an sendu. Tangan yang mungil terkulai begitu saja di kedua sisi tubuhnya. Bibirnya mengat
yang basah, kakinya tetap memaku tatkala diterpa ombak yang menyapa. Sepertinya ia tidak keberatan sama sekali saat
detik waktu yang berlalu, menyisakan tanda tany
yum mengembang di bibirnya, seakan sudah tertahan sejak lama. Bait-bait puisi kerinduan tertul
atinnya lagi. Sebait puisi tentang kerinduan tiba-tiba s
i bersinar malu-m
mu sudah men
ustru kia
nya candumu ta
ng lagilah
da hutang yang h
erindu. Ada aturan-aturan tertentu yang menghalanginya, sebe
kaki, bau harum unik mulai menyeruak membuat lelaki itu memejamkan matanya, menghirup kuat-kuat aroma ya
n yang berpendar dengan teratur. Sehelai kelopak bunga mawar berwarna biru itu jatuh tepat di tangan sang l
ohon, ijinkan aku mendekat menyetuhmu," pinta
sapa. Bahkan angin dan ombak pun tak sabar menunggu dua insan itu bertemu lebih dari sekedar hanya b
. Mungkin benar, lelaki itu buktinya. Tampaknya ia benar-benar memilih
tekadnya untuk meredakan kerinduan, mengikuti nafsunya. Perlahan ia melangkahka
lan
sik tapi entah kenapa tetap merdu. Tepat ketika derak-derak lonceng te
Lang
hanya patuh mengikuti. Belum terlambat untuk berputar arah
lan
menyejukkan disaat langkahnya mulai terasa berat seakan sesuatu menahannya dari belakang. Tapi sekali lagi, tak bisa diungka
t la
yang seakan tengah memekik ditelinga meminta untuk segera dilepaskan. Kerinduan yang bahkan matahari pun tak bis
iru menoleh pelan kearah sang empunya suara. Laki-laki itu bahagia, bak akh
ang berperang menuju daratan. Tatapan kosong sang gadis pun bertemu dengan netra sang le
dis itu kemudian tersenyum manis, tapi entah kenapa matanya tidak demikian
dari pandangan. Sesuatu yang seperti kabut asap mengelilinginya tiba-tiba, dan sejurus kemudian... mel
Biru..." teriak lelaki itu yang entah kenapa
egah Gadis Bergaun Biru pergi. Ia hanya bisa menatap nanar
ri tempatnya, tak lagi terpaku. Tapi buat apa jika yang dirind
lalu memanggil gadis itu,
ru.
" isaknya
? KAK
ANA.
L
dah ditungguin Bunda dibawah dari tadi, udah jam delapan n
AN KAMU NAMP
ahil yang berdiri didepannya tanpa dosa. Yang ditatap pun seketika terkejut saat siasatnya terbo
wana tepat saat Aid
at Diwana mulai sadar sepenuhnya, mimpi yang baru saja menghantui perlahan munc
a masih bisa merasakan sedikit aroma memabukkan itu sekarang di kamarnya. Harum memabukkan itu terasa mengu
u sudah r
-