/0/8819/coverbig.jpg?v=3ad904542934f913aa337c77a3c7ac49)
Saat menjaga ayahnya di rumah sakit, Vancy Shanika luar biasa terkejut dipanggil 'mommy' oleh seorang balita bernama Vern Zachary. Belum lagi fakta bahwa anak itu adalah buah hati dari dosen termuda di kampusnya, yaitu Varesh Zachary. Di tengah-tengah kebingungannya, Vancy tidak menyangka ketika Varesh menawarinya pernikahan kontrak selama satu tahun. Laki-laki itu berjanji menanggung biaya pengobatan Hendra, sang ayah, asalkan Vancy bersedia membantu Varesh memperjuangkan hak asuh Vern sesuai surat wasiat kakak dan iparnya. Awalnya, hubungan Varesh dan Vancy berjalan baik-baik saja, bahkan tergolong harmonis. Namun, kedatangan teman baik Varesh yang juga menjadi dosen di kampus hingga berita pernikahan keduanya tersebar, menimbulkan berbagai masalah lain yang menguji cinta sepasang itu.
***
Aroma petrichor seakan-akan menyambut perempuan dengan kemeja putih polos dan rok hitam di atas lutut itu turun dari kendaraan umum yang membawanya. Sejenak ia merapikan tatanan poni pagarnya yang sedikit berantakan, lumayan bersyukur sebab rambutnya diikat sejak niatnya melalang buana di tengah keramaian ibu kota.
Suara barang jatuh dari map yang dipegangnya membuat perempuan itu berhenti melangkah, lalu berjongkok hati-hati untuk memungutnya. Nama 'Vancy Shanika' yang tertera menjadi bukti bahwa benar dirinya pemilik dari kartu identitas tersebut. Enggan bertele-tele, ia dengan cepat kembali bangkit.
Tujuan Vancy sudah di depan mata. Ia segera mempercepat langkahnya, setengah berlari menuju gedung bertingkat dengan dominasi warna putih yang tak jauh dari halte pemberhentiannya beberapa saat lalu. Kepalan Vancy menguat di per sekian detik, terus berusaha menghilangkan keraguannya.
"Mohon maaf, Mbak. Jika boleh tahu, ada perlu apa kemari?"
Vancy menahan napasnya sebentar kala berhadapan dengan dua pria paruh baya yang berjaga di pintu masuk. Saat mengedarkan pandangannya, ia bisa melihat aktivitas karyawan di dalam sana, tampak hilir-mudik memikul tanggung jawab masing-masing. Diam-diam Vancy berharap suatu hari dirinya juga menjadi salah satunya.
Bukan tanpa alasan Vancy memberanikan diri mendatangi Roderick, perusahaan game online itu. Ia sudah sejak lama bermimpi bekerja ataupun magang di sana meski sadar seratus persen tidak masuk kriteria. Hanya saja, tekad Vancy begitu bulat hingga sedikit pun tidak mengacuhkan kemustahilan.
"Mbak?"
Vancy konstan mempertahankan senyumannya, terlihat agak salah tingkah karena menyadari tatapan aneh yang dilempar padanya. Ia berdeham singkat untuk melegakan tenggorokan sebelum akhirnya menjawab, "Mau taruh proposal untuk magang, Pak."
"Mbak enggak salah?"
"Enggak, Pak."
"Apa Mbak baca syarat dan ketentuan para pelamar atau calon pemagang di sini?" Salah satu satpam kembali mengajukan pertanyaan yang lantas mendapatkan anggukan Vancy. "Mbak yakin tidak melewatkan satu pun?"
"M-maksud ... maksud Bapak ... jenis kelamin saya?"
"Benar, Mbak. Bukankah seharusnya Mbak sudah tahu jika Roderick tidak pernah menerima karyawan perempuan?"
Vancy menggigit bibir bawahnya, kehilangan rasa percaya diri. Kini, ia layaknya putri malu yang mengatup saat disentuh. Vancy baru saja akan menyahut lagi sebelum seseorang dengan jas formal melangkah tegas ke arahnya. Tidak cukup sampai di situ, Vancy membelalak begitu menyadari sosok itu.
Varesh Zachary, nama tersebut seketika muncul di kepala Vancy. Laki-laki itu tak bukan adalah salah satu dosen di kampusnya, bahkan sering kali dilihatnya berkeliaran di gedung jurusan Teknik Komputer. Meski tak pernah sekalipun Varesh mengajarnya, ketenaran dosen muda itu membuat Vancy langsung mengenalnya dalam sekali lihat.
"Kamu ... mahasiswi Universitas Helios?"
