Auristela Alfianatta, gadis dengan segala permasalahan hidupnya. Malam saat ia datang ke pesta menggantikan temannya, dirinya bertemu dengan pria bertopeng. Pertemuannya dengan pria bertopeng itu membuat Stela selalu uring-uringan. Masalah kembali datang saat murid baru di sekolahnya cukup mengusik hidupnya, bukan hanya disitu semua orang-orang disekitarnya pun mulai menjauhinya karena fitnah yang disebarkan oleh murid baru itu. Tapi disaat terpuruknya karena hal itu, sang mantan selalu menemaninya, memberinya semangat bahkan selalu ada saat dirinya butuh. Tentu saja hal itu membuat Stela bimbang dengan isi hatinya. Masalah kembali membelit hidup Stela saat rahasia-rahasia yang disembunyikan oleh ibunya satu-persatu mulai terbongkar. Akankan Stela dapat menyelesaikan hidupnya? Atau dia lebih memilih menyerah dengan masalah hidupnya?
Malam minggu ini terasa membosankan, gadis berwajah judes itu menghela nafas untuk kesekian kalinya. Dengan malas ia mengambil ponselnya yang tergeletak diatas nakas, ia pun membuka aplikasi berwarna hijau yang ada di ponselnya untuk menghubungi kedua sahabatnya itu. Malam minggu ini ia berniat untuk mengajak kedua sahabatnya pergi ke club . Gadis itu berdecak kesal saat kedua sahabatnya itu tidak bisa menemaninya untuk ke club, hilang sudah harapannya untuk mendapat traktiran.
Tak ingin membuang waktu, gadis itupun segera bersiap, sepuluh menit berlalu gadis itu keluar dari kamarnya. Celana hotpants yang dipadukan dengan tanktop hitam dan kemeja kotak-kotaknya benar-benar sangat pas di tubuh molek gadis itu. Melangkahkan kakinya menuju lantai dasar guna menemui ibunya, ia melihat ibunya tengah duduk disofa ruang keluarga.
Melirik jam yang melingkar indah ditangan kirinya sebelum menghampiri ibunya. "Gue mau main."
Ana, sang ibu menatap tajam putrinya. "Ini sudah malam Stela! Mau main apa kamu malam-malam begini, huh?!" bentaknya.
"Mau jadi apa kamu anak cewe keluar malem begini?"
Stela yang mendengar pertanyaan yang menohok itupun lantas menatap datar pada sang ibu yang masih fokus pada TV yang menyala, gadis itu diam tak menjawab. Ia hanya menghela nafas panjang, tak memperdulikan ucapan ibuya, Stela melangkahkan kakinya keluar rumah.
"Stela!!" Ana berteriak kencang saat melihat putrinya tidak memperdulikan ucapannya.
Stela berbalik, menatap kecewa kearah ibunya. "Biarkan aku bebas malam ini," setelah mengucapkan hal itu lantas ia kembali melangkahkan kakinya.
∞∞∞
Dua puluh menit perjalanan menggunakan ojek online, Stela akhirnya sampai di club langganannya itu. Kakinya melangkah memasuki club, senyumannya terbit saat seorang gadis dengan pakaian terbuka yang duduk di bar menyapanya. Stela pun menghampiri gadis itu dan memeluknya sekilas.
"Widih.. makin seksi aja lo," puji nya dengan menatap takjub Stela.
Stela terkekeh. "Tepos gini dibilang seksi, buta mata lo?"
Gadis dengan pakaian terbuka itu tertawa kencang. "Yang tepos cuma depan doang kok."
Stela mendengus kesal. "Bran satu tequila," ucapnya pada si bartender. "Lo nggak Mey?"
Mey menggeleng. "Gue nggak mau kobam malam ini," jawabnya.
Tiba-tiba Mey menyodorkan sebuah kertas kecil bentuk persegi panjang itu kepada Stela. Stela pun menatap bingung kearah Mey, Mey menunjuk kertas itu dengan dagunya menyuruh Stela untuk mengambilnya. Stela menurut dan mengambil kertas kecil yang ada ditangan Mey.
"Apa nih?"
Mey menghela nafas. "Gue dapet undangan pesta topeng dari temen gue," ucapnya dengan lesu.
Stela mengernyit bingung. "Hubungannya sama gue apa?"
"Karena gue nggak bisa dateng jadi lo gantiin gue yah? Cowo gue ngelarang dateng ke pesta!" sewot Mey.
Stela tidak menjawab, ia hanya menatap lurus kearah kertas kecil yang ada ditangannya. Dua menit terdiam, akhirnya gadis itu mengangguk setuju, apa salahnya mencoba kan?
Mey menepuk bahu Stela. "Kalo lo butuh kostum dateng aja kerumah gue," paparnya yang hanya diangguki oleh Stela.
