/0/5423/coverbig.jpg?v=e224374aaa7bd905c08317fbb2d0ff97)
Di antara teman-temannya, hanya Nina yang masih stay dalam status jomblo sejak lahir. Katanya hidupnya membosankan karena selalu berkutat pada tugas, menulis, dan rebahan. Sampai akhirnya ia bosan dengan rutinitas harian monotonnya dan secara ajaib, ia menemukan aplikasi kencan anonim yang mana penggunanya bebas berinteraksi tanpa mengganggu privasi lantaran saat bertukar pesan, para pengguna menggunakan email pribadi. Dan apes bagi Nina, karena iklan yang ia pasang di profil dibalas oleh dosennya yang cupu.
"Sumpah, ya, Nin, gue kalau bareng lo tuh ngeri tau nggak?" Sindi melayangkan protes pada seorang cewek berambut pendek yang duduk di sebelahnya. Tak hanya dia, Mela dan Septi juga demikian. Pasalnya, sejak nongkrong di kantin, satu temannya ini cuma mantengin Hp sambil cengar-cengir enggak jelas.
Masih dengan mulut tersenyum lebar, Nina menutup ponselnya. Cewek itu memandang sahabat-sahabatnya, kemudian berkata, "Hehe. Sorry. Gue lagi baca novel." Sindi dan yang lain mendesah, tapi cewek berponi lurus itu melanjutkan, "Ceritanya keren, loh. Jadi, tuh, ada cowok namanya Angga-"
"Bentar," sela Mela. Ia menelan kasar basreng di mulutnya. "Kalau lo mau cerita kalau si Angga ini baik, pacarable, ganteng, so sweet, please stop. Oke? Ngayal, tuh, sama yang nyata aja, Nin."
Wajah Nina berubah cemberut. Sudah menjadi kebiasaannya menyukai cowok-cowok fiksi yang ia baca di novel romansa, dan setiap ia menyukai satu karakter, ia tidak bisa diam barang sedetik dan tidak menceritakan kekagumannya pada sahabat-sahabatnya ini.
Sindi dan Septi menatap Nina prihatin.
"Iya, Nin. Lo cari yang nyata aja." Septi yang biasanya cuma mendengarkan, kini ikut menimpali, pertanda dia sudah bosan dengan cerita-cerita Nina pacar halunya itu.
Sindi mengangguk. "Persentase jumlah cewek dan cowok se-Indonesia juga masih banyak cowoknya, masa, sih, satuuu aja nggak ada yang bikin lo tertarik?"
Muka Nina yang hanya dipoles make up tipis itu tampak semakin mendung. Bukannya tidak ada yang menarik, mereka cuma enggak tahu aja rasanya disakiti berkali-kali. Kisah asmara mereka manis, enggak ada pahit-pahitnya sama sekali.
Misalnya Sindi. Dia jatuh cinta sama Raffa, pedekate, enggak lama jadian. Terus si Mela, sejak SMP naksir berat sama Dion, eh tahunya sekarang udah tunangan. Nah, si pendiam, Septi, dia cewek paling beruntung di dunia karena cowok yang dia sukai diam-diam ternyata suka dia diam-diam juga. Ya, pokoknya cuma Nina yang masih betah jomlo sejak lahir karena keseringan di-ghosting.
"Nin, dengerin gue." Mela memegang pundaknya. Cewek bertubuh ramping itu memandang Nina lekat. "Semua cowok nggak sama kayak yang udah pernah ninggalin lo."
Ternyata Mela tahu alasan kenapa Nina masih enggak mau membuka hati untuk jatuh cinta lagi. "Udahlah, nanti cowok juga dateng sendiri. Nggak perlu dibawa ribet," jawab Nina sambil menyingkirkan tangan Mela.
"Ya bakalan percuma kalo tiap ada yang deketin lo, lo-nya malah kek kutub es!" sungut Sindi. Sepertinya dialah yang paling kesal dengan rutinitas Nina yang itu-itu saja.
