Mungkinkah seorang gadis berusia delapan tahun memiliki kenangan akan kehidupan sebelumnya? Apa yang akan Anda lakukan jika suatu hari, setelah bangun di atas ranjang, Anda menemukan diri Anda berusia delapan tahun lagi dan Anda teringat akan semua rasa sakit dan penghinaan yang Anda derita di tangan orang-orang yang pernah Anda anggap dekat? Dalam kehidupan sebelumnya, sang putri kerajaan, Yun Shang mengalami trauma baik secara mental maupun fisik. Dia adalah seorang istri yang telah dikhianati suaminya, seorang ibu yang telah menyaksikan kematian tragis anak tunggalnya, dan seorang saudara perempuan yang telah mengalami kekejaman kakak perempuannya. Sekarang kembali ke usia delapan tahun, mengetahui apa yang dia tahu tentang orang-orang itu, bagaimana dia akan membalaskan dendamnya? Silakan lihat sendiri!
Di Istana Putri di Ibu Kota Kekaisaran Ning, seorang wanita berlutut di tanah di hadapan menara paling tinggi yang ada di tempat itu. Dia tidak merasakan dinginnya udara malam atau gerimis deras yang turun dengan tanpa ampun.
Wanita itu tampak cantik, dengan kulit putih dan rambut hitam sehalus sutra, tetapi matanya tampak hampa. Dia sedang menggendong seorang bayi dalam pelukannya. Dia tampak khawatir ketika melihat wajah bayi itu membiru karena sulit bernapas. Setiap napas yang dia ambil tampak seolah-olah akan menjadi napas terakhir baginya.
"Tolong kembalilah, Putri Yun Shang. Menantu Kaisar tidak akan bertemu denganmu." Lian Xin sedang menjaga pintu masuk menara. Dia telah menjadi pelayan istana Putri Yun Shang yang paling terpercaya sejak sang putri masih kecil.
Langit malam itu terbelah ketika hati Yun Shang hancur, membasahi dirinya dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Sambil menggertakkan giginya, dia menarik jubahnya. Dia ingin melindungi bayinya agar tidak basah terkena air hujan. Kapan itu dimulai? Yun Shang berpikir dalam lamunannya. Kapan semua orang yang dia percaya mulai mengkhianatinya satu demi satu?
Wajahnya masih bersih dari air mata. Mungkin semua air matanya sudah mengering? Dia telah menangis dengan begitu sedih di masa lalu sehingga sekarang, bahkan ketika dia merasakan rasa sakit paling parah yang bisa dia rasakan di hatinya, dia tidak bisa meneteskan air mata lagi.
Yun Shang bersujud di hadapan Lian Xin sebanyak tiga kali dan berkata, "Kamu telah menjadi pelayanku selama lebih dari sepuluh tahun, Lian Xin. Aku selalu memperlakukanmu dengan baik selama ini. Sekarang, kumohon. Aku hanya ingin bertemu dengan Menantu Kaisar dan memintanya untuk mengirim seorang tabib untuk menyembuhkan bayiku. Ini adalah bayiku dan juga bayinya ...." Suara Yun Shang terdengar serak.
"Putri Yun Shang, tidak ada gunanya memohon padaku. Menantu Kaisar telah memerintahkan agar tidak ada siapa pun yang mengganggunya." Lian Xin berdiri di bawah atap dan menatap wanita yang sedang berlutut itu. Seringai jijik muncul di sudut bibirnya. 'Hanya itu yang pantas kamu dapatkan, Yun Shang.' ucap Lian Xin dalam hati.
Yun Shang menggenggam tangan kecil bayi yang dingin di pelukannya itu sambil berpikir. Semua rasa pahit dan amarahnya memuncak menjadi tak tertahankan. Dia bangkit dan berlari ke arah Lian Xin. Sang pelayan sama sekali tidak menduga tindakannya itu. Dia mempersiapkan tubuh untuk menghadangnya, tetapi sang putri adalah wanita yang kuat. Dia jatuh dan berteriak, "Ah!" Yun Shang mengambil kesempatan itu untuk membuka pintu menara dan berlari ke atas.
"Oh, tidak, tidak, tidak. Kamu tidak diizinkan untuk naik ...." Lian Xin mengerutkan kening dan menyentuh bagian tubuhnya yang sakit. "Huh! Menurutmu, apa yang akan kamu capai dengan naik ke atas seperti itu?" teriak Lian Xin ke arah sosok sang putri yang semakin menjauh. "Apakah kamu benar-benar berpikir bahwa Menantu Kaisar dan Putri Hua Jing akan mengirimkan tabib untuk anakmu?"
Yun Shang berlari menaiki tangga. Begitu dia menginjakkan kakinya di anak tangga terakhir, dia mendengar suara Hua Jing," Emm ..." "Ah ..." "Jangan sentuh itu. Ah ..." "Jingran ..."