Sekejap Vancy menelan salivanya susah payah, begitu pun binar matanya tampak mulai tidak tenang. Ia meremas kuat apa saja yang ada di tangannya seolah-olah hendak menghancurkan. Namun, ketika mengingat betapa pentingnya berkas-berkas itu, Vancy menghentikan kebodohannya dan menunduk dalam-dalam.
"Kamu tuli?" Varesh menghela napas saat pertanyaannya lagi-lagi tak direspons. Ia geleng-geleng kepala, lalu beralih pada dua pria paruh baya yang aktif menjalankan tugas. "Maaf, Pak, saya mau tanya. Dia ini kenapa?"
"Mbak ini ingin mengirim proposal magang, Pak, dan kami telah mengatakan jika di sini tidak menerima karyawan berjenis kelamin wanita."
"Biar saya tebak, dia ini tidak mau pergi dan tetap ngotot?"
"Benar, Pak."
"Sudah saya duga," gumam Varesh terdengar mencemooh.
Mendengar langsung tingkahnya diungkit di hadapan dosennya sendiri, Vancy luar biasa malu. Ia tak mempunyai muka lagi, padahal belum tentu juga Varesh benar-benar mengenalnya. Lagi pula, untuk apa juga Varesh repot-repot bertanya sesuatu yang sama sekali bukan menjadi urusannya?
"Kamu dengar, kan, kalau kamu salah tempat? Apa kamu enggak bisa membaca, makanya tetap ngotot begini?"
"S-saya-"
"Masih mau mengelak?" Tidak memberi kesempatan Vancy untuk membela diri, Varesh membaca kop lembar yang keluar dari map di pegangan gadis itu sebelum berujar lagi, "Setidaknya, kalau ingin mencari masalah di ruang umum, jangan menunjukkan identitas almamater. Memalukan."
Vancy melongo di tempat. Ia tak berkedip seiring Varesh dengan gaya angkuhnya berlalu begitu saja menuju sebuah mobil mewah yang terparkir beberapa meter di depan sana. Vancy mengepalkan kedua tangan, mendadak kesal. Napas gadis itu pun memburu hebat sampai-sampai wajahnya ikut memerah.
"Sekali lagi, mohon maaf, Mbak. Kami benar-benar tidak bisa mengizinkan Mbak masuk ke dalam. Sebaiknya, Mbak membaca syarat dan ketentuan pelamar sebelum ke sini agar tidak sia-sia."
Jelas jika Vancy baru saja kembali diusir secara halus. Tidak mempunyai pilihan, Vancy hanya mengangguk dan disusul permintaan maafnya. Gadis berciri khas senyum manis itu pun berbalik meninggalkan gedung yang sudah menjadi impiannya beberapa tahun terakhir.
***
Vancy menggenggam erat tangan rapuh milik ayahnya, Hendra, yang tampaknya asyik berlama-lama di alam mimpi. Setelah seharian berjuang tanpa hasil, melihat cinta pertamanya tersebut sudah cukup menghadirkan setitik kebahagiaan di hati. Vancy lebih daripada bersyukur Tuhan masih memberinya kesempatan menjaga Hendra.
Sejak Rini-ibunya-memutuskan pergi tanpa pamit beberapa tahun silam, hanya Hendra yang menjadi alasan Vancy bertahan menjalani kejamnya kehidupan yang setiap hari seolah-olah menyambutnya dengan masalah. Janji Vancy pada dirinya sendiri ialah membahagiakan Hendra apa pun caranya.
"Vancy ..., Nak ...."
"Iya, Yah ...," balas Vancy, nyaris gemetar. Ia tersenyum sebaik mungkin selagi Hendra mengerjap guna membiasakan cahaya di sekitar. "Ayah kalau ngantuk, tidurnya lanjut aja. Entar pas makan malam, Vancy bangunin."
"Enggak, Ayah enggak ngantuk lagi." Hendra mengulurkan tangannya, mengusap puncak kepala sang anak hingga Vancy sejenak memejamkan matanya. "Gimana, Nak? Berhasil magang di perusahaan yang kamu pengen itu?"
"Nanti Vancy berusaha lagi."
"Enggak apa-apa. Artinya, belum rezeki. Jangan mudah menyerah, ya."
Vancy mengangguk lagi, tidak lupa senyumannya. Ia beranjak dari kursinya, lalu sedikit menunduk untuk mengecup dahi Hendra. Setelah itu, Vancy membuka toples di nakas sebelum mengambil permen tangkai rasa melon, serta-merta menikmatinya dan sambil menyeringai karena diperhatikan ayahnya.
"Hampir aja Ayah suruh suster buang tadi," goda Hendra sembari tertawa kecil. "Nanti sakit gigi baru tahu rasa, lho."
"Ah, Ayah. Tinggal satu juga."
