Buku Sritelasih
/0/10799/coverbig.jpg?v=2d42639fde3645a79f57b108b8d0658e)
Geger di Bhumi Manggala
Tadah Asih menangis suaranya terdengar mendayu-dayu menyayat hati. Dinginnya angin yang menyentuh kulit melebihi dinginnya angin bediding. Sementara candik ala di ujung Kilen, nampak seperti lukisan merah darah yang terpahat di dinding langit. Seorang petapa waskita yang memiliki sidhik paninggal menjadi waspada terhadap mobah mosing ing jagat yang jarang sekali terjadi. Netranya sejenak terpejam rapat. Dalam benaknya terbayang, bahwa Bhumi Manggala akan kembali memasuki masa-masa yang suram. Sedang jauh di ujung Kilen, sebuah kerajaan telah berduka atas pralayanya seorang Trahing Kusuma. Para kawula menjatuhkan diri, menjerit dan pingsan. Beberapa prajurit dengan tekad yang tidak terkekang, memilih untuk lampus diri sebagai bentuk bela pati. Hanya seorang pemuda belasan tahun yang tampak berdiri tegar dengan kedua tangan mengepal erat. Sorot matanya berkilat-kilat, menandakan amarah yang membakar di dalam dada. Kemudian iapun berbalik pergi tanpa ada seorangpun yang memedulikannya.