Nina mengembuskan napas kasar. Ia memandang titik-titik embun di luar gelas berisi jus alpukatnya. Sebenarnya, ia juga sering merasa kesepian setiap teman-temannya jalan bareng sama pacarnya. Sementara ia hanya mengurung diri di apartemen sambil pura-pura asyik membaca novel online di platform yang semakin lama justru mengurungnya dalam jurang kesunyian. Ia butuh teman. Bukan teman ngobrol seperti teman-temannya ini, tapi teman yang bisa menghapus kekosongan hatinya.
"Gue mau ke perpus, mau ngerjain proposal buat seminar." Akhirnya satu-satunya yang bisa Nina lakukan hanya menghindar sejenak dari teman-temannya.
Lesu ia menggendong tas selempangnya, lalu melenggang pergi meninggalkan kantin. Berbeda jurusan dengan teman-temannya membuatnya lebih mudah berbohong saat ingin sendiri.
Kali ini, Nina benar-benar ke perpustakaan. Bukan untuk mengerjakan proposal, karena makalah dari dosennya sudah ia kerjakan kemarin dan tinggal menunggu di-acc, melainkan untuk merenungi nasib sambil melihat lalu lalang mahasiswa dari jendela perpus.
Perpustakaan berada di lantai dua, tidak jauh kampus dua, di mana kelasnya berada. Tidak ada kuliah lanjutan, jadi Nina bebas berada di perpus. Ia sedang malas di apartemen. Sepi.
"Hei!"
Nina berbalik, dan menemukan sosok dosen jangkung dengan kacamata bertengger di matanya yang tajam. Namanya Resky Bimantara, dosen sintaksis yang pernah mengajarnya. "Bapak panggil saya?"
Sebenarnya Resky terlalu muda untuk dipanggil Bapak, sebab umurnya masih 27 tahun.
Lelaki itu mendekat, canggung. "Baju kamu putih."
"Ha?" Nina mengerutkan dahi bingung. Kemejanya memang putih, dan masalahnya apa?
"Anu, maksud saya baju kamu putih jadi merah," katanya lagi yang semakin menambah bingung Nina.
Karena sedang dalam mood yang tidak baik, Nina berdecak. "Nggak jelas banget, sih." Lalu, melenggang pergi begitu saja.
Tapi, si dosen berkacamata kotak itu malah menarik lengannya kasar hingga Nina menabrak dada Resky yang ternyata tidak kurus itu. "Kamu bocor."
Nina terpaku saat matanya tak sengaja mengamati setiap sisi wajah Resky yang jauh dari kata culun. Rahangnya tegas, bersih dari rambut. Hidungnya mancung seperti perosotan anak PAUD. Tidak hanya itu, bibir Resky yang tipis namun seksi itu membuat Nina nyeletuk tanpa sadar, "Fiks, orang-orang pada buta."
"Apa?"
Tersadar, Nina sontak mendorong tubuh Resky. "Maaf, tadi Bapak bilang apa?"
"Kemeja putih bagian belakang kamu merah," ucap Resky kembali gugup.
Nina buru-buru mengecek bagian belakang kemejanya dan .... "Bapak, kenapa nggak bilang, sih!"
Cepat-cepat ia menutupi bagian merah itu dengan tasnya. Ia memandang malu Pak Dosen. "Pak, boleh minta tolong nggak?"
Resky mengangkat alis. "Apa?"
"Dalam kondisi kayak gini, saya nggak mungkin pergi beli pembalut. Jadi-"
"Tunggu di sini."
Belum sempat Nina mencegah untuk memberitahu merk pembalut dan memberi uang, lelaki itu sudah buru-buru berlalu. Alhasil, cewek itu memilih bersandar di pohon pinus, menyembunyikan bagian belakang tubuhnya dari mahasiswa lain yang lewat.
Nina mengambil ponsel di saku kemeja, berniat menghubungi Sindi, tapi malangnya baterainya habis. Maka, dengan perasaan dongkol, ia menunggu Pak Dosen sambil memainkan kerikil di bawahnya.
Ngomong-ngomong soal Pak Resky, kenapa bisa seganteng itu, ya, pas dilihat dari dekat?
Nina menghentikan menggeser kerikil dengan flat shoes-nya, kemudian menepuk-nepuk kepalanya karena sempat berpikir iya-iya. "Kayaknya gue beneran harus berhenti baca cerita romance, deh. Otak gue jadi mesum."
