Impiannya untuk menjadi desainer, kandas. Theana hanya diterima sebagai petugas fotocopy. Itu semua karena bos menyebalkan yang aneh. Maxim Gautrex. Bos yang bisa membuat Theana gila hanya dalam waktu sedetik karena omelannya. Maxim memiliki kepribadian aneh. Ia membatasi diri dari semua wanita. Bahkan mengganti semua jajaran yang berada di sekitarnya dengan pegawai pria. Hal itu menciptakan rumor, jika Maxim penyuka sesama jenis. Di lain kesempatan, MG Group mengalami krisis. Draft desain untuk launching produk terbaru mereka, malah tersebar di internet. Membuat Theana memiliki kesempatan kedua kalinya untuk menjadi desainer MG. Hal ini membuatnya menjadi lebih dekat dengan Maxim. Maxim yang menyebalkan, semakin menjadi menyebalkan. Terlebih saat pria itu mengatakan, "Kau harus menjadi tunanganku! Ini bukan permintaan, tapi keharusan!" Theana hanya melongo. Bukankah Maxim tak suka wanita? Dan selalu berusaha menjauhi wanita? Kenapa tiba-tiba memintanya menjadi tunangan?
"Theana! Ini telur rebusnya!"
Theana yang baru saja berkemas dengan terburu, segera menghampiri ibunya. Ia mengambil telur rebus berisi doa, telur rebus keberuntungan dari ibunya.
"Semoga harimu diberkati! Diberi keberuntungan, bertemu jodoh." Tiga buah dupa dinyalakan dan dikelilingkan di tubuh Theana bersama mabkhara dari tanah liat yang berisi bunga.
"Apa yang Ibu lakukan?" Theana terbatuk karena asap dari dupa. Ia mengibas-ngibas untuk menjauhkan asap itu dari hidungnya.
"Tak usah membantah. Ini salah satu ritual yang bisa mendatangkan jodoh dan memberimu hari baik, agar diterima kerja. Ibu baru saja mendatangi peramal. Jika sampai akhir tahun kamu tidak kunjung menikah, maka ...." Tiba-tiba saja ibu Theana menangis. "Maka kamu akan menjadi perawan tua yang miskin. Huaaaah!" Ibunya menangis tersedu-sedu.
"Bu, bisakah berhenti memimpikan pernikahan? Apalagi melakukan hal konyol seperti ini?" sebal Theana. Ritual aneh tak masuk akal yang hampir setiap Theana hendak pergi, ibunya selalu melakukan.
"Jangan membangkang. Bagaimana jika benar kamu akan menjadi perawan tua?"
Theana hanya memutar kedua bola mata, kesal. "Ya, terserah Ibu saja, lah. Mana telurnya, aku terburu. Bisa telat nanti," pinta Theana. Sang ibu segera memberikan kantong merah dengan tali serut.
"Ingat, ya. Kamu harus segera memakannya!"
"Iya, iya, " jawab Theana untuk mempersingkat waktu. Ia tak ingin datang terlambat demi interview kali ini. Impiannya menjadi seorang desainer, berharap segera terwujud. Perusahaan MG yang begitu didambakannya, penantian lama yang dinanti, akhirnya ... setelah tiga kali meletakkan lamaran kerja, Theana mendapatkan panggilan juga.
Sebuah perusahaan mode bergengsi yang begitu terkenal. Theana sudah menunggu-nunggunya. Berharap masa pengangguran di dalam hidupnya segera berakhir.
Ia kini berdiri di halte. Sampai bus yang ditunggu segera tiba. Sayangnya, bus yang sekarang penuh oleh desak-desakan orang. Sampai dirinya nyaris terjatuh.
"Bisa untuk tidak menyentuhku?!" Tiba tiba saja suara lantang seorang pria langsung membuat bengong para penumpang lain. Pria berjas dengan wajah congkaknya. Ia membersihkan tubuhnya, seolah orang-orang yang menempel di tubuhnya itu adalah kotoran.
"Tolong, berikan saya satu kursi!" pinta pria itu lagi, tanpa berperasaan. Ia meminta seorang gadis untuk berdiri, agar dirinya bisa duduk. Gadis SMA itu segera bangun dengan wajah cemberut. Padahal dia yang mendapatkan bangku itu lebih dulu. Kenapa harus mengalah kepada bapak-bapak. Yang bahkan otot lengannya saja dua kali lebih besar daripada otot lengan gadis itu. Dia pasti sanggup berdiri.
Sementara Maxim sibuk mengelap kursi itu, meletakkan sapu tangan di bangku untuk didudukinya.
