Mengandung adegan dewasa 21+ Harap bijak memilih bacaan! Permainan dimainkan oleh siapa saja. Di kalangan mana saja, kelas atas atau kelas bawah, mereka memiliki permainannya masing-masing. Sama halnya dengan seorang boss yang memiliki mainannya sendiri. Namun, apakah pantas seorang boss memainkan hati sekretarisnya sendiri? Carla Azannadia merasa hidupnya kurang beruntung, ia terlahir dari seorang ibu yang merupakan pembantu rumah tangga di rumah keluarga Barrack. Tetapi, sebuah kecelakaan pesawat membuat ibunya dan anggota keluarga Barrack meninggal dunia. Ia kini bekerja sebagai seorang sekretaris di perusahaan Royal Group. Namun, ia tak benar-benar menjadi sekretaris, ia diperintahkan oleh Gerald Barrack Amyts untuk menjadi mata-mata. Itulah awal mula dari semua penderitaan yang menimpa Carla. Akankah Carla memiliki cinta sejati yang selalu ia impikan? Bisakah ia lepas dari permainan Bossnya?
"Carla, hantarkan makanan ini kepada tuan Gerald," perintah seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah Nita Andriani, ibunya Carla.
"Ibu tahu sendiri kan, bagaimana sikap Gerald kepadaku ketika menghantarkan sarapan ke kamarnya kemarin," sahut Carla dengan tangan yang sibuk mencuci piring.
"Memangnya Gerald bersikap seperti apa? Kok, ibu tidak ingat," ujar Nita yang kini sibuk membereskan piring ke tempatnya sambil mengingat-ingat ucapan Carla.
"Ibu ini, selalu cepat lupa," keluh Carla yang kini selesai mencuci piringnya.
"Kemarin Gerald terus mencegahku kebawah sehingga aku tidak bisa membantu ibu membersihkan rumah besar ini," keluh Carla.
"Tetapi kali ini Gerald yang memintanya, Carl,"
Nita menyodorkan nampan berisi menu sarapan Gerald kehadapan Carla yang langsung disambar oleh Carla.
Carla Azannadia, anak seorang Nita yang merupakan asisten di rumah keluarga Barrack. Ia tumbuh dan berkembang konglomerat ini bersama ibunya lantaran ayahnya meninggal dunia sejak ia masih bayi. Beruntungnya Barrack dan istrinya dengan baik hati mengizinkan mereka tinggal bersama.
Pakaian khas asisten rumah tangga melekat ditubuh Carla yang masih berusia 20 tahun. Meski begitu, kecantikan paras serta kepintarannya tak bisa disembunyikan, wajah berbentuk oval dihiasi dengan rambut kecoklatan sepunggung, alis yang melengkung dengan sempurna, bibir ranum yang hanya dipoles sedikit lipgloss, dan pipi putih yang senantiasa memerah ketika terlalu lelah bekerja.
Carla menjadi lulusan terbaik pertama di SMA Nusa Bangsa dengan nilai ujian nasional terbesar kedua nasional. Ia teramat membanggakan sekolah. Meski begitu, ia tak berniat mencari pekerjaan lain.
Baginya, bekerja di rumah keluarga yang sudah mau menyekolahkannya sampai SMA ditambah mengizinkannya dan ibunya tinggal di rumah besar itu sudah cukup. Beruntungnya lagi, ia bisa bersahabat baik dengan Gerald, anak dari Barrack Adibaskara, pemilik perusahaan Barrack Holdings yang bergerak di bidang properti.
Carla membawa nampan berisi segelas susu, segelas air putih, dan roti panggang selai alpukat di tangannya. Ia bergegas ke kamar Gerald yang berada di lantai tiga. Carla melangkahkan kakinya menuju lift yang berada di dekat ruang makan. Namun, baru saja ia menekan tombol lift, suara bariton milik Barrack memenuhi indera pendengarannya,
"Carla, simpan saja menu makanan Gerald disini dan suruh dia turun sekarang juga," tegasnya.
Carla menundukkan kepalanya dan berjalan menuju meja makan. Ia menyimpan menu sarapan Gerald diatas meja kemudian berpamitan, "Baik, Tuan. Saya permisi dulu."
