yang ia hadapi. Dia adalah seorang pria berkaca mata, tampak begitu tenang di depan layar laptop. Pemuda paling aneh yang pernah ditemuinya. Barang kali Archelia tidak akan pernah percaya ada kasus seperti ini jika bukan karena pemuda itu adalah partnernya sendiri.

"Hidup terlalu melelahkan untuk memuaskan semua orang," gumam pemuda itu setelah mematikan layar laptopnya.

Bangkit dari kursi putarnya, melewati Archelia lalu berdiri di depan rak besar yang penuh dengan novel karyanya. Pemuda itu mengambil sebuah novel, lantas kembali mendekati Archelia.. Tangannya terulur, menyerahkan buku dengan sampul berwarna ungu dengan hiasan cahaya dan pita berjudul, "Villain's Darkside".

"Untukmu. Anggap saja sebagai rasa berterimakasihku."

"Aku tidak suka membaca," dengkus Archelia tidak menerima uluran buku itu.

Namun, meski mendapat peolakan, pemuda itu tetap memaksanya dengan menggenggamkan novel itu ke tangan Archelia.

"Anggap saja itu permintaan terakhirku," ucap si pemuda lalu membalikkan badan.

Sekali lagi, Archelia benar-benar dibuat terheran-heran dengan pemuda yang dihadapinya. Jika dilihat dengan mata telanjang, pemuda itu tampak tidak memiliki masalah. Baik-baik saja, malah. Itu terbukti dengan deretan novel yang telah naik cetak, bahkan di beberapa novelnya terlihat tulisan "Best Seller".

"Kau bisa membunuhku sekarang," ucap pemuda itu membuat perhatian Archelia pecah.

Memang, jika dilihat lebih dalam, tatapan pemuda itu tampak sangat kosog seolah tak memiliki kehidupan. Lebih tepatnya tidak memiliki harapan hidup di sana. Seolah, di balik tubuh sehatnya terdapat sesuatu yang rapuh dan mungkin telah hancur.

Archelia seharusnya bersikap profesional, tetapi kali ini pikirannya dibuat sangat terganggu. Wanita itu berjalan mendekati pemuda yang duduk di atas kursi menghadap jendela kaca menghadap pemandangan kota. Mungkin dia bisa membujuk pemuda itu untuk mengurungkan niatnya. Mati memang mudah, tetapi siapa yang tahu ada apa di balik kematian itu sendiri.

"Hei, Nak. Bisakah kau pikirkan lagi keputusanmu ini?" Archelia menimbang-nimbang novel di tangannya. "Aku bisa mentransfer kembali uangmu jika kau mengurungkan niat untuk mati. Kau masih muda, kau juga sukses. Hidup terlalu baik untuk kau tinggalkan."

Ada seulas senyum yang terbit di wajah pemuda itu. "Kau tidak akan mengerti. Orang yang bersusah payah berusaha untuk dirinya sendiri tidak akan mengerti cara hidup orang yang berusaha untuk pengakuan orang lain."

"Kau bisa juga bisa melakukan-"

"Bisakah kau membunuhku sekarang?"

Dor!

Setelah kematian pemuda itu dan novel yang diberikannya pada Archelia, entah mengapa pikiran wanita itu menjadi tidak tenang. Dalam beberapa misi, ia selalu melakukan kesalahan yang nyaris membunuhnya. Selalu ada keresahan yang menerornya, seolah tak ingin membiarannya mendapat ketenangan, meskipun itu dalam tidur. Hingga saat itu datang.

Archelia terbangun di tempat yang gelap dan sunyi. Entah tempat apa itu, tetapi hanya ada kegelapan. Paling tidak, semua gelap sebelum ia menoleh pada seorang wanita jelita yang bersamanya bersama serta cahaya surgawi. Tatapan sayu pemilik Surai legam itu seolah mengantarkan perasaan sesak yang lantas membuat Archelia memegang dadanya yang mendadak nyeri luar biasa. Bukan karena luka, tetapi karena sebuah perasaan yang tak mampu didefinisikan.