Perasaan Vancy membaik saat mulutnya mulai bereaksi akan manis dari permen. Semangat yang sempat meredup, kembali berkobar. Tekad yang tadinya menghilang, muncul lagi ke permukaan. Vancy manggut-manggut, tidak berhenti menasihati dirinya sendiri di dalam hati.
"Vancy panggil dokter dulu, Yah," ucap Vancy pamit undur diri. Namun, langkah gadis itu terhenti begitu Hendra kembali memanggilnya. Vancy menoleh dan melempar senyuman terbaiknya. "Iya, Yah?"
"Kamu masih berusaha cari Om Danny?"
Beberapa saat Vancy terdiam. Walau akal sehatnya ingin melakukan kebohongan kecil, nyatanya gekstur tubuhnya sama sekali tak membantu. Vancy mengangguk pelan hingga dilihatnya pula tatapan sendu bercampur bersalah Hendra padanya. Tanpa sadar, ia meremas jemarinya sendiri.
"Maaf, Yah. Sampai saat ini, Vancy masih mau mencari."
"Nak, kamu tahu kalau semuanya mungkin akan sia-sia. Ingat, enggak selamanya kejahatan harus dibalas kejahatan juga."
"Vancy tahu, tapi Vancy mau berusaha. Suatu hari nanti, Vancy yakin kalau Om Danny akan datang, lalu Vancy minta tanggung jawabnya," kata Vancy lugas.
Terlihat anggukan Hendra, menemani lengkungan di bibir pucatnya. "Ayah tahu enggak ada gunanya larang kamu. Ayah cuma berharap kamu enggak terlalu tenggelam dalam dendam, apalagi menyalahi takdir. Tolong kamu ingat, Nak. Setiap masalah yang pernah terjadi, pasti akan ada hikmahnya."
Vancy mengiakan, serta-merta membuka pintu ruang inap Hendra guna keluar dan kembali menutupnya. Ia melangkah sembari menunduk, menyebabkan rambut panjang itu menutup wajahnya. Saat ini, pikiran Vancy sungguh kalut. Ingin rasanya ia mencari tempat yang sepi untuk menjerit sepuasnya.
"Vancy."
Begitu namanya dipanggil, Vancy mendongak. Ia sedikit mengulas senyum ketika dokter yang setahun terakhir merawat ayahnya menghampiri. Meski gugup mendadak menyerangnya, Vancy berupaya tenang. Ia tidak berhenti berdoa demi menghalau balak yang mungkin akan segera menyapanya.
"Iya, Dokter. Ada apa?"
"Hasil dari laboratorium sudah keluar. Semua indikator menunjukkan garis merah yang artinya ... secepatnya kita harus melakukan operasi."
Vancy meremas ujung kemeja berwarna army-nya, berusaha menyalurkan nyeri yang menghantam dadanya. Ia menahan tangis, tetap ingin terlihat baik-baik saja walau sudah sepenuhnya lemas. Beruntung kaki Vancy konstan mampu bertahan dalam usaha mendengarkan pemberitahuan Dokter Bani.
"Jadi, bagaimana, Dok?"
"Dalam tiga hari ini, kita harus lakukan operasi, Vancy. Jadi, saya sarankan kamu untuk membujuk ayahmu menandatangi persetujuan sebab keputusan tetap pada pasien, bukan keluarga. Kamu paham, kan?"
"I-iya, Dokter."
"Baik. Kalau begitu, saya permisi."
Vancy mengusap kasar wajah kala Dokter Bani berlalu. Ia mencapai kursi panjang terdekat, lalu mendaratkan bokongnya di sana. Terlalu putus asa, Vancy mengumpulkan rambutnya menggunakan tangan dan mencengkeramnya sekuat tenaga seraya meredam teriakan di ujung lidah.
Sebisa mungkin Vancy mengontrol dirinya. Ia masih harus terlihat baik-baik saja di depan sang ayah, haram menunjukkan keputusasaan. Vancy mengatur pernapasannya sambil menarik sudut bibir. Setelah ini, ia mesti menemani Hendra dan membahas apa yang dikatakan Dokter Bani.
"Mommy."
Sekejap Vancy mematung, sementara telunjuk menunjuk diri sendiri. Raut gadis itu terlihat bingung sekaligus ingin tertawa, sedikit pun tidak berkedip dari sosok balita yang berbinar-binar menatapnya. Vancy masih mematung kala bocah yang sama sekali tidak dikenalnya itu memeluknya tiba-tiba.
"Mommy ..., Mommy kenapa nangis?"
