/0/9725/coverbig.jpg?v=7580505b26e9e2d2d73fec238daf1a95)
Bismillahirrahmanirrahim Asyhadu alla ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadarrosulullah Bi'itsmin dzat dalima putih, Gumilang cahyaning suci ing wisesa Patih sang Wulung Ya Kanjeng Ratu Sangyaning hajad dateng Nyai Roro Kidul Rawung Ka'ajeng Gusti Wali Tunggal Laluhur Wayana Syech Kudratullah Sumerep ing Genuruwah saking Laut Kidul Dupe Ciri wali purwa tanpa wekasan ing impenku Tusta ustmaningal tutuping atur kersaning Allah ta'ala
Bismillahirrahmanirrahim
Asyhadu alla ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadarrosulullah
Bi'itsmin dzat dalima putih, Gumilang cahyaning suci ing wisesa
Patih sang Wulung Ya Kanjeng Ratu Sangyaning hajad dateng Nyai Roro Kidul
Rawung Ka'ajeng Gusti Wali Tunggal Laluhur Wayana Syech Kudratullah
Sumerep ing Genuruwah saking Laut Kidul Dupe Ciri wali purwa tanpa wekasan ing impenku
Tusta ustmaningal tutuping atur kersaning Allah ta'ala
"Srikandi, mendekatlah. Katakan pada saya, apa yang kau rasakan."
"Nyi Ratu, saya ingin kembali cantik seperti sediakala."
"Baiklah, atas izin ketujuh samudra dan laut pantai selatan saya akan mengabulkan keinginanmu."
"Benarkah, Ratu?"
"Ya, duduklah bersila dan sebut nama saya 99 kali. Maka, wajahmu akan kembali seperti semula."
Dengan mendudukkan tubuh di pinggir pantai parang tritis, seketika Srikandi menatap aliran air yang menderu lembut. Wajah yang tadinya terkena penyakit langkah dan menua sebelum waktunya, seketika menjadi sangat cantik.
Kulit yang sebelumnya sangat keriput, bersisik, bagai seseorang pemakai susuk kecantikan. Namun, ketika Srikandi menatap paluh permukaan air pantai Selatan, wajahnya berubah dengan pahatan sempurna di setiap sudut sisi.
Tiba-tiba ombak ganas samudra menerjang dari arah depan.
"Tidak ... astaghfirullah, aku cuma mimpi."
***
Kisah berawal ketika Srikandi Dwi Ayu Widyaningrum ingin meninggalkan kampung halaman dan pergi menuju sebuah desa terpencil, tepatnya di dekat lereng pegunungan merapi. Di sana adalah desa yang sangat misterius dan dipenuhi dengan rumor seputar budaya ketat, tak seperti keadaan di desa tempat ia dilahirkan.
Gadis berusia 21 tahun itu tertarik mengikuti tarian Jawa yang sangat khas, lekuk tubuhnya juga sangat memesona dan mampu memikat hati setiap pasang mata jika ia telah menari. Bakat yang terlahir sangat natural itu disadari ketika Srikandi duduk di bangku SMP, tepatnya di usia 13 tahun.
Seiring berjalannya waktu, ia sering sekali menonton pertunjukan penari lewat acara televisi. Kecintaannya pada musik gamelan dan seruling mampu membangkitkan minatnya untuk terjun langsung belajar menari dan terkenal suatu saat nanti.
Padahal, menurut dari garis keturunan, ia bukanlah terlahir dari kalangan seniman maupun pegiat seni. Akan tetapi, bakat itu hadir dengan sendirinya ketika ia pergi ke suatu pagelaran seni tari yang dipenuhi dengan para penonton.
Sejak saat itu, Srikandi ingin mempelajari ajian-ajian yang kini hampir tidak pernah terdengar lagi. Apalagi di era seperti saat sekarang ini. Setiap malam, gadis berusia 21 tahun itu mempraktikkan tarian yang ia olah sendiri.