Namun, paras menawannya tak berbanding lurus dengan dress kuning gadingnya yang tampak begitu kotor dipenuhi tanah cokelat. Bahkan, terdapat sisa cairan berwarna merah yang telah mengering di sekujur tubuhnya, yang tentu saja terlalu mudah dikenali Archelia. Mata Archelia menyipit ketika melihat leher wanita itu mengeluarkan darah.

"Siapa kau?" Archelia bersikap waspada. Ia hendak melangkah, tetapi mendadak tubuhnya menjadi beku. Ia tak mampu bergerak.

"Kau adalah diriku, dan aku adalah dirimu. Seluruh jiwa dan raga baru ini milikmu. Balaskan dendam atas kematianku."

"Kematianmu?" Kening Archelia mengernyit heran.

Alih-alih menjawab, wanita itu justru lenyap secara perlahan menjadi butiran cahaya hingga membuat tempat itu kembali dipenuhi kegelapan. Namun, tak lama setelah itu, sebuah memori kehidupan muncul secara acak di kepalanya bagai kaset rusak. Teriakan, cacian dan kekerasan.

Mengapa dia mengalami hal semacam ini?

"Ayah?" panggil sang gadis serayaengulurkan tangan meminta tolong. Namun, pria gagah yang dipanggilnya ayah itu malah berpaling dan meninggalkannya diseret paksa memasuki penjara yang gelap mengerikan.

Slide memori meloncat pada gadis yang menangis ketakutan di dalam penjara yang sunyi. Secercah harapan muncul dalam binar tatkala ia mendapati kedatangan sosok pria berpakaian elite nan gagah. Sosok pria pujaan hati yang membuat akal sehat Athea hilang karena kegilaannya pada sang pangeran.

"Yang Mulia, apakah Anda datang kemari untuk menolongku?" Athea malang mengesot, sesekali meringis karena memar di tubuhnya bergesekan dengan lantai. Ia bergerak terseok layaknya anjing kehausan. Hanya bisa mencengkeram besi penjara yang memisahkannya dengan sang pangeran.

"Kau bilang, kau mencintaiku, 'kan?" Suara berat yang dingin tanpa empati.

"Ya! Tentu saja aku sangat mencintai Pangeran."

"Jadi, kau rela berkorban untukku?"

"Aku rela mati untukmu!" sahut Athea cepat.

Hal itu membuat salah satu sudut bibir Sang Pangeran terangkat. Pria itu malah membalikkan badan dan pergi begitu saja.

"Yang Mulia!" Athea panik.

"Besok aku akan melihat bukti cintamu!" Sang Pangeran berkata dengan entengnya sebelum tubuhnya menghilang di balik pintu kayu yang memisahkan tahanannya.

Archelia yang melihat itu lantas berjalan mendekat. Menatap iba pada Athea malang yang hanya bisa menangis tersedu-sedu. Pria yang dicintainya bahkan keluarganya, semua pergi ketika Athea berada di titik terbawah dalam hidupnya.

Nyaris saja Archelia menyentuh Athea, tetapi dunia seolah berputar dan berpindah ke suatu lapangan luas yang dipenuhi tentara. Di tengah lapangan, Athea duduk bersimpuh dengan semangkuk racun.

"Athea Dominic, hari ini dijatuhi hukuman mati karena telah melakukan pemberontakan! Apakah kau mengakuinya?"

Sorot mata tajam Athea jatuh pada Pangeran Pertama.

"Aku ...."

"Aku ... tidak mengakuinya."

Sayang, kesadarannya terlalu terlambat. Kebutaannya pada cinta sepihak membuat Athea terjebak dalam khayalan romansa yang manis, tetapi terasa sangat pahit.

Namun, siapa sangka, justru Pangeran Pertama langsung berjalan ke arahnya seraya mengangkat pedang. Wajahnya memerah dengan rahang mengeras. Tubuh Athea terlalu syok melihat kemarahan sang pria.

"Kau telah membuat keluargaku terbunuh, wanita sialan!"

Dan pedang itu tak ubahnya bagai kilat yang menyambar leher jenjang Athea yang menegang beku.

Crash!

Dan semua berubah menjadi hitam.