***
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
AREA DEWASA! YANG BELUM CUKUP UMUR, MINGGIR DULU YA, CARI BACAAN SESUAI UMURNYA. NEKAT BACA CERITA INI, DOSA TANGGUNG SENDIRI. Pertemuan Anne Mary yang masih berumur 18tahun dengan Marcio Lamparska, 30tahun dalam sebuah tragedi pembunuhan di Tokyo dimana Marcio sebagai pelaku pembunuhan dan Anne yang menjadi saksi matanya membuat hubungan antara Anne dan Marcio terikat dalam suatu kerjasama yang saling menguntungkan karena akibat dari tragedi pembunuhan tersebut, Anne yang merupakan orang terdekat dengan korban, tertuduh menjadi tersangka utama pembunuhan. Sebelum interpol menemukan dan menangkap Anne, Marcio bersama anak buahnya sudah terlebih dahulu menculik gadis itu dan membawanya ke Murcia, Spanyol, kediaman Marcio berada. Anne Mary yang memiliki otak jenius di atas rata-rata hanyalah seorang gadis muda yang sangat lugu, polos namun memiliki mulut yang tajam pedas dan kritis sedangkan Marcio yang tanpa dia sadari sudah jatuh cinta kepada gadis muda tersebut semakin membuatnya protektif menjaga dan memberikan pelatihan-pelatihan fisik pada Anne yang tentu saja semakin membangkitkan api dendam dalam diri Anne yang membara di dalam dadanya. Anne akhirnya bersedia membuka hatinya untuk menerima perasaan Marcio agar dia bisa lebih mudah untuk membunuh pria itu yang ternyata tanpa dia sadari masuk ke dalam perangkapnya sendiri, jatuh cinta pada Marcio. Bisakah Anne melupakan Touda Akira sepenuhnya, orang yang sudah menjadi korban pembunuhan Marcio, dimana Touda merupakan cinta pertama Anne yang mencintainya secara diam-diam dan melupakan balas dendamnya pada Marcio? Bagaimana dengan Iosef, tangan kanan musuh besar Marcio yang sejak pertama kali bertemu dengan Anne, memiliki perasaan tidak biasa terhadap gadis mungil itu. Iosef juga musuh yang pernah melukai Anne namun juga menyelamatkan gadis itu dari kematian. Demi menyelamatkan Marcio, Anne terpaksa ikut pergi dengan Iosef. Iosef yang lembut, perhatian, sangat posesif dan mencintai Anne dengan nyawanya. Cinta yang tulus dan abadi namun memahami jika gadis yang dia cintai tersebut masih mengukir nama Marcio di dalam hatinya. Dalam pelarian bersama Iosef, Anne tumbuh semakin kuat, tangguh dan sangat cantik mempesona. Ayunan pedangnya sangat cepat, akurat, dan sikapnya tegas, tidak segan membunuh siapapun yang menjadi tugas dalam misinya. Akankah pertemuan kembali Anne dan Marcio bisa menumbuhkan perasaan cinta dan kerinduan di antara mereka lagi atau mereka menjadi musuh yang akan saling membunuh? Ikuti terus cerita Anne Mary ini dari seorang gadis biasa yang jelek menjadi seorang gadis muda yang sangat cantik dan memukau namun sifatnya yang sangat tidak peka akan cinta membuat para pria yang terpikat padanya selalu salah paham akan sikapnya. “Ini bukan tentang cinta dan siapa yang kamu pilih, tapi kepada siapa kamu akan berkomitmen untuk memberikan hati yang kamu yakini dia bisa menjaga hatimu dengan sangat baik,” – Anne Mary. CERITA INI EXCLUSIVE HANYA ADA DI BAKISAH!
"Meskipun merupakan gadis yatim piatu biasa, Diana berhasil menikahi pria paling berkuasa di kota. Pria itu sempurna dalam segala aspek, tetapi ada satu hal - dia tidak mencintainya. Suatu hari setelah tiga tahun menikah, dia menemukan bahwa dia hamil, tetapi hari itu juga hari suaminya memberinya perjanjian perceraian. Suaminya tampaknya jatuh cinta dengan wanita lain, dan berpikir bahwa istrinya juga jatuh cinta dengan pria lain. Tepat ketika dia mengira hubungan mereka akan segera berakhir, tiba-tiba, suaminya tampaknya tidak menginginkannya pergi. Dia sudah hampir menyerah, tetapi pria itu kembali dan menyatakan cintanya padanya. Apa yang harus dilakukan Diana, yang sedang hamil, dalam jalinan antara cinta dan benci ini? Apa yang terbaik untuknya?"
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
Bagi yang belum cukup umur, DILARANG KERAS Membaca Cerita ini, karena banyak sekali adegan Dewasa. Mohon Bijak Dalam Membaca.⚠️ Menceritakan seorang anak muda, yang terjerumus kedalam lubang hitam, hingga akhirnya, pemuda tampan kecanduan seks dengan Guru dan keluarganya sendiri.