a ikatan rambutnya sehingga rambutnya yang panjang tergerai indah. Aku merasakan ses
aja, Jang." Kata Mbak Wati tertawa kecil meli
rbeda dibandingkan saat di Bogor." Jawabku
tanya Mbak Wati sambil memp
cantik yang berkemben mengibaskan rambutnya yang panjang sehingga beberapa perhiasan yang menempel pada rambutnya berjatuha dan saat menye
ucat?" tanya Mbak Wati menjadi khawatir, dia m
ha memberanikan diri membuka mata. Wanit
nya, membuatku menahan nafas mengikuti gerakkan baju yang terangkat semakin tinggi. Perut Mbak Wati memang berlemak, tapi tidak se
, menggodaku yang shock melihat payudaranya yang terbungkus BH, aku in
lan sehingga seperti sebuah slow motion yang membetot kesadaranku. Celana dalamnya menghalangiku melihat bentuk mem
tawa geli, tangannya berkacak pinggang. Sayang, BH dan Cd menutupi bagian ya
terlepas dari badanku melewati kepala. Dengan santai mbak wati berjongkok dan membuka celanaku seperti seorang ibu yang menelanjangi anaknya yang nakal dan ti
tolku yang sudah berdiri dengan perkasanya. Reflek aku menutup kon
lalu telanjang di depanku. Hihihi" Mbak Wati tertawa geli melihatku yang pucat karena malu. Ta
sehingga tubuh kami bersentuhan, hangat sekali tubuhnya, bahk
ak Wati berbisik sehingga nafasnya menerpa leher
tubuh kami semakin menempel, payudaranya yang besar terasa lunak dan hangat. Ya
ti, tangannya memeluk leherku sehingga kesadaranku ny
Mbak Wati membantu ku membuka kait
Tanpa dapat kutahan dan aku memang tidak berusha jntybertahan, aku berjongkok menatap gundukan memeknya yang t
!" kata Mbak Wati menyadarkanku, ini bukan tempat yang teppat untuk menikmatan berisi kembang dan minyak mawar dari tasnya. Kembang ditaburkan dalam ember yang masih kosong. Ak
in, setelah itu Mbak yang mandii
Wati binti Adam,..
baca mantra untuk mandi hingga selesai. Mantra ya g menurutku
n air dari gayung ke atas kepala Mbak Wati sebanyak tujuh gayung, aku melakukannya dengan tergesa gesa. Akh Mbak Wati yang terlihat khusu menjalani prosesi ritual. Hilan
inya, aku berjongkok menghadap Mbak Wati sehingga aku bisa melihat m
tertawa kecil melihatku, dia mendekatkan memeknya ke wajahku membuat wajahku semakin memera
ergerak mundur menjauhkan memeknya dari wajahku, reflek aku mengejar memek
ka kamu, sepuasnya. Sekarang kamu menghadap sendang.!" kata M
sangat khusu sehingga membuat bulu kudukku merinding membuatku melupakan bayang bayang memeknya dari pi
ku yang sedang khusu. Aku segera berdiri nenat
ana, Mbak?" tanyaku setel
ah dulu di sana." jawab Mbak Wati tersenyum menggod
tahuku menyediakan kamar kamar untuk menginap dan melakukan ritual mesum. Sungguh tempat yang sangat unik, satu sisi tempat ini dianggap sebagai tempat sa
ng datang, Mbak Wati membeli dua bungkus kembang dan menyan yang sudah tersedia. Setelah itu kami masuk bangunan makam yang diberi nama
siur, banyak persi yang beredar tetapi yang paling
h pendirian, dan dengan hati yang suci. Jangan tergoda oleh apa pun, harus terpusat pada yang dituju atau yang diinginkan.
membuat ritual sex tumbu
tanya kuncen ke Mbak Wati yang dengan lancar meny
u., menanyakan hal yang sama sepe
akin merinding saat kuncen membaca mantra. Bau menyan yang mengingatkanku ke Abah, setiap malam Jumat Abah
, menyuruh kami masuk ke dalam cungkup makam. Hanya kami berdua di dalam cu
mulus, tanpa sadar, aku pun ikut menangis. Teringat dengan nasibku, umur 8 aku sudah menjadi yat
a sadar, dahi kami menyentuh marmer makam yang dingin, semua tangis dan kesusahan yang dialami semuanya, seakan ter
bak Wati, masih terlihat matany
. Aku kesini karena ajakannya, maka
kan bangsal Sonyoruri seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta dan kerinduan setelah lama berpisah. Mungkin ini yang di
h sepasang suami istri,. Mbak Wati adalah seorang istri yang datang mencari berkah kekayaan sehingga rela berzina denganku seorang perjak
erjejer warung warung yang sepi, setia menunggu malam Jum'at Pon tiba. Pada saat itulah ribuan orang akan memadati tem
ai, tanganku semakin erat menggenggam tangan Mbak Wati yang menoleh ke arahku dengan senyumnya yang khas, sebentar lagi aku akan m
*
putih. Piring kosong untuk tempat bunga, semuanya diletakkan di meja. Dari
ntukku. Aku dibesarkan oleh Ibu dan Abah/kakekku serta Mang Karta yang sangat memegang teguh adat istiadat, tradisi yang rutin kami lakukan pada malam malam tert
kata Mbak Wati tersenyum menatapku yang asik melihat persiapan yang dilakukan Mbak Wati. Mbak Wati membuka jilbab perlahan lahan, membua
enggeraikan rambutnya yang panjang dan basah, semakin menambah kecanti
kencang saat Mbak Wati mengangkat bajunya perlahan sehingga aku m
elus perutnya yang berlemak, seolah ingin men
abku gugup dengan p
kan bajunya sehingga aku gagal melihat keindahan payudaranya yang suda
ku berusaha meredakan kemarahan Mbak Wati. Aku tidak
ngkat baju atasnya perlahan lahan berusaha menggodaku yang bisa menarik nafas lega
setidaknya keteganganku mulai berkurang,
tinggi menaikkan bajunya, kembali aku menarik nafas
ayudaranya yang tidak tertampung seluruhnya oleh BH yang m
ir liur untuk membasahi tenggorok
sam