Tapi, saat lelaki itu kembali membawa dua plastik hitam, seluruh hormon-hormon seperti bekerja sama untuk menciptakan khayalan-khayalan yang membuat Nina bergidik ngeri. Menggeleng lagi, ia memejamkan mata kuat, mengenyahkan pikirannya yang sudah berlebihan.
"Ini." Resky menyerahkan plastik bertuliskan nama toko yang ia datangi.
"Makasih banyak, Pak," ucap Nina kikuk.
Berdehem pelan, Resky meninggalkan Nina. Nina pun membuka isi plastik di tangan. Ingin rasanya ia menangis sekarang saat membaca ukuran pembalut yang Pak Dosen beli. "What?! 39 cm?!"
Dibuka lagi plastik satunya lagi, kekesalan Nina makin membesar. Karena di sana ada kemeja hitam size XXL dan secarik kertas bertuliskan, "Saya nggak tahu ukurannya. Jadi, saya pilih yang paling besar. Nggak perlu diganti. Ini gratis."
"Ini orang niat nolongin nggak, sih?" dumel Nina. Namun, meski demikian, ia tetap melangkah menuju toilet untuk berganti pakaian.
Demi menyekolahkan keponakannya, Renaldi, Sam Rahardja rela menjadi kurir narkoba dengan bayaran sedikit karena harus dibagi dengan temannya yang super pelit, Galih. Namun, suatu ketika Galih mengatakan kalau Sam harus mencari pekerjaan lain lantaran ia ingin berhenti jadi kurir narkoba dan pulang kampung. Sam yang keuangannya menipis, memutar otak, memikirkan pekerjaan apa yang bisa dilakukan seorang luusan SMP sepertinya di ibu kota. Ketika itulah Sena datang dengan segala pengetahuannya tentang masa silam keluarga Sam beserta ancaman: kalau Sam tidak mau bekerja dengannya, Sam akan dilaporkan ke polisi karena mengedarkan obat terlarang, dan Renaldi tidak bisa sekolah. Akhirnya, Sam menerima tawaran Sena. Sayangnya, penyesalan datang terlambat. Pekerjaan yang Sena tawarkan adalah pekerjaan menjual diri.
Pada hari Livia mengetahui bahwa dia hamil, dia memergoki tunangannya berselingkuh. Tunangannya yang tanpa belas kasihan dan simpanannya itu hampir membunuhnya. Livia melarikan diri demi nyawanya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya lima tahun kemudian, dia kebetulan menyelamatkan nyawa seorang anak laki-laki. Ayah anak laki-laki itu ternyata adalah orang terkaya di dunia. Semuanya berubah untuk Livia sejak saat itu. Pria itu tidak membiarkannya mengalami ketidaknyamanan. Ketika mantan tunangannya menindasnya, pria tersebut menghancurkan keluarga bajingan itu dan juga menyewa seluruh pulau hanya untuk memberi Livia istirahat dari semua drama. Sang pria juga memberi pelajaran pada ayah Livia yang penuh kebencian. Pria itu menghancurkan semua musuhnya bahkan sebelum dia bertanya. Ketika saudari Livia yang keji melemparkan dirinya ke arahnya, pria itu menunjukkan buku nikah dan berkata, "Aku sudah menikah dengan bahagia dan istriku jauh lebih cantik daripada kamu!" Livia kaget. "Kapan kita pernah menikah? Setahuku, aku masih lajang." Dengan senyum jahat, dia berkata, "Sayang, kita sudah menikah selama lima tahun. Bukankah sudah waktunya kita punya anak lagi bersama?" Livia menganga. Apa sih yang pria ini bicarakan?