***

"Bangsat, siapa yang mengikatku di pohon?!" teriak Archelia ketika ia terbangun di sebuah tempat asing. Tempat yang di sisinya terdapat pepohonan rindang dan hamparan rumput hijau yang luas, di mana di ujung lapangan rumput terdapat bangunan kastil yang sangat megah.

Kedua matanya menyipit, merasa silau terhadap bias cahaya mentari yang begitu menyengat. Sejenak Archelia tertegun melihat pemandangan di sekitarnya. Apalagi saat ia melihat kakinya yang sangat kecil. Ah, bukan hanya kaki, bahkan tubuhnya juga tampak sangat kecil.

"Apa-apaan ini?!"

Archelia berusaha keluar dari tali yang mengikatnya di sebuah pangkal pohon. Namun, tubuh kecilnya yang terlampau kecil seperti anak berusia enam tahun ini membuatnya sangat kesulitan. Tentang apa yang terjadi di sini, bisa ia cari tahu nanti setelah ia lepas dari ikatan.

Di tengah usaha Archelia meloloskan diri, telinganya sedikit terusik tatkala ia mendengar suara patahan ranting kayu dan daun kering. Benar saja, ketika pandangannya terangkat dan menyapu sekeliling, ia mendapati seorang anak laki-laki yang kira-kira berusia tujuh tahunan tengah berjalan terseok-seok dengan luka di sekujur tubuhnya. Pakaian yang dikenakannya khas klan bangsawan, tetapi tampak kotor dan lusuh dipenuhi debu dan bekas darah mengering.

Melihat itu, Archelia segera memanggilnya. "Hei, Nak! Tolong bantu aku melepas ikatan ini! Nanti aku bantu mengobati lukamu!"

Wajah si anak laki-laki mendongak. Tampak dipenuhi berbagai luka memar. Sangat menyedihkan. Dalam benak Archelia terheran-heran, apa yang sebenarnya terjadi?

Anak laki-laki itu mendekat dan tanpa sepatah kata membantu Archelia melepaskan ikatan tali.

"Apakah mereka melakukan ini lagi kepadamu?" tanya si anak laki-laki dengan wajah datar. Napasnya sedikit berat karena kelelahan.

Mendengar ucapan si anak laki-laki, Archelia lantas mengernyit. "Mereka?"

Setelah melepas ikatan tali yang membelit tubuh Athea, anak itu menatap sepasang manik legam milik Athea kecil.

"Usiamu itu empat tahun lebih kecil dariku, Athea."

Setelah berkata demikian, tiba-tiba tubuh anak laki-laki itu tumbang dan jatuh menimpa tubuh mungil Athea. Atyea kecil terkesiap, ia kurang sigap sehingga membuat tubuhnya ikut jatuh dengan posisi tubuh si anak laki-laki menindih tubuhnya.

Awalnya, Archelia ingin memaki. Namun, kedua mata Archelia dibuat terbelalak kemudian, tenggorokannya terasa tercekat ketika matanya jatuh pada sebuah panah yang menancap di punggung si anak. Darah segar merembes begitu deras, menebarkan bau anyir yang menyengat.

"Astaga! Kau terluka!"

Dengan bersusah payah, Archelia menyingkirkan tubuh si anak laki-laki dari atas tubuhnya. Ia bangkit dan berusaha menggendong si anak laki-laki. Namun, ukuran tubuhnya jelas tidak sebanding dengan anak laki-laki yang mengaku empat tahu lebih tua darinya itu. Ya, memang benar, postur tubuhnya bahkan jauh lebih tinggi dari Archelia.

Sejenak, setelah berhasil mengangkat si anak laki-laki di punggungnya. Yah ... meski hanya melingkarkan kedua tangan si anak laki-laki pada lehernya lalu membuat anak itu terangkat, Archelia sudah menganggapnya menggendong daripada menyeret. Ia terdiam sejenak karena tidak tahu harus dibawa ke mana.

Hingga tiba-tiba muncul sebuah ingatan kilat yang membuat mata Archelia langsung tertuju pada bangunan kastil megah di sana.

Ya!

Sekarang, dia adalah Athea.

Nona muda, putri dari Duke Aaron Dominic.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY