r terbuka dan Evan melangkah masuk dengan basah kuyup. Dia langsung menuju kamar
nutupi gaun tidur sutraku. Setelah itu, aku mengeluarkan piama Evan dan melet
ang, suara hujan lebat yang menghantam jendela dan dinding yang tertutup b
handuk di pinggangnya. Air menetes dari rambutnya ke tubuhnya. Dadanya yang bidang dan perutnya yan
, lalu dia balas menatapku sambil merengut
lemparkan handuk kecil ke arahku dan memerinta
an tidak suka menggunakannya. Dia selalu memintaku
ik ke tempat tidur, berlutut di belakangnya d
berniat untuk memulai percakapan dengannya. Namun, karena Evan hanya memikirkan Lia
mengangguk dan
Aku hanya melakukan apa yang diminta dan kemudian
idurku. Biasanya Evan akan tinggal di ruang kerjanya sampai tengah malam setelah mandi
tahu-tahu dia menarikku ke dalam pelu
dan menatapnya bing
ya, sepasang matanya yang hitam pekat
man. Meskipun aku tidak ingin melakukan itu
rusia enam minggu. Jika Evan kasar seperti ter
kening tanpa me
ruangan. Erangan dan suara tubuh yang saling beradu dengan keras berlangsung cukup lama. Pikiranku begitu ka
h laci samping tempat tidur untuk mengambil obat penghilang rasa sakit. Namun, aku
sel Evan bergetar di meja samping tempat tidur. Aku menatap
menelepon Evan selar
jubah mandinya, menyeka tangannya, lalu menjawab panggilan itu. Aku berusaha u
eperti anak kecil," ucap
gi seperti yang kerap dia lakukan. Biasanya aku tidak peduli dengan aktivitasnya pada malam hari. Akan tetapi, hari ini
gin dan ketidaksenangan muncul di wajahnya yang tampan. "Ap
rdengar dingin
ajah tanpa ekspresi dan berkata, "Besok adalah pemakaman Kakek. Kamu harus ingat bahwa kita harus
memegang daguku dan menatap mataku. Lalu, dia berkata deng