Meski tanpa bimbingan dari siapa pun dan pergerakan itu hadir sesuka hatinya saja, akan tetapi dapat membentuk jiwanya masuk ke dalam seni tari Jawa tersebut.
Srikandi belajar menari di rumah dengan sembunyi-sembunyi, karena Sulastri yang merupakan ibu tirinya melarang ia untuk menari. Kata wanita paruh baya itu, hanya buang waktu dan tak berguna sama sekali.
Lebih baik Srikandi merantau keluar negeri untuk bekerja dan mencari uang yang banyak. Agar dapat mengangkat derajat keluarga dengan sangat cepat, bakat yang ia miliki tak luntur dengan berbagai cibiran ibu tirinya.
Tepat di pagi hari dengan hujan rintik-rintik, Srikandi ingin meninggalkan rumahnya dengan mengemasi semua pakaian dan menaruh-rapi di dalam sebuah koper berwarna hitam. Tanpa sisa untuk peninggal di dalam lemari, tekatnya sudah bulat kali ini.
Ketika ia keluar dari kamarnya, kedua orang tua ditambah dengan-kakaknya bernama-Hidayat saling bercokol di depan rumah dengan memakan ubi rebut di atas nampan. Sri pun melintasi mereka dan membuat sang ibu bangkit dari posisi duduknya.
"Sri, kau mau ke mana?" tanya sang ibu masih dengan nada suara netral.
"Sri mau pamit pergi, Bu." Mojang berusia 21 tahun itu menatap lantai seraya membungkam sesaat.
"Nduk, anak gadis enggak baik merantau sendirian," ucap bapaknya seraya memasang wajah sayup dan sedih.
"Pak, Sri ingin mencapai cita-cita, mungkin suatu saat Sri bisa sukses dan menjadi penari terkenal di luar sana."
"Sri ... Sri. Wong raimu yo enek ngarep terkenal. Mbok, yo, ngimpi sampean." Sulastri berkata seolah-olah mematahkan semangat putri tirinya, ia selalu mencibir anak dari suami barunya itu.
Seketika suasana sangat hening, ditambah semilir angin yang seakan mengiyakan perkataan wanita paruh baya itu. Murka alam semesta seolah membawa sumpah dari Srikandi untuk bisa sukses menjadi penari, apa yang tak mungkin di dunia ini. Semua manusia berhak mendapatkan kesempatan, selebihnya hanya Gusti Allah yang menentukan.
"Mbok, Sri cuma bisa berdoa saja. Soal sukses atau enggak, biarkan Gusti Allah yang menentukan," ujar Sri, ia masih menjaga nada suara. Karena lawan bicara lebih tua darinya dan tak boleh dilawan apa pun alasanya.
Wanita paruh baya di hadapan Sri menarik napas panjang dan memasang wajah pongah. Ia juga kembali duduk di atas kursi seraya membuang tatapan menuju permadani kabut di depan rumah, kekesalannya berujung di hari ini, dalam hati Sulastri adalah ingin secepatnya menyingkirkan Srikandi. Agar peninggalan rumah milik ayah Sri jatuh ke tangan Hidayat-anak kandungnya.
"Dibilangi orang tua enggak nurut. Anakmu itu, loh, Pak. Mau jadi penghuni neraka," cibir Sulastri lagi.
"Wes, toh, Bu ... ora usah diperpanjang. Biarkan Sri mencari jalan hidupnya, lagian umur putri kita sudah cukup dewasa," sahut lelaki paruh baya yang merupakan ayah kandung dari Srikandi.
Tanpa memperpanjang pertikaian lagi, sang ayah bangkit dari tempat duduknya seraya berjalan mendekati sang putri hasil pernikahan yang pertama dari Almarhumah Aminah. Kepergian Srikandi tak mampu diganggu gugat. Pasalnya, ia sudah tak tahan jika sang putri mendapatkan ketidakadilan di rumah itu.