Theana yang berdiri tak jauh dari Maxim, tak menyukai caranya. Orang dengan penampilan sok berkelas, dan tak bernurani. Ia langsung menepuk punggung belakang.
"Tuan, apa Anda tidak bisa menghargai orang lain?" tegur Theana. Pria itu sama sekali tak menanggapinya. Ia malah langsung menyemprotkan desinfektan yang dibawanya membuat Theana terbatuk.
"Anda sudah gila? Aku bukan serangga!"
"Kamu yang gila! Beraninya menyentuhku! Kamu tidak tahu siapa aku?" sengak pria itu, dengan mata melotot nyaris terlepas dari kelopak matanya. Kembali merapikan bajunya dan menyemprotkan antibiotik spray yang dibawanya, untuk melindungi diri. Bahkan Theana melihat pria itu mengenakan sarung tangan. Theana geleng-geleng kepala.
"Memangnya Anda siapa, Tuan? Bos?" Theana bicara menantang sambil tertawa meledek. Bahunya naik karena kesal, menahan emosi.
"Ya. Aku memang bos! Bos salah satu perusahaan besar. Yang masuk ke dalam 10 daftar perusahaan mode terbaik di Asia. Bagaimana?" Maxim mengangkat sebelah alis dengan kesombongan. Theana menyunggingkan satu ujung bibirnya.
"Haha. Apa kalian percaya?" ucap Theana yang mengundang orang lain untuk ikut memandangi Maxim.
"Orang ini mengaku-ngaku Bos. Padahal kita bisa lihat sendiri, kan? Dia cuma mampu naik bus ekonomi sama seperti kita?" kekeh Theana yang langsung disambut tertawa orang-orang lain. Maxim merasa harga dirinya dipermainkan. Percuma juga meladeni orang-orang di bawah standar sosialnya. Itu membuang waktu. Wanita ini! Ugh! Wanita yang membuat Maxim ingin mematahkan lehernya. Hanya saja, tak cukup banyak waktu untuk dirinya meladeni wanita itu. Ia segera merogoh kantong celana, mengambil ponsel.
"Apa kalian bodoh? Membiarkanku naik bus sendirian? Mana mobil jemputannya?!" geram Maxim. Theana menguping. Lalu tertawa meledek.
"Sudahlah, Tuan. Anda tidak perlu akting jadi orang kaya."
"Haha, sudahlah Nona. Biarkan dia dengan dunia halunya," timpal orang lain di belakang Theana. Theana terbahak.
"Betul juga kata Anda. Biar kan saja dia dengan dunia halunya," kekeh Theana.
Saat sopir bus mengerem mendadak, tiba-tiba saja, pegangan Theana pada besi bus goyah. Ia tak dapat menahan berat tubuhnya dan jatuh. Yang membuat Maxim mendelik, mendapati Theana berada di pangkuannya.
"Menyingkir! Menyingkir dariku!" Maxim mendorong keras Theana membuat wanita muda itu terantuk kursi di depannya. Ia mengaduh. Kembali berdiri tegak, terus mengusap kepalanya.
"Anda ini! Saya kan tidak tahu kalau mau jatuh. Kenapa mendorong seperti itu!" kesal Theana.
Maxim sudah tak dapat menoleransi lagi. Ia segera menghentikan bus dan turun. Tubuhnya berhimpitan dengan beberapa wanita, yang membuat seluruh tubuhnya terasa lemas. Maxim seperti ingin mati. Perutnya mual. Begitu Maxim turun, ia langsung memuntahkan seluruh isi perutnya.
"Hoeeek! Hoeeek!" Maxim membungkuk. Seluruh isi perutnya terkuras habis. Keringat sebulir jagung jatuh di pelipisnya. Ia mengusap bibirnya dengan sapu tangan. Kembali menegakkan tubuh. Semuanya terasa berputar-putar. Ia duduk di trotoar.
"Tuan! Tuan anda tidak apa-apa?" Seseorang berjas hitam baru saja keluar dari mobil dengan langkah tergopoh. Ia langsung mengangkat tuannya untuk segera masuk mobil.
"Hei, jangan diam saja! Bantu aku!" ucap pria itu kepada sang sopir. Sang sopir tergopoh ikut turun juga. Lalu membantu Maxim untuk segera naik mobil.
****
"Mana obat alerginya?" pinta Maxim. Dengan setengah kesadarannya. Pria tadi langsung memberikan kotak mini berisi kapsul, dan sebotol air mineral. Tanpa menunda lagi, Maxim segera meneguknya.
