a
ahan yang aku impikan, pernikahan yang me
ngan lelaki yang kelak menjadi suami ku. Duduk bersanding bag
ng muluk, tetapi itu impian b
uarga nya ingin menggelar pesta hajatan atau walimah, sebagai tanda dan pemb
ar ala kadarnya, pasti se
m. Aku tak pernah merasakan duduk di at
sta resepsi pernikahan, emas
a bertanya, "mirna kapan pesta
kala itu. Aku hanya membalas pe
anya itu yang bisa ku jawab seti
at teman teman ku yang baru menikah, lalu mengg
rga kurang mampu, wajahnya juga bisa dibilang biasa biasa saja, tapi ia bis
an cantik, kulit kuning langsat, postur tubuhku yang langsing. Tapi mendapat suami yang
ali aku harus
k air mata yang ha
bertanya pa
in sekali kita di buat acara pesta
anti kalau ada ua
judnya kata kata mas Far
nikahan kami. Tak jua ia me
ti kalau sudah punya anak kan ga
sudah sah jadi suami is
nya membuat hati
n duduk diatas pelaminan, meskipun pesta nya kecil k
akan sehari hari aja kita masih susa
aku, kamu akan buat acara resepsi p
erti kondisi mas. Jangan terus terusan minta dibuatkan pesta resepsi. Siapa ya
gak punya
ir mata ku jat
ita ku kandas, ta
in lagi pesta itu akan terwujud. Kecuali
*
ikahan dari teman atau kerabat. Aku
nya uang, bukan karena
an pengantin baru di atas pelaminan.
nasibku tak sebe
tak menjanjikan langgen
, seolah olah kita di anggap menikah secara diam diam, gak kasih kabar kalau
ir oleh keluarga bahkan t
gak pernah merasakan
beginian, dia kan gak pe
u gak undang undan
ilang bilang si
sta nya. Kok g
kamu gak buat
ata kata mereka. Entah jawaba
rcampur semua dalam hatiku. Aku
mas Farid, maka hanya ke
anya sama saja menghancu
rga, tetangga, bahkan teman teman mungkin suda
lai melupakan dan men
ku dan pernikahan ku tak sebahagi