Yun Shang merasa pusing. Tangannya terasa sangat lemah sehingga dia merasa hampir tidak bisa menggendong bayinya. Dia harus bersandar pada pegangan tangga kayu untuk menopang dirinya sendiri.
Akhirnya, dia menemukan kekuatan untuk menaiki anak tangga terakhir. Dia membuka pintu dengan sikunya dan mengatupkan rahangnya untuk menahan rasa sakit yang dia rasakan saat itu.
"Siapa yang berani masuk ..." Suara seorang pria yang terengah-engah menggema melalui dinding batu ruangan itu. Yun Shang secara refleks melangkah mundur ketika dia melihat dua sosok telanjang yang ada di tempat tidur.
"Keluar!" Mo Jingran meraung dengan marah begitu dia melihat Yun Shang berdiri di ambang pintu.
Yun Shang membuka mulutnya, tetapi mendapati dirinya tidak bisa mengatakan apa-apa. Setelah menarik napas beberapa kali dengan susah payah, dia berhasil berbisik, "Huan'er sakit. Tolong carikan tabib untuknya, Tuanku."
"Hm." Mo Jingran mempertimbangkan permintaannya itu sejenak. Sebelum Mo Jingran bisa memarahinya lagi, wanita yang berbaring di bawah tubuhnya mengusap dadanya dengan nakal. Dia melihat senyumnya yang tampak agak liar dan membalas senyuman itu. Wanita itu berkata, "Jingran, jika adikku ingin melihat kita, biarkan saja. Mengapa kita tidak mengikatnya ke kursi saja agar dia bisa menyaksikan kita bermesraan?"
Mulut Mo Jingran melengkung membentuk seringai dingin. Dia meninggalkan tempat tidur untuk mencari sebuah tali. "Letakkan Huan'er di atas meja. Setelah kamu menonton, aku akan mengirim tabib untuk mengobati penyakit Huan'er."
Yun Shang terdiam sejenak, merasa ragu-ragu. Mengetahui bahwa dia tidak memiliki jalan keluar lain, dia akhirnya mengangguk dengan hampa. Tidak ada seorang pun di Istana Putri yang akan mendukungnya sekarang. Yun Shang meletakkan bayinya di atas meja dan duduk di kursi yang terletak di samping tempat tidur. Mo Jingran menghampirinya dan mengikat kedua tangannya dengan tali.
Ketika Mo Jingran kembali ke tempat tidur, wanita telanjang itu mengulurkan kakinya dan melingkarkannya di pinggangnya. Jemari kakinya membelai punggungnya dengan lembut. Api gairah seketika menyala di mata Mo Jingran. Dia bergerak dengan kuat dan wanita di bawahnya mengerang ketika dia memasukinya.
Wanita itu menatap Yun Shang. Dia memperlihatkan senyumnya yang paling menawan dan berkata, "Lihatlah, adikku. Biarkan kakakmu ini mengajarimu cara memuaskan seorang pria."
Mo Jingran tertawa terbahak-bahak, sebelum kembali menggerakkan pinggulnya dengan irama yang cepat.
Dalam sekejap, desahan dan erangan penuh gairah memenuhi seluruh ruangan itu.
Yun Shang merasa seolah-olah hatinya sedang diiris berkali-kali. Dalam lamunannya, dia bahkan bisa mendengar suara luka yang sedang dicambukkan pada hatinya itu.
'Jadi, ini adalah Menantu Kaisar yang aku pilih untuk diriku sendiri dan wanita yang bersamanya adalah kakak perempuanku yang selalu aku sembah dan hormati.'
Beberapa waktu berlalu, cukup lama untuk membakar habis dua batang dupa menjadi abu. Yun Shang memandangi bayinya yang masih terbaring di atas meja. Wajahnya kini tampak lebih pucat dan matanya tidak berbinar lagi. Dia mulai khawatir. Air mata akhirnya jatuh ke pipinya, "Tolong, Menantu Kaisar dan Kakak. Tolong selamatkan bayiku. Dia sekarat, kumohon ..."
"Kamu sangat menyebalkan. Mengapa kamu berisik sekali?" Mo Jingran tiba-tiba menoleh dan berteriak kepada Yun Shang. Setelah turun dari tempat tidur untuk kedua kalinya, dia berjalan menghampiri Yun Shang, tetapi kemudian berhenti untuk melihat bayi yang terletak di atas meja, "Sekarat, 'kan? Jika dia sekarat lalu mengapa kamu membawanya ke sini?"
Setelah mengatakan itu, Mo Jingran menggendong bayi itu, membuka jendela, dan melemparnya keluar.
"Tidak ... !" Yun Shang sangat terkejut sehingga dia berdiri dari kursinya secara refleks. Dia lupa bahwa dirinya telah diikat. Tali yang mengikatnya menarik tubuhnya dengan kencang dan dia jatuh ke tanah.
