Padahal aku hanya bimbang, aku juga hanyalah manusia biasa yang kekurangan kasih sayang.
Zivanna POV
'Sebenarnya... apa itu kebahagiaan? Apa ada orang yang benar-benar bahagia? Atau.. hanya terlihat seperti sedang berbahagia?'
Jika kebahagiaan itu ada, lalu kenapa aku justru tidak pernah bahagia. Padahal aku juga selalu bersyukur, dan berdoa pada Tuhan. Tapi kenapa? Dia terus memberikan ujian yang semakin hari semakin sulit untuk di terima.
Rasanya setiap hari, aku justru terus kehilangan diriku sendiri. Merasa bahwa semua orang membenci kehadiranku. Aku tidak bisa mencintai siapapun, aku bahkan tidak bisa mencintai diriku sendiri.
'Lalu bagian mananya yang kau sebut bersyukur? Yang kau lakukan hanya mengeluh,'
Bagi orang lain cinta itu sangatlah berharga, tapi bagiku itu sungguh tidak ada gunanya. Aku mati rasa terhadap segala hal yang bersangkutan dengan cinta. Merasa gagal, karena setiap aku mencintai seseorang. Mereka pasti akan pergi jauh dariku, dan aku benci rasa dari sakitnya kehilangan. Aku tak ingin mengetahui, atau mengenal seseorang. Lalu berharap ia akan menjadi cahaya penerang di dalam gelap nya duniaku.
"Coba liat pakaian nya. Ewhh, nggak banget!"
"Liat deh! jijik banget nggak sih dia,"
Sudah menjadi kebiasaan ku mendengar hal itu. Mereka membenci ku hanya karena aku datang dari yang bukan kalangan mereka. saat mereka tau aku hanyalah anak beasiswa, mereka semua langsung memperlihatkan wajah aslinya, lucu sekali mengingat drama yang mereka lakukan saat pertama kali bertemu denganku. Berpura-pura baik dan manis, sungguh wajah mereka konyol sekali saat itu.
"Sudahh segini dulu dehh. Nanti kita nggak punya mainan kalo sampai dia mati, hahaha!"
Para bajingan itu pergi setelah menghajarku habis-habisan. Aku mengelap darah yang keluar dari bibir sebelah kanan ku yang robek, sungguh ini tidak ada apa-apa nya dibandingkan semua yang sudah aku alami. Aku juga selalu pulang seperti ini jika kalian penasaran, dengan darah yang berlumuran dimana-mana atau lebam di wajah. Orang-orang yang melewati ku akan mengira aku anak berandalan yang suka berkelahi. Padahal aku perempuan.
Aku bukannya tidak bisa melawan, aku hanya tidak ingin. Mereka akan jauh lebih terluka jika aku membalas, dan berakhir aku yang akan masuk penjara karena mereka semua anak-anak dari orang terkenal dan kaya.
Aku menghela nafas, dan kembali tersenyum. Membiarkan luka dan lebam itu sembuh dengan sendirinya. Mengobati nya hanya akan membuat ku lelah. Aku berdiri, lalu mengambil tas dan buku ku yang berserakan. Ahh... uang yang aku kumpulkan selama seminggu. Seperti nya mereka kekurangan uang jajan sampai harus mengambil dariku yang miskin ini.
Saat sedang membereskan barang-barang, ponselku tiba-tiba berdering.
"Iya halo?"
"Apa kau tidak ingin bekerja lagi?! Kenapa kau lama sekali!! Aku akan bangkrut jika memiliki pekerja lambat dan konyol seperti mu!"
"Ma-maaf...."
"Maaf mu tidak akan mengembalikan uang ku, sudahlah kau tidak perlu bekerja lagi, kau di PECAT!!"
Aku menjauhkan ponsel ku dari telinga tepat saat dia berteriak. Kenapa dia suka sekali menyakiti tenggorokan nya itu. Aku kembali menghela nafas, ini sudah yang kelima kalinya aku di pecat. aku hanya punya dua pekerjaan saat ini, apa itu akan cukup?
Apalagi pengeluaran sekolah semakin banyak, dan semua pasti mahal. Mereka hanya memberikan uang per semester dan bukan kebutuhan sekolah per individu lainnya.
Selesai, aku kemudian berjalan keluar gudang sekolah. Iya aku masih di sekolah, para bajingan tadi menyeret ku masuk saat sekolah sudah bubar. Mereka semua hanya menatap ku dengan tatapan konyol saat melihat ku di seret dengan kasar oleh para bajingan bangsat itu. Bahkan guru dan kepala sekolah nya itupun hanya diam saat melihatku. Mereka tidak mungkin memarahi anak dari pemasok dana terbesar di sekolah mereka.
Semua terlihat begitu sepi, hanya ada satu atau dua Office Boy sekolah yang terlihat sedang membereskan sekolah mewah itu. Mereka hanya menatap iba padaku, tatapan yang paling aku benci.
"I-ini...."
