/0/3863/coverbig.jpg?v=dd541e9306aeca030ade281c09d46f41)
Sebagai seorang Ibu, hatiku terasa sakit melihat perubahan sikap anak sulung laki-laki ku setelah menikah. Dia lebih menyayangi istrinya daripada aku. Aku yang mengandung, melahirkan dan membesarkannya, tapi dia justru memberikan cinta seutuhnya untuk sang istri.
"Jangan yang itu, Bu!"
Tangan kananku seketika menggantung di udara, aku menoleh dan menatap Rudi, anak sulung ku, penuh tanda tanya.
"Itu punya Elsa, ibu makan yang ini saja," jelasnya sambil menggeser makanan ringan sisa perjalanannya tadi ke depanku, sepertinya dia mengerti arti tatapanku ini. Ku tarik tangan kananku dari udara, lalu meletakkannya di atas paha.
"Wah... Banyak banget, Bang...."
Elsa, istri Rudi, tiba-tiba masuk ke ruang tengah, entah dari mana dia tadi aku pun tidak tahu. Kebiasaannya yang suka bertandang ke rumah tetangga tak bisa berubah, meski aku sudah berkali-kali mengajarinya.
""Iya, Dek... Kan kamu minta dibawakan apel, jeruk, mangga dan alpokat. Ini Abang bawakan untukmu semua nya," sahut Rudi dengan bangga. Mataku tertuju pada buah mangga, Rudi tahu sekali kalau aku menyukai buah tersebut. Tapi dia tak memberikan izin kepadaku untuk mengambilnya barang satu buah saja. Aku terpaksa menelan air liur sambil menatap buah mangga yang jumlahnya sekitar delapan atau tujuh buah itu. Aromanya sangat kuat, menandakan isinya pasti sudah matang dan manis. Air liurku terbit membayangkan rasa manis yang mendominasi di balik kulit buah yang berwarna hijau dan berukuran besar itu.
"Terima kasih ya, Bang... Makin cinta deh sama Abang," ucap menantuku dengan gaya manja yang dibuat-buat.
"Ya sudah, kamu makan gih.. Jangan sampai anak kita ileran nanti, gara-gara keinginannya tidak dituruti," ucap Rudi memberi perintah. Elsa mengangguk lalu duduk di samping Rudi, tubuhnya sedikit membungkuk dan tangannya terulur mengambil sebuah mangga dari atas meja.
"Aku mau makan mangga dulu," ucap Elsa seperti memanas-manasi, Rudi tersenyum sambil menganggukkan kepala dan terus menatap istrinya.
"Bu... Tolong ambilkan pisau, dong!"
Aku menoleh cepat ke arah Elsa, ringan sekali mulutnya menyuruhku mengambilkan pisau untuknya.
"Ayolah, Bu... Elsa udah keburu duduk. Kasihan dia kalau harus berdiri lagi, dia kan lagi hamil cucu pertama Ibu," ucap Rudi membantu Elsa, aku memindahkan tatapanku pada Rudi. Ada rasa sakit di dada ini, bisa-bisanya Rudi
ikut memerintah ku juga.
Aku menghela nafas sebentar, lalu bangkit perlahan dari duduk. Kulangkahkan kakiku ke dapur, membawa hatiku yang perih menjauh dari kedua anak dan menantuku yang tahu diri. Beberapa menit kemudian, aku kembali ke ruang nonton dan meletakkan pisau di atas meja, tepat di samping buah-buahan yang dibawakan Rudi spesial untuk istrinya.
Setelah itu, aku berbalik badan untuk menjauh. Daripada harus mencium aroma mangga, aku memutuskan untuk ke kamar tidur dan menyendiri di sana.
"Lho... Bu!! Piringnya koq nggak sekalian dibawa!"
tak kuperdulikan pertanyaan ketus setengah memerintah yang keluar dari mulut Elsa, ku lanjutkan langkah menuju kamar, lalu langsung mengunci pintu kamar yang sudah aku tutup dari dalam.
Air mataku langsung mengalir deras begitu suara kunci memutar untuk yang kedua kalinya. Aku melangkah menuju tempat tidur, lalu duduk di atasnya. Sambil menatap cermin yang ada di samping tempat tidur, aku memaki diriku sendiri. Entah kenapa dulu aku memberikan izin kepada anak sulung ku untuk menikahi ratu kegelapan itu. Sehingga akhirnya, rumah ini pun terbawa aura gelap sejak perempuan itu tinggal bersama kami beberapa bulan yang lalu.