Memiliki seorang istri yang sangat nyinyir membuat Diman harus menelan bulat-bulat cacian, makian setiap harinya. Entah itu perihal pekerjaan, gaji, dan setoran untuk belanja. Keputusan Sri juga enggak main-main kali ini, ia baru akan kembali kalau kelak telah sukses.
"Pak, Sri pamit dulu. Doain kalau kelak anakmu ini bisa sukses, dan kita bisa hidup kaya." Mojang berusia 21 tahun itu memeluk-Diman-ayahnya sangat erat.
Bulir bening keluar dari kedua bola mata lelaki paruh baya itu sembari melepas kepergian putrinya secara tidak wajar, sementara Srikandi juga menagis dan isak suara itu pecah di pundak sang ayah.
"Nak, kalau sudah sukses, jangan lupa sama bapak di kampung. Kalau ada waktu luang, pulanglah. Rumah ini terbuka lebar untuk menerimamu," rengek sang ayah seraya melepas pelukan.
Lelaki berkulit keriput itu menghapus bulir bening yang keluar sejurus dari lekuk pipi putrinya. Ia juga mengambil satu bungkus empon-empon dari dalam kantong celana, lalu menyodorkan benda tersebut pada Sri.
"Opo iki, Pak?" tanya Sri dengan ekspresi sangat penasaran.
"Iki empon-empon, Nduk. Gowo logo, ben ojo lali rai bapak."
"Anak lungo seng digowoi duit, ora empon-empon, Pak. Miskin, kok, kebangetan sampean," cibir sang ibu lagi.
"Mak, udah, dong. Jangan seperti itu terus sama bapak, kasihan tiap hari Emak tindas terus." Hidayat pun angkat bicara seraya melawan ibu kandungnya.
"Jangan ikut-ikutan kalau orang tua ngomong. Anak masih bau kencur kerjanane melawan wong tuo ... bosen aku urip sui-sui neng dunyo iki." Sulastri pun pergi meninggalkan teras rumah.
Sri pun mencium tangan sang ayah sangat lembut. "Pak, Sri pamit. Assalammualaikum ...."
"Wa'alaikumsallam." Setelah merespons salam putrinya, tampak dari netra lelaki paruh baya itu telah berkaca-kaca.
Kesopan santunan Sri dalam bertutur kata mampu membuat orang sekitar menjadi sangat kasihan, tetapi tidak dengan ibu tirinya. Ia bahkan menjadi bahan omelan setiap hari, bahkan diperlakukan tidak manusiawi.
"Sri, hati-hati di jalan. Abang enggak bisa kasih apa-apa sama kamu, Dek," ucap Hidayat-abang tirinya.
Tampak dari raut wajah pemuda berusia 24 tahun itu merasakan kesedihan, sama dengan yang telah Diman tebar lewat ekspresi.
"Iya, Bang. Enggak apa-apa, yang penting jaga bapak dan ibu di rumah. Assalammualaikum." Sri berpamitan seraya mengangkat koper hitamnya dan turun perlahan melalui anak tangga rumah panggung.
"Wa'alaikumsallam."
Bagai terumbu karang yang terombang-ambing di lautan luas, begitulah pepatah kehidupan Sri kali ini. Murka semesta seakan mengiyakan perihal keadilan tak kesampaian untuk membuatnya bahagia ketika mendapat ibu tiri, kabut putih menyelimuti suasana perjalanan berbatu dan berduri.
Akses untuk bisa keluar dari tempat tinggalnya harus melintas di jalan setapak, dengan semak belukar-tengah hutan. Suara burung berkicau seakan menjadi permadani memasuki indra pendengaran sejurus dengan posisi kala itu. Bersama sang waktu yang tak mampu berkata perihal kehidupannya, Sri hanya mampu menangisi semua dalam hati.