"Katakan juga padanya bahwa ada hal penting yang harus kita bicarakan," perintah Irina, ibu Gerald.
"Baik, Tuan, Nyonya. Saya permisi dulu."
Lift membawa Carla ke lantai tiga tempat Gerald berada. Penthouse mewah ini terdiri dari lima lantai dan satu ruangan bawah tanah yang menjadi tempat Gerald selaku CEO Barrack Holdings dan ayahnya membicarakan perihal bisnis dan perusahaan. Penthouse besar ini hanya ditempati oleh Barrack, Gerald, Irina dan beberapa asisten rumah tangga yang diizinkan tinggal disini.
Sementara itu adik Gerald, Jossi Barrack Liandry bersekolah di Prancis dan pulang sebulan sekali. Kakaknya, Gustaf Leonard Barrack sudah menikah dengan seorang model cantik asal Singapura, Rania Bernabeu dan menetap di sana.
Pintu lift terbuka, menampilkan ruangan yang serba berwarna abu tua. Carla melangkahkan kakinya menuju kamar Gerald yang berseberangan dengan lift. Ia memasukkan sandi kamar Gerald kemudian masuk kedalamnya. Suasana kamar yang selalu berantakan membuat Carla menggelengkan kepalanya.
"Tuan besar menyuruh anda untuk sarapan di bawah, Tuan. Ada sesuatu yang ingin beliau bicarakan," ucap Carla formal kepada Gerald yang sekarang tengah memunggunginya.
Punggung yang senantiasa selalu tegap dan bahu yang lebar membuat Gerald nampak gagah dari belakang. Meskipun setiap hari Carla melihatnya, tak mengurangi rasa kagum Carla terhadap pria di hadapannya itu.
"Kau selalu saja berkata formal padaku, Carl. Aku tak suka itu," sanggah Gerald sambil berbalik menghadap Carla.
Seketika terpampang dengan nyata wajah tegas khas blasteran Indonesia-Eropa dengan iris mata hitam setajam elang, rambut yang tersisir rapi menampilkan jidatnya yang sempurna, hidung mancung, dan bibirnya, merah merekah, menampilkan senyum yang bisa membuat siapa saja terpesona.
"Maafkan saya, Tuan. Anda ditunggu oleh tuan besar dibawah."
"Carl, sekali lagi kau berkata formal, aku tidak akan turun kebawah," ancam Gerald yang kini mendekatkan dirinya ke arah Carla.
"Baiklah, Gerald. Cepatlah turun atau aku tidak akan membuatkan roti panggang rendah kalori dan alpukat kesukaanmu itu!" Ancam balik Carla.
"Roti itu dibuat oleh ibumu, Carl. Bukan olehmu."
"Kalau begitu, aku akan tetap berbicara formal kepadamu meski kita sedang berdua saja."
Kali ini Gerald luluh. Ia tak bisa berkutik lagi ketika Carla mengatakan hal tersebut, "Baiklah, Carla. Kau menang."
"Aku memang selalu menang melawanmu, Gerald."
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, Carl. Tolong bantu aku, Carla."
"Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan."
"Ayah menyuruhku sarapan di bawah karena ia akan memarahiku. Aku kalah tender dengan Royal Group. Tolong bantu aku kali ini, Carl. Jadilah sekretaris di perusahaan itu dan bunuhlah Andra Azbaniar."
Gerald menatap serius iris Carla yang terlihat membesar, menandakan ia tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Gerald. Ia menarik nafas, "Kau memintaku untuk menjadi seorang pembunuh?"
"Tidak, Carla. Kau salah paham."
"Kau menyuruhku menjadi seorang pembunuh, Tuan Gerald Barrack Amyts," tegas Carla.
Carla meninggalkan Gerald yang masih merasa bersalah kepada sahabatnya itu.
Sesaat sebelum pintu kamar Gerald tertutup, ia sempat mengucapkan sesuatu meskipun ia tak yakin Carla mendengarnya, ucapan yang benar-benar tulus dalam hatinya meminta kesediaan Carla dalam siasat yang sebelumnya tidak pernah ia pikirkan.
Lelaki itu menatap pintu yang kini tertutup, menyaksikan Carla yang melenggang dari hadapannya seraya berkata, "Aku mohon, Carla."