*
Namaku Risma, aku sudah menjadi janda sejak Rudi masih duduk di kelas empat SD. Saat itu aku sedang hamil anak keduaku, Reza. Mas Kerta, suamiku, meninggal dunia karena kecelakaan bus saat dalam perjalanan pulang dari rumah Ibunya, mertuaku. Sejak saat itulah, aku menjadi kepala rumah tangga sekaligus juga ibu rumah tangga bagi kedua anakku yang saat itu masih kecil-kecil.
Rudi Firmansyah, anak sulung ku, saat ini sudah berusia tiga puluh lima tahun. Dia memang agak telat menikah, dia baru menikahi Elsa dua tahun yang lalu. Rudi bekerja sebagai supervisor di sebuah perusahaan rokok. Setelah menikah, Rudi dipindah tugas oleh perusahaan tempatnya bekerja ke Bukit Tinggi, tiga jam dari kota Padang, tempat tinggal ku. Rudi segera membawa Elsa pindah ke Bukit Tinggi, mereka bahkan sudah memiliki rumah sendiri di sana. Tapi, karena saat ini Elsa sedang hamil besar dan orang tuanya berada jauh di Lampung, Rudi meminta Elsa untuk tinggal bersamaku menjelang lahiran. Pertimbangannya, Rudi bisa bolak balik Padang - Bukit Tinggi yang jaraknya lebih dekat, meskipun seminggu sekali dari pada harus ke Lampung. Nanti, setelah lahiran, orang tua Elsa akan datang ke sini kemudian setelah empat puluh hari Elsa dan kedua orang tua beserta bayinya akan kembali ke Bukit Tinggi.
Aku baru tahu sikap asli Elsa dan perubahan Rudi anakku beberapa bulan terakhir, tepatnya sejak Elsa tinggal bersamaku di rumah ini. Dia yang dulu sopan, manis dan perhatian, ternyata hanya topeng semata. Sejak dia berada di sini sampai hari ini, tak ada satu pekerjaan rumah pun yang dia lakukan. Kehamilannya selalu menjadi alasan untuk tidak melakukan apapun di rumah ini, dan Rudi menyetujui sikap malasnya itu. Alhasil, aku lah yang mengurusi semua kebutuhan menantuku itu, mulai dari mencuci dan menyetrika pakaiannya, menyiapkan makanan hingga membersihkan rumah. Semuanya aku kerjakan sendiri.
Biaya Elsa sehari-hari selama tinggal di rumah ini pun juga aku yang memikirkan. Rudi tak memberikan uang belanja sepeserpun kepadaku, sementara Elsa sering sekali meminta dimasakkan makanan yang mahal. Kalau aku protes, dia akan langsung menangis dan mengadu pada suaminya, lalu anakku itu akan meneleponku dan marah-marah. Sakit.. Hatiku sakit sekali melihat perlakuan anak kandungku yang selalu membela istrinya. Tapi, aku tetap bertahan agar aku tidak dijadikan tokoh utama dalam cerita menantu versus mertua yang kejam.
Mas Kerta dulunya bekerja sebagai guru ASN di salah satu SMP di kota ini, sedangkan aku hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang memiliki hobi menjahit. Jadi, untuk kebutuhan rumah tangga Alhamdulillah aku tak merasa kewalahan kalau hanya untuk diriku sendiri, lagipula aku bukan tipe orang yang suka pilih-pilih makanan ataupun maruk ingin mencoba makanan ini dan itu.
Anak bungsuku, Reza Firmansyah, bekerja sebagai TKI di Taiwan. Baru enam bulan dia berada di sana. Bantuan biaya bulanan di bulan terakhir ini juga aku dapatkan darinya. Jumlahnya cukup besar, tapi aku tentu saja tidak menghabiskan kirimannya begitu saja. Suatu hari Reza juga akan menikah dan memiliki keluarga, aku sudah mulai bersiap-siap menabung untuk membelikannya rumah, seperti yang aku berikan kepada Rudi dulu setelah dia menikah dengan Elsa. Jadi, rumah Rudi yang ada di Bukit Tinggi adalah hadiah dariku untuk Rudi dan istrinya. Bukan rumah yang besar, tapi layak dan juga berada di tengah kota. Uang pembelian rumah itu dulu juga aku sisihkan dari uang belanja yang selalu Rudi berikan setiap bulan kepadaku. Tapi sejak menikah, jangankan uang belanja bulanan, mangga satu buah saja pun tak bisa dia belikan. Hidupnya sudah dia abadikan untuk istri dan keluarga istrinya saja, sudah tidak ada lagi buatku. Harapanku, nantinya Reza bisa menemukan istri yang karakternya berbeda dengan Elsa. Tidak perlu cantik ataupun harus wanita yang bekerja, tidak peduli mau masih gadis ataupun janda, yang terpenting calon istrinya itu bisa menyayangi aku seperti ibunya sendiri, itu saja sudah cukup.
