/0/8252/coverbig.jpg?v=20220911230516)
Susah dapet cewek baru untuk manasin mantan? Bingung nyari pacar untuk dibawa ke rumah agar perjodohan dibatalkan? Atau butuh temen curhat sekalian jalan untuk mengusir rasa bosan? O'd Lotus adalah jawabannya. Cewek-cewek manis dari klub pacar sewaan di O'd Lotus akan membantu kalian semua menyelesaikan permasalahan rumit tersebut. Gak percaya? Segera daftar dan buktikan sendiri manfaatnya! Nb: Diskon 25 persen untuk pelanggan baru sampai akhir bulan!
"Apa kau sudah menyelesaikan laporan evaluasi untuk minggu ini, Tayana?"
Gadis berambut coklat itu mengangguk tanpa menoleh. Maniknya masih fokus menatap layar komputer di depannya dengan jemari yang bergerak lihai dan tertata.
"Kau bisa mengecek e-mail milikmu sekarang!" Tayana memutar kursi dudukya, menatap Vania, penanggung jawab divisi tempatnya bekerja.
Vania mengangguk. Gadis berusia dua puluh lima tahun itu segera mengecek e-mail masuk. Membuka dokumen yang Tayana kirimkan dan membacanya dengan seksama. Tayana sudah kembali memutar kursinya ke tempat semula. Kembali melajutkan rutinitasnya saat sebuah pesan baru masuk dari ponsel gadis itu.
[Kau senggang malam ini? Sepertinya aku membutuhkan bantuanmu lagi, Vey.]
Tayana mengukir senyum kala membaca pesan singkat itu. Wajah tampan dari si pengirim pesan sekilas terlintas dalam benak gadis itu.
[Tentu. Aku selalu senggang untukmu.]
Tayana bahkan belum meletakan ponselnya kembali di meja saat pesan balasan datang.
[Kalau begitu malam ini di Restaurant Oantis pukul sembilan.]
[Ok.]
[Ah! Gunakan gaun warna biru langit, Vey!]
[Merepotkan sekali!]
[Aku akan membayar dua kali lipat dari yang terakhir aku berikan.]
[Setuju.]
Percakapan selesai. Tayana meletakan ponselnya di atas meja. Kini dia berusaha mengingat apakah ada gaun warna biru langit dalam lemari pakaian di apartemen miliknya. Dia baru membeli beberapa gaun minggu lalu. Merah muda, putih, violet dan abu-abu gelap. Tidak ada warna biru apalagi biru langit. Dia jelas tidak punya waktu untuk membeli di online shop.
"Apa aku beli saja di butik Ankara?" Tayana berbicara dalam hati. Menimbang sejenak untuk kemudian menggelengkan kepala.
"Pengeluaranku bulan ini sudah cukup banyak. Aku jelas tidak boleh menghamburkan uang lagi sampai bulan depan." Tayana menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
"Bagaimana ini?"
**
Waktu berlalu dengan cepat. Pukul sembilan kurang lima belas menit, Tayana sudah berdiri di depan restaurant Oantis. Dia mengenakan gaun biru langit selutut tanpa lengan. Rambutnya dibuat sedikit bergelombang. Untuk riasan, gadis dengan tinggi 167 sentimeter itu memilih menggunakan riasan natural. Dia bahkan sengaja memilih liptint warna merah muda agar menambah kesan muda dan segar.
"Kau sudah lama menunggu?"
Pemuda bertubuh jangkung mendekatinya. Dia mengenakan kemeja dengan warna serupa dengan gaun yang gadis itu kenakan.
"Aku baru tiba lima menit yang lalu, Dav."
Davin menganggauk. Dia menyampirkan jas yang sebelumnya sudah ia lepas di atas tubuh Tayana. Membiarkan jas itu membungkus tubuh Tayana yang sedikit banyak terekspos.
"Kali ini siapa?" Tayana mengangkat sebelah alisnya. Alih-alih memikirkan perilaku aneh Davin yang mendadak bersikap manis, gadis itu memilih mengajukan pertanyaan.
"Tanteku dari jauh. Dia baru saja datang dari Hongkong."
Tayana secara alami menyambut uluran tangan pemuda itu. Mereka berdua melanjutkan percakapan sembari memasuki restaurant.
Itu adalah restaurant langganan para crazy rich di kota itu. Jika bukan karena Davin, mungkin Tayana yang notabene hanya karyawan dari perusahaan penyewaan jasa layanan kebersihan tidak akan pernah menapakkan kaki di tempat itu.