∞∞∞
Di sebuah hotel mewah, banyak sekali manusia dengan topeng indah yang menutupi wajah mereka. Gadis dengan topeng putih berbulu merak itu mengedarkan pandangannya, menatap satu persatu orang-orang disekitarnya. Ia bingung, tak ada satu orang pun yang ia kenal disini, kini ia menyesal sudah datang ke acara pesta topeng ini. Stela dengan lesu berbalik kearah pintu keluar tapi langkahnya terhenti saat seseorang mencekal lengannya dari belakang.
Stela menatap bingung kearah pria bertopeng hitam dengan taburan berlian itu. Mata coklat Stela bertubrukan dengan mata hitam legam milik pria itu, sejenak Stela terpana dengan kejernihan mata pria itu.
"Mau berdansa denganku, Nona?"
Suara pria itu terdengar lembut ditelinga Stela, dengan tak sadar Stela menganggukkan kepalanya. Pria itu tersenyum tipis lalu menarik lengan Stela menuju lantai dansa.
Stela dengan pria itu berdansa dengan gerakan pelan dan seirama dengan musik. Kedua tubuh itu saling menempel bahkan hidung mereka hampir bersentuhan, matanya saling memandang dengan decakan kagum dalam hati mereka.
Stela benar-benar merasa tersipu saat pria itu mengelus lembut pipinya. Saat tengah asik menikmati suasana menenangkan itu, Stela tersadar akan sesuatu. Matanya mengarah ke jam dinding begitu besar yang terpajang diatas pintu keluar-masuk. Matanya melotot saat tahu ujung jarum jam itu mengarah ke angka satu. Stela dengan kuat mendorong pria itu, lalu berlari keluar dari hotel mewah tersebut.
Tindakan Stela tentu saja membuat pria bertopeng hitam itu bingung, ia mengejar Stela. Dan hap! lengan Stela berhasil dicekalnya, Stela berbalik dan menatap kaget kearah pria yang tadi berdansa dengannya.
"Gue harus pergi," ujar Stela memelas.
Pria itu mengerti situasi, tanpa mengeluarkan suaranya ia mengambil sebuah kartu nama disaku jasnya lalu kembali melangkahkan kakinya ke dalam hotel, Stela menatap bingung pria yang semakin jauh dari pandangannya. Tak peduli dengan kebingungannya Stela kembali berlari, seakan mendapat keberuntungan Stela menghela nafas lega saat melihat taksi didepan hotel ini. Tanpa pikir Stela segera pulang menggunakan taksi itu.
∞∞∞∞
Plak!
Wajah Stela menoleh kesamping setelah mendapatkan tamparan keras dari Ana untuk ketiga kalinya. Stela diam tak melawan ia hanya menundukkan kepalanya yang terasa pening akibat tamparan tersebut. Belum cukup dengan sebuah tamparan Ana maju menjambak rambut Stela lalu mendorongnya dengan kuat. Stela pun jatuh tersungkur ke lantai, gadis itu memejamkan mata berusaha untuk melawan perbuatan ibunya.
Ini semua akibat dari perbuatannya semalam. Saat ia telah sampai dirumah, pintu terkunci, walaupun Stela sudah berkali-kali memencet bel rumah ini ibunya tidak akan membuka pintunya. Besoknya Ana menemukan Stela yang tertidur dengan bersandar didaun pintu, yang membuat emosi Ana memuncak adalah pakaian yang Stela kenakan. Stela menggunakan gaun pendek milik Mey yang mengekspos paha dan pundaknya.
"Anak tidak tahu diri! Ibu menyekolahkanmu bukan untuk menjadi jalang! Dibayar berapa kamu sampai mau tidur dengan pria hidung belang?! Apa uang yang Ibu kasih masih kurang!!" bentakan Ana menggelegar didalam rumah itu.
Stela diam. Ana pun kembali menampar Stela karena tak kunjung menjawab pertanyaannya. Wajah Stela sekarang sudah penuh dengan lebam biru, bibirnya robek dan rambutnya acak-acakan. Miris sekali.
"Ibu membesarkan kamu agar suatu saat nanti kamu bisa membanggakan Ibu! Tapi kamu malah mempermalukan Ibu dengan kelakuanmu itu!" tukas Ana.
Stela menyorot tajam kearah Ana, matanya jelas berkaca-kaca. "Bahkan sejak aku kecil Ibu tidak pernah menghargaiku!"
Ana tersentak kaget saat Stela berteriak. Mereka terkejut saat melihat kemarahan gadis itu untuk pertama kalinya. Keterkejutan itu hanya berlangsung beberapa detik saja, setelah itu Ana kembali memandang tajam kearah putrinya.
"Melawan kamu, huh?!"
"Ibu tidak pernah mengerti perasaanku! Sejak aku kecil semua yang aku lakukan selalu dianggap salah aku selalu dibanding-bandingkan dengan anak-anak yang lain," ujar Stela lemah.
