'Tidak adakah kematian yang lebih menyaktikan dibandingkan ini?!'
Ayah... ibu... maafkan.. aku, tidak! Aku tidak ingin mati!! Siapa saja tolong aku! Tuhan... aku, ingin tetap hidup..'
Dengan pandangan yang mulai buram serta kesaradan yang mulai menghilang, Niel hanya mampu mengingat hal terakhir yang paling membuatnya bahagia. Ia terus berucap jika dirinya tidak ingin mati, bayangan ayah, ibu dan saudara-saudarinya terlintas. Begitu pula teman-teman yang telah lama menemaninya, namun ia juga tak bisa menentang takdir.
Niel Astankova, seorang siswa Sma yang sedikit tomboy itu meninggal di usia sangat muda akibat bukan ulahnya sendiri, harus berusaha mengubah hal-hal yang akan menentukan dirinya bisa di selamatkan dan kembali ke kehidupannya sebelum kematian atau tidak. Harus merasakan berbagai cara kematian yang beragam dari yang benar-benar menyedihkan hingga tidak bisa terlintas di pikiran saking konyolnya. Belum lagi berbagai misi yang harus ia selesaikan untuk mengisi sebuah tabung yang memerlukan nilai-nilai yang akan ia kumpulkan nantinya guna kembali ke kehidupannya yang tenang. Mampukah Niel melakukan misi yang harus ia jalani nantinya?
'Tidak adakah kematian yang lebih menyedihkan daripada ini?!'
***
Senin siang, pukul 15.00
Suara kendaraan berlalu-lalang di sebuah jalan metropolitan penghubung antar kota, juga merupakan sebuah kawasan elite di mana letak sekolah Libri Stary di bangun.
Para siswa tingkat akhir terlihat telah meninggalkan gedung sekolah, entah yang pulang dengan sepeds atau hanya berjalan kaki semata. Kota G memang masyarakatnya lebih banyak menggunakan sepeda dan juga angkutan umum di bandingkan mobil pribadi ataupun motor, itulah sebabnya tempat ini menjadi sebuah kota yang asri dan bebas dari polusi udara berlebih.
"Hoshh.. hoshh! Niel! Tunggu!!"
Seorang remaja dengan masih mengenakan seragam khas dari sekolah Libri Stary atau yang biasa di singkat dengan Libstar itu terlihat berlari dengan nafas yang tersengal, dadanya naik turun berusaha menetralkan nafas yang berlomba-lomba untuk mengisi paru-parunya. Sedangkan sang empu nama hanya berjalan santai sambil menikmati makanannya yang ada di tangan.
"Cepatlah Ab, atau kau akan ku tinggal." Gumam Niel yang tak menghiraukan jalanan dan masih mengunyah makanannya.
"Jalanmu terlalu cepat! Sudah ku bilang untuk menungguku.. hoshh... di depan pagar bukan," ucap pemuda yang di panggil Ab tersebut dengan nafas yang tersengal.
'Grepp!'
Sebuah tangan meraih pergelangan tangannya yang ia masukan kedalam saku jaketnya, perempuan yang baru saja menghadiri upacara penerimaan siswa baru itu mengernyitkan dahinya. Seragam putih dengan rok di atas paha berwarna abu-abu itu begitu kontras dengan cara jalannya yang tak jauh berbeda dari preman pasar yang biasa meminta setoran kepada para pedagang. Wajahnya tertekuk tanda tak suka tepat di atas jebra cross, Abraham berhasil meraih lengannya dan menghentikan langkah sang teman kecil dan berbalik mendengarkannya. Tak perduli jika mereka tengah berada tepat di atas zebra cross yang begitu rawan akan bahaya.
"Kau ini, bla bla bla bla..."
Niel hanya bisa menjilati jemarinya tanpa mendengarkan ocehan pemuda pirang tersebut, ia memilih untuk menatap sekitar.
Tak jauh dari tempat di mana mereka bertengkar, sebuah lampu lalu lintas khusus pejalan kaki mulai berubah warna menjadi kuning lalu beransur memerah. Niel dan Abraham masih berada di sana sebelum dari arah kanan tepat membelakangi Abraham, sebuah mobil kontrainer melintas dengan kecepatan penuh berulang kali membunyikan klakson mobilnya. Namun kedua anak itu tidak juga menyingkir dari tempat itu, keadaan sekitar yang mulai sepi juga mendukung calon pelaku untuk menjadi pelaku tabrak lari.
Tapi berbeda dengan Niel,
"Kau harus ingat nanti jika pulang untuk,-"
'brukk!!'
Sebuah tangan mendorong tubuh sang pemuda menjauh, membuat tubuh pemilik surai pirang tersebut menghantam pembatas jalanan dan sukses pantatnya mencium jejeran rapi batu bata yang mengisi jalanan tersebut.
"Niel!! Kau ini, di saat seperti ini masih sempat-sempat... nya, bercanda.."
Suaranya terhenti di tenggorokan, matanya sukses membola dengan apa yang ada di hadapannya kini. Begitu cepat hingga otaknya tak mampu mengolah kejadian yang ia lihat di depan matanya sendiri, bahkan posisinya belumlah berpindah dari ubin jalanan.