Oantis merupakan restaurant tiga lantai dengan nuansa eropa yang begitu terasa nyata. Tayana bahkan selalu dibuat kagum dengan aksen lantai bergaya peranakan milik Oantis. Itu menyatu dengan set meja dan kursi yang berwarna pastel. Jangan lupakan lampu-lampu cantik yang menggantung di atas atap langit, menambah kesan mewah.
Seorang pelayan dengan pakaian serba putih mendatangi mereka berdua.
"Apa Tuan sudah memesan tempat?" Pelayan itu bertanya dengan nada yang ramah. Sejenis ucapan yang sudah mendapatkan pelatihan setidaknya selama satu minnggu penuh.
Davin mengangguk.
"Tolong izinkan saya untuk melakukan pengecekan, Tuan. Atas nama siapa pesanan dibuat?"
"Davin Mahendra."
Pelayan itu dengan cepat mengecek daftar yang ia pegang. Lantas segera memberitahukan kami lokasi meja pesanan setelah melihat draft konfirmasi meja pesanan.
"Saya akan menunjukkan meja pesanan Anda, Tuan."
Davin mengangguk. Tayana mengulas senyum kecil. Tangannya masih setia merangkul lengan pemuda itu. Namun, belum genap langkah mereka tiba pada meja pesanan, seorang wanita paruh baya dengan pakaian mewah lengkap dengan riasan tebal yang menunjukkan kesan kuat lebih dulu berdiri, menyambut kedatangan mereka.
"Aku pikir kau tidak akan datang, Dav!" Dia memeluk Davin sekilas. Lantas tatapannya langsung beralih kepada Tayana. "Dia... gadis yang kau maksud itu?"
Davin mengangguk.
"Dia Rose."
Tayana mengulas senyum lebar sembari mengulurkan tangan. "Saya Roseanne Julian, Tante."
Wanita itu menatap dari ujung kepala Tayana sampai ke kaki untuk kemudia kembali lagi menatap manik gadis itu. Setelahnya, barulah dia menyambut uluran tangan Tayana.
"Saya Winda, Tantenya Davin."
Setelah perkenalan singkat yang lebih tersa seperti penilaian penampilan bagi Tayana, barulah mereka duduk dan menyantap makanan.
"Apa pekerjaanmu, Rose?" Winda kembali membuka percakapan.
Tayana tak langsung menjawab, dia melirik Davin, menunggu kode dari pemuda itu. mengerti dengan arti tatapan Tayana, Davin berdehem.
"Dia staf PR dari perusahaan multinasional, Tan." Jelas Davin.
Winda mengangguk. Sama sekali tidak merasa terkejut atau semacamnya. Winda jelas jauh lebih kaya dari total keseluruhan pendapatan staf PR yang Davin maksud. Diusianya yang sudah tak lagi muda, Winda sudah sukses dan berhasil dengan karirnya sebagai desainer ternama. Wanita itu mempunyai puluhan cabang butik di negaranya. Dia bahkan sudah membuka butiknya sendiri di beberapa negara lain seperti Paris, New York, Italia, Singapura, Sydney, London, dan Milan.
Winda begitu sukses dengan karirnya. Hanya saja, di masa kejayaannya itu, Winda sama sekali tidak memiliki suami ataupun anak untuk berbagi kebahagiaan dan kesuksesannya itu. Dia pernah mengalami trauma hebat dalam pernikahan di usia mudanya sehingga setelah perceraian itu, dia sama sekali tidak berniat untuk membangun hubungan dengan siapapun. Alhasil diusianya kini, Winda hanya bisa merusuhi kehidupan keponakannya. Sebuah kesialan bagi seorang Davin.
"Melihat gaun yang kau kenakan, sepertinya selera fashion-mu cukup monoton, Rose."
Tayana menanggapi ucapan itu dengan senyum ramah. "Mau bagaimana lagi? Caroline sepertinya sedang menyukai tema monoton tahun ini."
Davin menatap Tayana dengan sebelah alis yang terangkat.
Caroline?
"Etes-vous un fan de Caroline?"
"Je suis toujours impressionne par toutes les robes qu'elle fait."
Winda tergelak.
"Tadinya aku pikir kau hanya mengarang saja, Rose. Maafkan aku." Winda kini berbicara dengan nada yang lebih ramah.
"Sepertinya kali ini kau memilih gadis yang tepat, Dav." Winda menepuk bahu Davin. "Rose begitu berkelas dan dia setara dengan keluarga kita."
Davin tersenyum. Maniknya melirik Tayana yang meminum anggur dengan begitu anggun. Melihatnya tingkah gadis itu sekarang, siapapun pasti akan berpikir demikian. Tidak tahu saja kalau gadis yang katanya berkelas dan setara dengan para kaum elite itu hanyalah karyawan biasa dari perusahaan kecil yang mempunyai job sampingan sebagai pacar sewaan.