*
"Ibu dari mana? Aku lapar!"
Aku langsung menghentikan langkah, lalu menoleh pada Elsa yang sudah duduk di depan televisi dengan kedua tangan bersedekap di depan dada. Rudi sudah kembali ke Bukit Tinggi kemarin sore, jadi hari ini aku kembali hanya tinggal berdua saja dengan Elsa.
"Ibu!! Aku lapar!!" teriak Elsa dengan suaranya yang melengking. Aku sempat melonjak kaget, tapi cepat-cepat menguasai diri.
"Kalau lapar ya makan, Sa! Kenapa teriak-teriak? Ini bukan hutan!" sahutku pelan dan ditekan. Mataku melotot tak senang menatap nya.
"Mau makan apa!! Meja aja masih kosong begini!" bentaknya lagi, aku menghela nafas berat, lalu menghembuskan nya perlahan.
"Terserah kamu mau makan apa, di kulkas ada telur, ayam, daging dan berbagai jenis sayuran. Kamu tinggal mengolahnya saja, kan nggak susah." jawabku sambil berusaha tenang.
"Lho.. Koq malah aku yang masak? Ibu kan tahu aku nggak bisa masak." ucapnya lagi.
"Kalau nggak bisa masak, kamu pergi ke sebelah! Warung nasi uduk si Sari masih buka, Rudi kan ninggalin uang ke kamu. Masak iya untuk beli nasi uduk juga harus pakai uang Ibu," ucapku sinis.
"Nasi uduknya nggak enak, apaan... Nasi uduk nggak ada rasa! Emak kalau masak nasi uduk itu pakai...."
"Minta Emakmu masakkan nasi uduk buatmu, beres!!" potongku cepat. Elsa melongo mendengar ucapannya aku potong, sementara aku sudah berlalu dari hadapannya. Aku pulang hanya untuk mengambil mukena, untuk melaksanakan shalat jenazah Ibu Broto, Ibu ketua RT yang tadi subuh meninggal dunia. Saat aku mau ke rumah duka tadi, aku sudah berkali-kali mengetuk pintu kamar menantuku, tapi dia malah membentakku dengan kalimat yang kasar. Akhirnya, aku pergi melayat tanpa meninggalkan pesan apapun untuk menantuku itu.
Aku keluar dari kamar membawa mukena hendak segera ke mesjid, saat aku melewati pintu kamar Elsa, aku mendengar dia sedang berbicara di telepon sambil menangis pilu. Langkahku langsung terhenti, lalu bergerak melangkah pelan mendekati pintu kamarnya. Suaranya yang cempreng terdengar sedang mengadu pada suaminya di seberang sana, ditambah dengan tangisan pilu seolah-olah baru saja didzalimi mertua.
Panggilan untuk segera menyalatkan jenazah Bu Broto terdengar sampai ke rumahku, karena jarak rumahku dari mesjid hanya beberapa meter saja. Aku langsung bergerak menjauh dari pintu kamar, melanjutkan langkah hendak keluar dan segera menuju ke mesjid.
*
"Ibu koq tega banget, sih! Elsa itu sedang hamil anakku, Bu! Cucu pertama Ibu! Tidak bisakah Ibu mengerti dan menyayangi Elsa layaknya dia adalah anak kandung Ibu!"
Salam ku saat menjawab teleponnya tidak dijawab. Anak sulung ku itu malah membentak-bentak aku, sama kasarnya dengan nada yang digunakan istrinya tadi saat sedang berbicara denganku. Sakit... Lagi-lagi aku merasakan sakit yang teramat sangat di dalam hati. Tega sekali anakku ini berkata kasar kepadaku, orang yang sudah menjaganya sejak dari kandungan, bahkan membesarkannya sendirian.
"Kalau ibu tak suka Elsa tinggal bersama Ibu, aku akan segera bawa dia ke Bukit Tinggi. Tak tenang juga hatiku lama-lama mendengar kedzaliman yang Ibu lakukan pada istriku itu!" sambung Rudi.