"Fiuth!" Ia menghela napas panjang usai meminum obat.
"Bukankah saya sudah minta Tuan, untuk menunggu lebih dahulu. Kenapa Anda malah memilih naik bus?" tukas sang asisten yang langsung mendapat tatapan tajam.
"Hehehe. Tidak seperti itu maksud saya, Tuan. Hanya kan semuanya demi kebaikan Tuan."
"Harusnya, aku menyalahkanmu! Kenapa jadi kamu yang menyalahkanku?" Maxim menghardik. Membuat takut asistennya.
"Ma, maaf, Tuan," asistennya tak berani bicara lagi. Ia mengkeret.
"Apa jadwal hari ini?" tanya Maxim. Sang asisten segera membuka kembali, iPad. Di mana di sana sudah dicatat susunan jadwal untuk Maxim.
"Ada wawancara untuk para calon desainer, Tuan. Bukankah Tuan ingin mewawancarai langsung?"
"Ya. Aku ingin memastikan desainer kali ini, benar-benar memiliki ide yang fresh untuk MG," ungkap Maxim. Di tengah banyaknya masalah yang menerpa perusahaan, Maxim harus bekerja lebih ekstra. Ia tidak akan membiarkan kali ini kecolongan.
****
Theana dan para calon karyawan lain, tengah menunggu dengan was-was. Ada begitu banyak pelamar, tidak seperti yang dia duga. Tadinya dirinya merasa mampu untuk masuk ke MG. Tapi begitu tahu banyaknya pesaing, nyalinya mendadak ciut.
Theana mengenakan pakaian berwarna putih Kumal. Rambut keriting mengembang yang dikuncir ala kadarnya. Juga sebuah kaca mata dengan ukuran kaca besar. Penampilan yang sangat kontras dengan pelamar lain. Di mana mereka menunjukkan style masing-masing dengan pakaian terbaik. Mereka semua yang hadir di sana menatap aneh Theana. Theana justru menyunggingkan senyum lebar.
"Hai, semua. Perkenalkan aku Theana. Calon desainer Perusahaan MG," pedenya. Yang membuat beberapa orang menahan tawa.
"Sebelum menjadi desainer. Sebaiknya, perbaiki dulu penampilanmu," sindir seseorang yang berada tak jauh dari sisi Theana. Theana hendak menyangkal cibiran itu, tapi namanya keburu dipanggil.
"Theana Galatea!
"Ah, iya! Iya, saya!" Ia berjalan terburu memasuki ruangan wawancara. Begitu duduk di tengah dan menghadap ada sekitar delapan kursi di depannya. Hanya satu kursi yang masih kosong.
"Mohon tunggu sebentar. Presiden Direktur MG Group, belum tiba. Apa Anda bisa menunggu?" tanya salah seorang. Theana tersenyum lebar. Salah seorang lagi tampak sibuk dengan ponsel.
"Saya tidak keberatan, Pak." Ia justru penasaran dengan presiden direktur perusahaan yang sudah lama ia idam-idamkan. Dan kabarnya, Presdir MG orang yang perfeksionis. Tak sembarang orang bisa meluluhkannya. Antara jantung berdebar gugup dan senang jadi satu.
Sebuah langkah tegap tiba-tiba memasuki ruangan. Yang membuat Theana syock.
"K-kamu!"
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Zain, seorang pengusaha terkenal yang terlihat muda di usianya yang mendekati empat puluh. Ia adalah seorang pria yang nyaris sempurna tanpa cela. Namun, tidak seorang pun yang tahu. Lima tahun yang lalu pasca menyaksikan pengkhianatan istrinya, Zain mengalami kecelakaan tragis. Dampak kecelakaan itu ia mengalami disfungsi seksual. Demi harga dirinya, Zain menjaga aib itu rapat-rapat. Namun, hal itu dimanfaatkan Bella untuk berbuat semena-mena. Kecewa karena Zain tidak mampu memberinya kepuasan, Bella bermain gila dengan banyak pria. Zain tidak berkutik, hanya bisa pasrah karena tidak ingin kekurangan dirinya diketahui oleh orang banyak. Namun, semuanya berubah saat Zain mengenal Yvone, gadis muda yang mabuk di kelab malam miliknya. Untuk pertama kalinya, Zain kembali bergairah dan memiliki hasrat kepada seorang wanita. Namun, Yvone bukanlah gadis sembarangan. Ia adalah kekasih Daniel, anak tirinya sendiri. Mampukah Zain mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.