"Kali ini aktingnya bahkan lebih natural dari sebelumnya. Lagi, kapan gadis itu belajar bahasa Francis?" Davin membatin. Dia jelas tidak bisa dibuat untuk tidak terkesima dengan Tayana.
"Kapan kau akan menikahinya?"
"Eh?
Setelah dunia sempurnanya hancur, Livia tidak lagi peduli pada pendidikan, penampilan, bahkan pada rutinitas harian. Gadis itu acuh tak acuh dalam segala hal. Ia hanya merasa kalau dirinya harus hidup untuk memberikan makan pada anak-anak kucing peliharaannya. Hanya itu. Namun, segalanya berubah saat ia tak sengaja bertemu dengan Ettan, seorang pemuda yang berniat bunuh diri dengan lompat dari jembatan di atas sungai. Sosok yang memiliki sifat dan kehidupan yang begitu berkebalikan darinya itu justru menarik perhatian gadis itu. Ettan pun berpikir demikian. Sikap Livia yang berbeda dengan gadis lain membuatnya perlahan menaruh perhatian lebih pada gadis itu. Berkat beberapa pertemuan yang disengaja, mereka perlahan menjadi dekat. Namun, fakta dari latar belakang keluarga yang tak pernah mereka tahu akhirnya datang dan menjadi sebuah bom besar bagi hubungan mereka. “Ettan, jika dari awal aku tau kau adalah anak bajingan itu, aku pastikan kalau aku sendiri yang akan mendorongmu jatuh dari jembatan saat itu.” Livia menatap Ettan dengan tangan mengepal. Matanya merah, menatap penuh amarah. “Kalau begitu, kau bisa melakukannya sekarang, Livia. Dengan senang hati.” Akankah Livia membalaskan dendam pada seseorang yang menjadi faktor utama kehancuran dunianya? Bisakah cinta cukup dijadikan sebagai ucapan maaf atas kepedihan hidupnya? Ikuti kisah mereka eksklusif hanya di Bakisah.
Giselle menjadi bahan taruhan dari tiga pemuda yang menjadi incaran para wanita. Pertama, ada Gavin Yuda Adhitama, si buaya darat dengan otak jenius di atas rata-rata. Pemuda itu terkenal dengan kedipan matanya yang bisa meluluhkan hati wanita manapun. Selanjutnya ada Malik Abraham, teman sekelas Giselle. Penerus satu-satunya dari Perusahaan Abraham Tech. Malik juga sudah setengah resmi menjadi calon CEO dari perusahaan keluarganya itu. Terakhir, ada Deon Ravindara, seorang CEO dingin dari R Company. Tidak pernah mengencani siapapun. Dia terobsesi dengan Novel Fantasi. Mempertaruhkan uang sebesar Tiga Milyar, ke-tiga pemuda itu mencoba mencuri secuil perhatian dari si pemilik hati sedingin kutub selatan. Apakah mereka bisa mencairkan hati sedingin es milik Giselle? Lalu kepada siapakah hati Giselle akan berlabuh? Ikuti terus perjalanan cinta Giselle dalam cerita "Si Gadis Tiga Milyar", eksklusif hanya di Bakisah.
Cerita bermula, ketika Adam harus mengambil keputusan tinggal untuk sementara di rumah orang tuanya, berhubung Adam baru saja di PHK dari tempat ia bekerja sebelumnya. "Dek, kalau misalnya dek Ayu mau pergi, ngga papa kok. " "Mas, bagaimanapun keadaan kamu, aku akan tetap sama mas, jadi kemanapun mas pergi, Aku akan ikut !" jawab Ayu tegas, namun dengan nada yang membuat hati kecil Adam begitu terenyuh.
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.
Kemudian Andre membuka atasannya memperlihatkan dada-nya yang bidang, nafasku makin memburu. Kuraba dada-nya itu dari atas sampah kebawah melawati perut, dah sampailah di selangkangannya. Sambil kuraba dan remas gemas selangkangannya “Ini yang bikin tante tadi penasaran sejak di toko Albert”. “Ini menjadi milik-mu malam ini, atau bahkan seterusnya kalau tante mau” “Buka ya sayang, tante pengen lihat punya-mu” pintuku memelas. Yang ada dia membuka celananya secara perlahan untuk menggodaku. Tak sabar aku pun jongkok membantunya biar cepat. Sekarang kepalaku sejajar dengan pinggangnya, “Hehehe gak sabar banget nih tan?” ejeknya kepadaku. Tak kupedulikan itu, yang hanya ada di dalam kepalaku adalah penis-nya yang telah membuat penasaran seharian ini. *Srettttt……
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.