"Kalau begitu, silahkan bawa istrimu secepatnya, aku tidak akan menahan kepergiannya sedikitpun!"
Kisah cinta yang ringan antara Dirgana, seorang janda beranak dua yang berprofesi sebagai tukang ojek on line, dengan seorang pria bernama Dimas, seorang anak pemilik toko emas yang sedang putus asa. Pernikahan mereka sudah diatur dengan sengaja oleh Mama Dimas, wanita yang pernah ditolong Dirgana. Mau tidak mau, Dimas dan Dirgana terpaksa menikah akibat pengaturan pernikahan yang tidak diketahui siapapun, kecuali sang Mama.
Kisah seorang gadis bertubuh gemuk yang selalu menerima hinaan dari Ibu sambung dan adik tirinya. Boni tumbuh menjadi perempuan yang memiliki kesabaran seluas langit, dia sanggup menerima hinaan-hinaan Ibu dan Adik sambungnya tanpa membalas sedikitpun. Sampai akhirnya, dia bisa membuktikan kalau kesabarannya membuahkan kemenangan dan cinta tanpa batas dari orang-orang yang menyayanginya dengan tulus.
Dua kali menikah, dua kali pula dirinya dikhianati. Kisah percintaan Dila Ramadhani yang selalu berujung pengkhianatan, membuat dirinya tak percaya kalau cinta sejati dan ketulusan itu ada. Memperbaiki diri tak lantas membuatnya semakin dicintai, tapi justru dikhianati lagi. Berkali-kali dia mempertanyakan pada dirinya sendiri, apa kekurangannya sebagai istri. Dila menjalani kehidupannya bersama dua orang anak dari pernikahan pertama dan satu orang anak dari pernikahan kedua. Melewati hinaan-hinaan dari keluarga sendiri hingga terpuruk tak punya uang dan anak-anaknya terancam berhenti sekolah. Sampai akhirnya Dila berkenalan dengan Alvin Pramudya, pria yang usianya lebih muda lima tahun darinya. Kaya, tampan dan rapuh. Kisah cintanya sama dengan kisah cinta Dila, selalu berujung pengkhianatan. Kisah cinta yang diwarnai perselingkuhan, uang dan kepercayaan, mengajak kita selalu percaya kalau Tuhan akan memberikan yang terbaik asal kita selalu berusaha untuk memperbaiki diri.
Bima tak menyangka, jika seorang gadis yang dia tolong seminggu yang lalu akan menjadi ibu susu anaknya. Dia adalah Jenny, seorang gadis cantik berusia 18 tahun yang masih berstatus pelajar SMA. Namun, entah alasan apa, diumurnya yang masih terbilang muda gadis itu sudah mengandung. Apa mungkin karena salah pergaulan? Atau justru memang dia sudah menikah? Semakin lama dilihat, Jenny semakin mempesona. Hingga membuat seorang Bima Pradipta yang masih berstatus suami orang menyukainya. Dan suatu ketika, sebuah insiden kesalahan pahaman membuat keduanya terpaksa menikah dan menjadikan Jenny istri kedua Bima. Akankah pernikahan mereka abadi? Lalu, bagaimana dengan Soraya istri pertama Bima? Akankah dia terima dengan pernikahan kedua Bima? Atau justru dialah yang terlengserkan? “Setelah kita menikah, aku akan menceraikan Raya, Jen!” Bima~ “Kalau begitu Bapak jahat namanya, masa Bu Raya diceraikan? Aku dan dia sama-sama perempuan, aku nggak mau menyakitinya!” Jenny~
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Sepatah Kata, Jangan pernah bengong dan tertegun-tegun jika belum selesai membaca kisah yang sangat AGAK LAEN dan super unik dalam novel ini. Mungkin banyak yang tidak terpcaya jika cerita ini lebih dari 58,83% merupakan KISAH NYATA, 24,49% Modifikasi Alur dan 16,68% tambahan halu sebagai variasi semata. Buktikan saja keunikan kisah dalam novel ini. Jangan mengatakan gak masuk akal jika belum tahu bahwa hal itu bisa terjadi kapan dan dimanapun juga
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
WARNING 21+ HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! AREA DEWASA! *** Saat kencan buta, Maia Vandini dijebak. Pria teman kencan butanya memberikan obat perangsang pada minuman Maia. Gadis yang baru lulus SMA ini berusaha untuk melarikan diri. Hingga ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata seorang CEO. "Akh... panas! Tolong aku, Om.... " "Jangan salahkan aku! Kau yang memulai menggodaku!"