Tersirat dalam benak hatinya bekas gambar pukulan dari ibu tirinya kemarin sore. Rasa sakit itu seakan menghujam ulu hatinya, tanpa bisa membalas hanya mampu menerima.
"Ya, Allah ... mengapa hidupku seperti ini. Ibu ... Sri sangat rindu, mengapa engkau pergi terlalu cepat meninggalkan Sri. Coba saja ibu masih ada, pasti Sri enggak akan bernasib seperti ini," ucapnya sendiri dengan langkah kaki yang mulai limbung.
Tepat di sebuah pohon berukuran sangat besar, Sri berhenti dan mendudukkan tubuhnya merapat ke pohon randu. Menggunakan tangan kanan, ia mengambil sebotol air mineral dan meneguknya hingga tandas.
Dengan membawa bekal uang dua ratus ribu untuk menuju sebuah tempat pelatihan tari di desa terpencil, ia harus membongkar celengan yang selama satu tahun disimpan dalam bambu.
Bersambung ...
Novel Dewasa!!! Menceritakan seorang wanita cantik dan pejantan tangguh. Memiliki suami cacat, membuat wanita itu harus mencari kenikmatan di ranjang sang duda perkasa.
Ini adalah cerita tentang Gay, kalau tidak suka jangan baca. Tidak untuk anak-anak, peringatan dari penulisnya.
Karin jatuh cinta pada Arya pada pandangan pertama, tetapi gagal menangkap hatinya bahkan setelah tiga tahun menikah. Ketika nyawanya dipertaruhkan, dia menangis di kuburan orang terkasihnya. Itu adalah pukulan terakhir. "Ayo bercerai, Arya." Karin berkembang pesat dalam kebebasan barunya, mendapatkan pengakuan internasional sebagai desainer. Ingatannya kembali, dan dia merebut kembali identitasnya yang sah sebagai pewaris kerajaan perhiasan, sambil merangkul peran barunya sebagai ibu dari bayi kembar yang cantik. Arya panik ketika pelamar yang bersemangat berduyun-duyun ke arah Karin. "Aku salah. Tolong biarkan aku melihat anak-anak kita!"
Ava menarik nafas panjang sebelum melepas penutup terakhir tubuhnya. Dan kali ini, yang hadir hanyalah ketelanjangan yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamkan mata, menikmati udara sore dan dingin air yang mengalir membasahi tubuhnya. Sore itu ia merasa menyatu dengan alam.
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?
Angeline adalah seorang pekerja keras, ia baru saja dipecat dari tempat kerjanya karena fitnah rekan kerjanya. Angeline yang harus menjadi tulang punggung keluarganya berusaha mencari pekerjaan apa pun yang bisa menghasilkan. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Bryan yang menawarkan sebuah pekerjaan dengan bayaran yang sangat tinggi. Bryan adalah seorang presdir perusahaan ternama. Dirinya yang sebagai keturunan terakhir dituntut untuk segera menikah agar bisa meneruskan keturunan. Dijodohkan dengan kenalan ibu tirinya, membuat Bryan enggan melakukannya karena tau niat dibalik sikap sang ibu tiri. Bryan pun bertemu dengan Angeline dan menawarkan pekerjaan untuk menyewakan rahimnya dan melahirkan keturunannya. Apakah Angeline bersedia untuk menyewakan rahimnya dan melahirkan anak dari Bryan? Akan kah benih-benih cinta tumbuh di antara keduanya dan menjadikan pernikahan mereka sebagai pernikahan yang sah?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Billy melepas Rok ku, aku hanya bisa menggerakan kaki ku agar Billy lebih mudah membuka Rok ku, sehingga Rok ku terlepas menyisakan celana pendek dan CD di dalamnya. Lalu Billy melepas celana pendek ku dan pahaku terpampang jelas oleh Billy, paha putih mulus tanpa cacat. Billy lulu menelusuri pahaku. Aku hanya bisa menikmati dengan apa yang billy lakukan padaku.