"Ibu tidak pernah menyayangiku, yang Ibu lakukan hanya bisa menuntut dan memerintah! Aku tak pernah meminta apapun kepada Ibu aku hanya ingin Ibu bersikap baik kepadaku apa itu sangat sulit?"
Mata Stela menyorot dengan pandangan kecewa kearah Ana. Ia menangis tanpa suara, Stela diam tapi air matanya merembes keluar begitu banyak. Sedangkan Ana hanya diam dengan nafas memburu, mereka mengalihkan pandangannya tak ingin melihat wajah menyedihkan Stela.
"Jika aku bisa memilih, aku tidak ingin dilahirkan. Tapi ini kehendak Tuhan yang sudah membuat aku hadir dihidup Ibu," ucap Stela pelan.
Setelah mengatakan hal itu, Stela berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Selalu saja seperti ini, didalam kamarnya Stela duduk dipinggir ranjang mengarah ke balkon kamarnya. Ia melamun bahkan tidak peduli dengan luka lebam yang ada diwajahnya, yang ia inginkan dapat melupakan semua kenang-kenangan buruk masa lalunya. Dari dulu selalu saja seperti ini. Bahkan semenjak ayahnya meninggal ibunya semakin kejam padanya. Stela depresi tapi tidak ada yang tahu tentang hal itu, sampai deringan ponsel terdengar membuat lamunannya buyar.
Sebelum mengambil ponselnya ia menghapus air matanya yang terus keluar. Alden, nama itu yang tertera diponselnya. Stela dengan malas menekan tombol hijau itu, mendekatkan ponsel itu kearah telinganya.
"Hal-"
"Woy anjing, lo kemana?!"
Stela menjauhkan ponselnya dari telinga saat mendengar suara Alden yang membuat gendang telinganya hampir pecah.
"Gue lagi sakit jadi nggak berangkat." Stela menyela saat Alden akan mengeluarkan suaranya kembali.
"Lo abis nangis? Kenapa lagi sekarang?"
Stela kembali mengeluarkan tangisannya, Alden sangat peka dengan keadaannya. Ini benar-benar sangat menyakitkan, hatinya kembali terluka, luka semakin banyak tidak ada yang bisa menyembuhkannya. Stela hanya mempunyai dua orang yang berarti dalam hidupnya Alden dan Rafka kedua sahabatnya.
Stela mendengar helaan nafas disebrang telfon. "Tunggu gue pulang sekolah, kita jalan-jalan ke pantai."
Stela tak menjawab, sambungan telfon pun terputus. Selalu saja seperti ini, Stela merasa menjadi beban untuk mereka berdua. Tuhan ternyata masih baik, dihidupnya yang penuh penderitaan ini Tuhan memberikan dua orang yang sangat berarti untuknya. Pusing dikepalanya membuat ia jatuh merebahkan tubuhnya dikasur.
Saat memejamkan matanya ia teringat kejadian semalam, teringat dengan mata hitam legam yang membuatnya tenang bahkan perlakuan hangat pria itu masih bisa Stela rasakan. Entah kenapa ia seakan membutuhkan pria bertopeng itu, Stela bergegas membongkar keranjang baju kotornya. Ia tadi tak sengaja melempar kartu nama pria bertopeng itu saat dirinya berganti baju.
Saat benda yang dicarinya ketemu, ia segera mengambil ponselnya. Tapi dalam hatinya ia ragu, takut jika pria itu menipunya dengan nomer palsu. Mengenyahkan rasa ragunya Stela pun mengirimkan pesan dengan tujuan nomer yang ada dikartu nama itu.
Matanya menatap kaget, pesannya bertanda centang dua abu-abu itu artinya menandakan dia sedang aktif. Stela menggigit kuku ibu jarinya lantaran gugup. Pesan nya yang tak kunjung dibalas, Stela pun lempar ponselnya asal. Saat berniat untuk tidur ia dikejutkan oleh notifikasi dari ponselnya.
Ting!
Nona bulu merak?
[10:20]
Anne mengikuti kontrak tertentu: dia akan menikah dengan Kevin dan melahirkan anaknya pada akhir tahun. Kalau tidak, dia akan kehilangan semuanya. Namun, itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Menghadapi penghinaan hari demi hari, dia sudah kehabisan kesabaran. Kali ini, dia tidak mau menyerah. Pada hari kecelakaan Kevil, Anne mengorbankan dirinya untuk menyelamatkannya. Meskipun dia hidup, dia akan segera menghilang di hadapan dunia. Nasib mereka terikat sekali lagi setelah bayi mereka tumbuh. Anne mungkin telah kembali kepadanya, tetapi dia bukan lagi wanita yang sedang mengejar cinta Kevin. Sekarang, Anne siap berjuang untuk putranya.
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.