Aku menatap anak laki-laki yang berumur sekitar lima tahunan itu mungkin. Dia menyodorkan kotak obat p3k padaku. Dia menunduk dan terlihat takut. Aku hanya menatapnya datar, dan berjalan kembali. Menghiraukan dia yang mungkin menatap ku dengan bertanya.
"K-kenapa kakak tidak mengambil nya?" Dia kembali menghalangi jalanku.
"Pergi sana!" Anak itu terlihat takut awal nya. Tapi sedetik kemudian dia tersenyum dengan senyuman yang sangat manis.
"Kakak cantik sedang terluka, jadi harus di obati!" Dia berucap dengan antusias. Mata nya berbinar indah dengan manik coklatnya. Aku tidak berbohong kalau anak itu terlihat begitu manis saat ini.
Perasaan apa ini? Ini pertama kali nya ada seseorang yang peduli padaku. Bahkan Office Boy disini tidak ada yang pernah peduli, dan sudah terbiasa dengan ku yang selalu pulang terlambat daripada murid yang lain.
"Kiki!! Kau kemana saja hah!! Aku mencarimu sedari tadi," Laki-laki itu berteriak di hadapan anak kecil tadi. Terlihat raut wajahnya yang khawatir dengan sorot mata yang ketakutan. Suaranya juga terdengar serak dan sedikit bergetar. Huh, kenapa aku peduli?
Anak itu cekikikan dan lalu menunjuk ke arahku, "kakak cantik itu terluka. Jadi aku membawakan nya kotak ini," ucapnya sambil menunjukkan kotak yang dipegangnya tak lupa juga memasang senyum manisnya, terlihat sekali kalau dia berharap untuk di maafkan. Dan laki-laki tadi langsung menatap ke arahku. Dia terlihat seumuran denganku hanya saja dia lebih tinggi dariku.
Dia menatap ku dengan dari atas sampai bawah, dan secara refleks aku mengikuti nya juga. Kenapa aku melakukan itu?. Aku merotasikan mataku dan berjalan melewati mereka berdua. Aku sungguh lelah dan ingin sekali istirahat. Itupun jika bisa.
"Kiki, kau tidak boleh seperti itu tadi. Dia mungkin merasa risih dengan sikap mu,"
"Tapi kak, dia terluka cukup parah. Aku tidak suka melihat luka, dan kakak juga selalu pulang seperti itu setiap habis sekolah,"
Aku tak sengaja mendengar percakapan mereka ,karena kebetulan aku masih belum begitu jauh dari mereka. Apa dia juga korban bullying di sekolah ini?
•
Suara gaduh dan teriakan menyambut kedatanganku saat tiba dirumah. Rumah? Apakah masih bisa disebut rumah disaat tidak ada seorang pun yang menginginkan kehadiran mu.
"Ya apa!? Gua kan udah berusaha sebaik mungkin! Kenapa lo masih aja ngeluh?!"
"Gimana gue nggak ngeluh, yang bisa lo hasil kan cuman itu-itu doang! Gua capek, gua juga pengen kaya kayak orang diluar sana,"
"Harus nya lo juga bantu dong! Kenapa cuman gue aja!?"
"Lo itu kepala keluarga di rumah ini bangsat, klo nggak bisa nafkahin istri lo ngapain nikah babu!!"
Sudah biasa rumahku, ralat rumah ini di penuhi dengan teriakan dan keluhan kedua orangtua ini. Mereka selalu berdebat, dan berakhir salah satu dari mereka akan memukuli ku sebagai hadiah pelampiasan dari amarah yang masih tersimpan di hati mereka.
"Pulang juga lo anak bangsat!!"
tbc.
'Tidak adakah kematian yang lebih menyaktikan dibandingkan ini?!'
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
"Aku tidak menggunakan pengaman, kamu pasti hamil!" Selena Tan terjebak dalam dilema yang membuat ia harus mengambil keputusan dalam waktu singkat. Pilihannya hanya dua, menerima tawaran pernikahan dari Nicole Saputra atau membiarkan dirinya terjebak dalam resiko hamil di luar nikah. Semua itu gara-gara hubungan satu malam yang harus ia lakukan untuk menebus kesalahannya kepada duda kaya itu. Ia belum siap dengan dunia pernikahan, tetapi akan menjadi aib baginya jika harus melahirkan anak tanpa ikatan pernikahan. Haruskah ia mengesampingkan perasaan dan menerima tawaran itu tanpa dilandasi cinta?
Siska teramat kesal dengan suaminya yang begitu penakut pada Alex, sang preman kampung yang pada akhirnya menjadi dia sebagai bulan-bulannya. Namun ketika Siska berusaha melindungi suaminya, dia justru menjadi santapan brutal Alex yang sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai wanita. Lantas apa yang pada akhirnya membuat Siska begitu kecanduan oleh Alex dan beberapa preman kampung lainnya yang sangat ganas dan buas? Mohon Bijak dalam memutuskan bacaan. Cerita ini kgusus dewasa dan hanya orang-orang berpikiran dewasa yang akan mampu mengambil manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.