Gerald berjalan keluar dari lift dengan punggung yang sudah merosot, mata yang sibuk menatap sepatu pantofel mengkilatnya, dan langkah yang sengaja ia buat selambat mungkin untuk sampai di meja makan. Namun, jarak meja makan dengan lift hanyalah lima meter, tidak ada alasan lain baginya untuk menolak sarapan bersama orang tuanya.
Baru saja Gerald menarik kursi, Barrack sudah menginterupsinya,
"Ayah tidak mau tahu kamu harus mengalahkan Andra dari Royal Group itu, Gerald!" hardik Barrack dengan tatapan tajam yang dilayangkan kepada Gerald.
"Bukankah ayah sudah melihat bagaimana usaha Gerald untuk memenangkan tender itu?" keluh Gerald yang kini menatap ayahnya.
"Ayah yang salah disini...."
"Ayah salah karena memilih kamu sebagai CEO Barrack Holdings. Jika perusahaan ini dikelola oleh Gustaff, mungkin kita bisa memenangkan tender itu," Ketus Barrack yang berbalik menatap tajam Gerald.
"Lantas mengapa ayah memilih saya jika saya tidak kompeten di bidang ini. Sudah saya katakan sedari awal bahwa saya tidak bisa menjadi apa yang ayah inginkan!"
Emosi Gerald sudah sampai puncaknya. Ia meremas kursi yang sedari tadi dipegang hingga buku-buku jarinya memutih.
"Maafkan saya telah lancang, Tuan."
Carla berdiri di belakang Gerald yang masih emosi. Gerald seketika membalikkan badannya dan menatap Carla dengan tatapan tak percaya, bagaimana bisa ia menyela perbincangan penting antara dirinya dan Barrack.
"Saya bersedia untuk menjadi mata-mata di perusahaan Royal Group, Tuan," tutur Carla sambil memberanikan diri menatap mata Barrack.
"Lantas, setelah kau menjadi mata-mata, keadaan perusahaan akan membaik pikirmu?" sembur Barrack yang kini menyilangkan tangannya didepan dada.
"Saya rasa demikian, Tuan. Saya harus menjadi sekretaris pribadinya, dengan begitu saya bisa mencuri berkas-berkas penting milik Andra."
Carla mencoba untuk meyakinkan Barrack yang terlihat tengah mempertimbangkan ide menarik tersebut.
"Jika kau ku perintah untuk membunuhnya saja, apa kau siap?" desak Gerald yang mencoba memastikan keseriusan Carla.
"Saya siap, Tuan."
"Jaminannya?"
"Nyawa saya, Tuan."
Alya, seorang desainer muda berbakat, terlilit utang akibat kecelakaan yang menewaskan orang tuanya. Di saat yang paling sulit, ia bertemu dengan Devan, seorang pengusaha sukses namun dingin. Devan menawarkan solusi: Alya akan menikah kontrak dengannya selama satu tahun, dan sebagai imbalannya, semua utang Alya akan lunas. Awalnya, Alya menolak tawaran itu. Namun, desakan ekonomi dan kebuntuan membuatnya terpaksa menyetujui pernikahan kontrak tersebut. Keduanya memulai kehidupan sebagai pasangan yang hanya terikat oleh sebuah perjanjian. Devan fokus pada pekerjaannya, sementara Alya berusaha membangun kariernya sambil berpura-pura bahagia. Namun, seiring berjalannya waktu, dinding-dinding yang mereka bangun mulai runtuh. Devan mulai tertarik pada sifat Alya yang ceria dan optimis, sementara Alya menemukan kehangatan dan perlindungan dalam diri Devan. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berbagi rahasia, dan saling mendukung.
Mengandung adegan dewasa 21+ Harap bijak memilih bacaan! “Saat ini … aku sedang mengandung anak dari suamimu...” Pernyataan sahabatnya itu, mampu membuat dunia Olivia Fredella Efendi, runtuh dalam sekejap! Sebuah pengkhianatan telah membuat Olivia hilang kepercayaan terhadap Alvaro, sang suami, yang telah menghamili Prisa, sahabatnya. Sehingga semua penjelasan sudah tak lagi didengarnya, dan Olivia memantapkan hatinya untuk berpisah dengan Alvaro meskipun Alvaro menolak. Namun sialnya, setelah mereka bercerai dan Alvaro menikah dengan Prisa, Dokter mengatakan, Olivia tengah mengandung. Tak ingin Alvaro mengetahuinya, Olivia pun pergi dan tinggal di luar kota untuk sementara waktu sampai ia siap untuk kembali pulang. Dan tanpa disangka-sangka, di tempat baru, Olivia bertemu dengan seorang Pria yang mampu membuatnya jatuh cinta untuk yang kedua kalinya. Sementara Alvaro terpuruk dengan perginya Olivia.
