u lagi dan begitu seterusnya. Sudah seminggu berlalu setelah peristiwa di tempat parkir dan sudah seminggu pula Ana harus
selnya dan mengeluarkan kartu nama milik Davin dari tasnya. Dia masih bingung, apa dia harus menghubungi pria itu terlebih dahulu? Ana merebahkan tubuhnya di atas kasur saat tida
ng berkerut. Kartu nama saja bisa elegan seperti ini. Ana tidak
*
ti ini, padahal tujuannya hanya akan meminta ponsel baru dan selesai. Ana tidak akan berhubungan l
aka Ana tidak akan heran. Mungkin itu sudah peraturan yang ditetapkan. Setelah puas melihat penampilan para karyawan, Ana melihat penampilannya sendiri. Dia meringis begitu menyadari kekonyolannya. Sweatshirt maroon kebesaran sebagai atasan dan celana jeans hitam sebagai bawaha
bisa say
ketika ekspresi ramah resepsionis itu
mengerutkan keningnya bingung. Dia sedikit kesal dengan tingka
um,
ibuk, jadi harus buat janji dulu." Ana menghembuskan napasnya kasar menden
sendiri yang minta
ita itu kembali bekerja dan Ana hanya bisa diam, "Kalau
usirnya secara halus tadi. Dengan perasaan kesal, Ana m
dia datang ke tempat ini jika akan diusir seperti ini. Ana terdiam m
a m
it, masih t
kesal. Pasrah, mungkin besok dia akan datang lagi ke tempat ini. Dengan me
orang itu sedikit terburu-buru untuk masuk ke dalam kantor. Ana yang tidak ingin menyia-nyiakan
cepet banget." Ana ber
k di sini?" tany
i, Pak." Ana mengang
ak langsung
Nggak dibo
ya kasih kartu nam
nggaruk lehernya yang tidak gatal. "Lagian
u ini, ya udah ay
wanita itu hanya meliriknya sebentar dan bersikap tidak peduli. Menyebalkan sekali, jika Ana mempunyai perusahaan sen
*
bawah tadi. Masih didominasi warna hitam, abu-abu, dan putih. Terlihat sepi dan hanya terdapat 5 pint
ia
g bisa saya bantu?" ta
ada urusan sama Pak Anwar." Melihat Lia yang mengangguk, Edo
sudah diantar." Edo meng
k dan mengikuti Lia yang berjalan me
ng berdiri membelakangi pintu, sepertinya pria itu sedang melihat pemandangan jalan raya yang hanya dibatasi oleh dinding kaca. Ana mengedarkan pandangannya ke segala arah. Lagi-lagi dia salah f
n menemui Bapak." Lia berbalik menatap
, Mb
isikan itu. Dia menatap Ana lekat dan
Pak. Pe
at mencoba menyadarkan gadis yang tengah menikmati suasana ruangannya itu. Ana terkejut saat tubuh besar itu sudah berada di depannya.
menemui saya?
Saya mau minta HP baru," ucap Ana sambil me
ursinya, meninggalkan Ana yang masih berdiri
u minta HP
r ketabrak di kampus," ucap An
mu ke kantor saya lagi." Pria itu be
, biar saya beli sendiri," jawab Ana spontan. Dia menutup mulutnya ce
bersandar pada kursinya dan menat
ih ini tidak susah untuk mengirim uang. Tidak mungkin
apak galak-galak." Akhirnya Ana menggunakan ala
al
ke topik utama. "Pokoknya saya mau sekarang, Pak. Jadi saya nggak pe
a terdiam saat melihat ada senyum t
, kasian Ibu saya minta video call te
bisa datang
ya masalah ini dapat diselesaikan dengan mudah bukan? Bahkan tanpa harus bertatap muka. Ana menggerutu sambil mer
cariin. Kata Mbak Resepsionis kan Bapak orangnya sibuk." Melihat Davin yan
embuat Ana menghentikan l
bentar sebelum menjawab,
h lihat. Davin sempat tersenyum saat dia menyebutkan namanya. Meskip
t tiba-tiba dia ia merasa seperti deja vu, dia
ya yang berdetak dengan kencang. Entah kenapa dia bertingkah seperti ini? Jantungnya juga kenapa bisa berdet
*
B