Tepat di hadapannya, tubuh perempuan yang tadinya ia omeli kini telah terpental jauh beberapa meter di depan. Dengan sebuah truk yang terlihat terus melaju dengan sedikit oleng tanpa henti,
"N-Niel..."
Tubuhnya tak bisa bergerak dengan getaran hebat, air matanya telah terkuras tanpa bisa memastikan keadaan. Abraham berusaha mendekati tubuh Niel yang jauh terpental dari posisi awal, tak ads gerakan di sana.
"Niel.. jangan bercanda, ka-kau bercanda kan?! Benarkan??!!"
Ujung sepatunya berusaha menyentuh tubuh perempuan itu sebelum darah mulai menggenangi sepatunya itu. Terlihat jika seragam putih di sana telah basah akan noda merah nan pekat, dari sana Abraham mulai menyimpulkan meski otaknya menolak untuk itu. Jika Niel Astankova telah meninggal dalam tabrak lari, lebih-lebih itu karena menyelamatkan dirinya.
"NIELL!!!"
***
Manik itu membuka perlahan dengan pandangan yang sedikit mengabur, ia memegangi pelipisnya yang sakit namun sesaat setelahnya tersadar akan apa yang telah ia lewati.
"ughh, apa yang terjadi..-Abraham!?"
Ia lirik sekitar, namun tak ada apapun di sana selain interior merah dengan aksen keemasan. Warna ruangan tersebut berwarna putih dengan barang-barang mewah lainnya menghiasi tiap sudut ruangan terasebut.
"tunggu, ini... di mana?!"
'Cklekk!'
"Tuan Niel, anda sudah bangun? Saya membawakan sarapan," ucap seorang pelayan yang masuk dengan troli makanan sesaat setelah bunyi pintu bergeser itu di buka.
Sang empu nama hanya menjawab sang pelayan dengan kernyitan dahi tak mengerti, ia benar-benar tidak paham dengan apa yang telah terjadi kini. Sebelum seberkas ingatan dari tuan tubuh membuatnya harus memijit pelipisnya kembali karena rasa sakit yang benar-benar tidak nyaman.
'tunggu, apa ini?!'
Seketika yang ia lihat adalah gambaran masalalu dari sang pemilik tubuh yang ternyata telah mati tepat beberapa jam yang lalu setelah ia berpindah tubuh ke tubuh orang ini, namun Niel Astankova masihlah belum mengerti dengan apa yang kini ia alami.
Sebelum sebuah suara membuatnya tersentak dan mencari asal suara tersebut,
'Selamat datang di permainan. Aku Ios, Artifisial intelegent yang akan membantumu untuk menyelesaikan permainan ini.'
Seekor tupai berwarna putih muncl entah dari mana, sebagai seorang normal tentu saja Niel tidak paham atas apa yang terjadi sebelum ia menatap ke sekeliling yang benar-benar terlihat berbeda dari sebelumnya.
Sebuah singgle sofa empuk lalu layar monitor besar yang memperlihatkan dirinya yang tengah di tangisi oleh pemuda berseragam yang paling ia kenal terpapar jelas sejelas-jalasnya di hadapannya. Sontak saja mata itu membola tak percaya akan apa yang telah ia lihat di depan sana,
"Ti-tidak mungkin, aku... sudah mati?!" ucapnya tanpa sadar sebelum menatap sekeliling dan juga tupai terbang yang terlihat begitu serius tak jauh dari tempatnya duduk.
'Apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya?!'
Bersambung.
Padahal aku hanya bimbang, aku juga hanyalah manusia biasa yang kekurangan kasih sayang.
Bagaimana jika keponakan yang dititipkan oleh kakak perempuan nya mulai mengacaukan seluruh tatanan kehidupan nya. Gadis kecil yang dia sangka polos menyimpan cinta mendalam untuk dirinya, memancing hasrat nya berkali-kali hingga pada akhirnya satu malam panas terjadi di antara mereka. Bagaimana caranya dia meminta restu kepada kakak nya sendiri untuk hubungan yang jelas di anggap tidak mungkin untuk semua orang. Namun siapa sangka satu kenyataan dimasa lalu terbuka secara perlahan soal hubungan mereka yang sesungguhnya.
Kupejamkan mataku, dan kukecup bibirnya dengan lembut, dia menyambutnya. Bibir kami saling terpaut, saling mengecup. Pelan dan lembut, aku tidak ingin terburu-buru. Sejenak hatiku berkecamuk, shit! She got a boyfriend! Tapi sepertinya pikiranku mulai buyar, semakin larut dalam ciuman ini, malah dalam pikiranku, hanya ada Nita. My logic kick in, ku hentikan ciuman itu, kutarik bibirku mejauh darinya. Mata Nita terpejam, menikmati setiap detik ciuman kami, bibir merahnya begitu menggoda, begitu indah. Fu*k the logic, kusambar lagi bibir yang terpampang di depanku itu. Kejadian ini jelas akan mengubah hubungan kami, yang seharusnya hanya sebatas kerjaan, menjadi lebih dari kerjaan, sebatas teman dan lebih dari teman.
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.