Malam Natal itu menjadi malam terburuk sepanjang hidup Hanako Rin Sudo. Dia dicampakkan oleh kekasihnya, dan harus rela diboyong pulang ke rumah Ryoma Otsuka untuk membayar hutang kakaknya. Ryoma Otsuka adalah laki-laki arogan dan misterius, pemilik perusahaan kosmetik terkemuka di Tokyo. Dia setuju untuk menghapus semua hutang Tomohiro Yamashita Sudo dengan syarat Hanako harus membayar penuh—dia harus menjadi istrinya. Namun, Ryoma tidak menyadari bahwa dirinya akan terjebak dalam badai yang berbahaya.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Cerita ini khusus 21+, karena terdapat adegan panas. Cerita ini di mulai ketika Fahrizal masih berumur 13 tahun, tapi dia sudah bisa menunjukkan kelebihannya di atas ranjang.
TERDAPAT ADEGAN HOT 21+ Amira seorang gadis berusia 17 tahun diperlukan tidak baik oleh ayah tirinya. Dia dipaksa menjadi budak nafsu demi mendapatkan banyak uang. Akan kah Amira bisa melepaskan diri dari situasi buruk itu? Sedangkan ayah tirinya orang yang kejam. Lantas bagaimana nasib Amira? Yuk baca cerita selengkapnya di sini !
Kara dijual oleh suaminya tepat pada malam pertama pernikahan mereka, pada lelaki bernama Angkasa. Kara harus melayani sang CEO selama satu bulan. Hari demi hari dilalui Kara bersama Angkasa, hingga Kara mengandung. Akan tetapi, Angkasa tidak mau mengakui bahwa bayi yang di dalam kandungan Kara adalah darah dagingnya--karena kesalahpahaman. Kara dicampakkan begitu saja. Kara makin menderita karena perbuatan mertua dan suaminya. Dia menghadapi penderitaan hidup seorang diri dalam kondisi mengandung. Kara akhirnya bisa sukses menjadi desainer berkat kerja keras. Angkasa muncul kembali pada kehidupan Kara. Menyesal dan meminta maaf. Akankah Kara menerima permintaan maaf Angkasa?
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
BIJAKLAH DALAM MENCARI BACAAN. CERITA DEWASA!!! Aderaldo menepuk punggung Naara yang sontak membuat wanita itu menoleh cepat, dan dalam hitungan detik pula, Aderaldo mencondongkan badannya dan menempelkan bibirnya ke atas bibir Naara. Naara melotot tanpa bisa mengelak. Pria itu tersenyum disela ciumannya pada bibir Naara. Dua lengan cukup kekar melepas paksa ciuman Aderaldo dan Naara dengan menarik bahu pria itu. Satu pukulan melayang di perut Aderaldo tanpa bisa dicegah, hadiah dari Xion. "Dasar b******k! Beraninya kau mencium Naara!" bentak Xion marah. Aderaldo memutar bola matanya seraya memasukkan kedua tangannya ke kantung celana kain yang ia pakai. "Kau tidak ada hak untuk melarangku. Memangnya kau siapa?" desis Aderaldo. Xion ingin melayangkan tinjunya pada wajah Aderaldo, tapi ditahan oleh pria tampan berkemeja hitam itu. "Jangan memancingku untuk menghancurkanmu," bisik Aderaldo pada Xion dan pria itu melangkah pergi dengan mengedipkan matanya ke arah Naara yang masih diam mematung. Aderaldo bersiul dan melangkah santai meninggalkan kampus tercintanya. "Manis! Aku menyukainya," gumam Aderaldo sambil mengelap bekas ciumannya bersama Naara barusan. (Ikuti setiap part-nya dan kalian akan menemukan jawabannya ❤️)