Sinta butuh tiga tahun penuh untuk menyadari bahwa suaminya, Trisna, tidak punya hati. Dia adalah pria terdingin dan paling acuh tak acuh yang pernah dia temui. Pria itu tidak pernah tersenyum padanya, apalagi memperlakukannya seperti istrinya. Lebih buruk lagi, kembalinya wanita yang menjadi cinta pertamanya tidak membawa apa-apa bagi Sinta selain surat cerai. Hati Sinta hancur. Berharap bahwa masih ada kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki pernikahan mereka, dia bertanya, "Pertanyaan cepat, Trisna. Apakah kamu masih akan menceraikanku jika aku memberitahumu bahwa aku hamil?" "Tentu saja!" jawabnya. Menyadari bahwa dia tidak bermaksud jahat padanya, Sinta memutuskan untuk melepaskannya. Dia menandatangani perjanjian perceraian sambil berbaring di tempat tidur sakitnya dengan hati yang hancur. Anehnya, itu bukan akhir bagi pasangan itu. Seolah-olah ada penghalang jatuh dari mata Trisna setelah dia menandatangani perjanjian perceraian. Pria yang dulu begitu tidak berperasaan itu merendahkan diri di samping tempat tidurnya dan memohon, "Sinta, aku membuat kesalahan besar. Tolong jangan ceraikan aku. Aku berjanji untuk berubah." Sinta tersenyum lemah, tidak tahu harus berbuat apa ....
Zain, seorang pengusaha terkenal yang terlihat muda di usianya yang mendekati empat puluh. Ia adalah seorang pria yang nyaris sempurna tanpa cela. Namun, tidak seorang pun yang tahu. Lima tahun yang lalu pasca menyaksikan pengkhianatan istrinya, Zain mengalami kecelakaan tragis. Dampak kecelakaan itu ia mengalami disfungsi seksual. Demi harga dirinya, Zain menjaga aib itu rapat-rapat. Namun, hal itu dimanfaatkan Bella untuk berbuat semena-mena. Kecewa karena Zain tidak mampu memberinya kepuasan, Bella bermain gila dengan banyak pria. Zain tidak berkutik, hanya bisa pasrah karena tidak ingin kekurangan dirinya diketahui oleh orang banyak. Namun, semuanya berubah saat Zain mengenal Yvone, gadis muda yang mabuk di kelab malam miliknya. Untuk pertama kalinya, Zain kembali bergairah dan memiliki hasrat kepada seorang wanita. Namun, Yvone bukanlah gadis sembarangan. Ia adalah kekasih Daniel, anak tirinya sendiri. Mampukah Zain mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Menikah untuk sebagian orang adalah suatu kebahagian namun, berbeda dengan Ayudia. Gadis cantik itu, dipaksa untuk menikahi kakak iparnya sendiri. Pernikahan yang terjadi nyatanya, membuat hidup Ayudia menderita. Aidan memperlakukan Ayudia bukan seperti seorang suami kepada istrinya. Pria itu dengan sangat tega menyiksa istri barunya begitu kejam. Aidan melakukan hal itu karena ingin membalas dendam, akibat kepergian sang istri pertama yang tak lain adalah kakak Ayudia. Pernikahan yang terjadi seperti neraka bagi Ayudia, dirinya dipaksa untuk melakukan apapun oleh Aidan. Bahkan perbuatan yang dilakukan oleh Aidan, menimbulkan sebuah trauma mendalam pada Ayudia. Mampukah Ayudia bertahan dengan pernikahan ini? Ada kebahagiaan yang datang pada hubungan mereka?
Bagi Sella Wisara, pernikahan terasa seperti sangkar yang penuh duri. Setelah menikah, dia dengan bodoh menjalani kebidupan yang menyedihkan selama enam tahun. Suatu hari, Wildan Bramantio, suaminya yang keras hati, berkata kepadanya, "Aisha akan kembali, kamu harus pindah besok." "Ayo, bercerailah," jawab Sella. Dia pergi tanpa meneteskan air mata atau mencoba melunakkan hati Wildan. Beberapa hari setelah perceraian itu, mereka bertemu lagi dan Sella sudah berada di pelukan pria lain. Darah Wildan mendidih saat melihat mantan isrtinya tersenyum begitu ceria. "Kenapa kamu begitu tidak sabar untuk melemparkan dirimu ke dalam pelukan pria lain?" tanyanya dengan jijik. "Kamu pikir kamu siapa untuk mempertanyakan keputusanku? Aku yang memutuskan hidupku, menjauhlah dariku!" Sella menoleh untuk melihat pria di sebelahnya, dan matanya dipenuhi dengan kelembutan. Wildan langsung kehilangan masuk akal.
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?