"Bayi ... bayiku ... bayiku!" Terlepas dari rasa sakit yang dia rasakan, Yun Shang berteriak. Jeritannya terdengar begitu memilukan sehingga siapa pun yang mendengarnya bisa merasakan kesedihannya.
Ketika mendengar suara langkah kaki mendekat, Yun Shang mengangkat kepalanya. Orang itu adalah kakaknya. Dia memegang sebuah pedang di tangannya. Yun Shang menarik napas dalam-dalam ketika kakak perempuannya itu mengarahkan pedang itu ke wajahnya. "Astaga! Aku tidak tahu apa yang salah denganku hari ini. Wajahmu seindah dan sehalus bunga. Aku benar-benar ingin tahu apa jadinya jika aku mengirisnya di beberapa bagian."
Yun Shang marah. Terlepas dari ejekan dan cemoohan yang terpancar jelas di mata Hua Jing, Yun Shang memohon, "Kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau pada wajahku, Kakak. Tapi biarkan aku hidup." Suaranya sangat serak, layaknya burung gagak.
Hua Jing berkedip dan mengangkat pedangnya. Ujung pedang itu mengenai wajah Yun Shang. Yun Shang merasakan rasa sakit yang tajam. Bersama dengan itu, kebencian yang luar biasa seketika tumbuh di hatinya. Tapi kemudian, dia memikirkan tentang bayinya. Dia mengatupkan rahangnya untuk menahan desis rasa sakit yang hampir keluar dari mulutnya.
Hua Jing langsung merasa jengkel dengan sikapnya itu, "Tidak merengek sedikit pun? Membosankan sekali!" Dia memotong tali yang mengikat tangan Yun Shang dan kembali ke tempat tidur.
Yun Shang segera berlari menuju pintu secepat yang dia bisa dengan kakinya yang sakit itu. Akan tetapi dia terpeleset dan jatuh berguling menuruni tangga. Di dasar menara, dia bangkit dan berlari keluar gerbang, sama sekali tidak memperhatikan luka-luka yang ada di tubuhnya.
Bayinya tergeletak di tanah. Dia tidak mengeluarkan suara apa pun dan tubuhnya tidak bergerak. Ada darah yang mengalir dari kepalanya. Hujan membasuh darah itu menjadi tetesan-tetesan kecil yang kemudian menggenang di sekitar kepala kecilnya. Yun Shang menggendong bayinya dengan lembut. "Tidak apa-apa. Tidak apa-apa. Huan'er kecilku baik-baik saja. Ibu akan membawamu menemui Tabib Kekaisaran. Tunggu ya. Ibu akan mengantarmu ke sana sekarang. Huan'er kecilku, kamu akan baik-baik saja ..." Sambil menggendong bayinya di tangannya, dia bergegas keluar dari halaman.
"Apakah dia benar-benar akan menemui Tabib Kekaisaran?" Mo Jingran, yang telah berdiri di dekat jendela sejak beberapa saat yang lalu, menyaksikan sosok Yun Shang yang menjauh dengan ekspresi khawatir.
Tubuh yang lembut dan hangat bersandar di punggungnya. "Jangan takut, Jingran. Istana Putri sudah berada di bawah kendalimu, bukan? Dia tidak bisa pergi. Bahkan jika dia berhasil memasuki Istana Kekaisaran, dia hanya bisa mencari bantuan dari Permaisuri karena Yang Mulia sedang tidak berada di tempat. Apalagi Permaisuri adalah ibuku dan bukan ibunya ..."
Mo Jingran berbalik dan mengangkat wanita itu ke dalam gendongannya. Dia menggendongnya ke tempat tidur.
"Ah ..." teriak Hua Jing, "Jingran, kamu sangat nakal ..."
"Permaisuri, Putri Yun Shang ada di sini. Dia berlumuran darah ..." Seorang pelayan istana bergegas masuk ke kamar bagian dalam dan melapor kepada seorang wanita bangsawan anggun yang duduk di depan sebuah cermin perunggu, sedang memilih jepit rambut.
Sang permaisuri mengerutkan kening, "Bukankah Jing'er* mengatakan bahwa Yun Shang sedang menjalani masa tahanan rumah di Istana Putri?"
(*TN: Dalam bahasa Mandarin, akhiran 'er ditambahkan untuk menunjukkan kasih sayang terhadap seseorang)
"Bagaimana dia bisa berada di sini di istanaku?" Sang permaisuri baru saja selesai berbicara ketika suara isak tangis Yun Shang terdengar. "Ibu, Ibu, tolong selamatkan Huan'er. Tolong selamatkan Huan'er."
Sang permaisuri berbalik untuk melihat sesosok wanita yang basah kuyup sedang berlari menuju kamarnya dengan tergesa-gesa. Ada bekas luka yang mengerikan di wajahnya. Luka itu sangat dalam sehingga dia bisa melihat tulang wajahnya dengan jelas. Wanita muda itu membuka jubahnya untuk memperlihatkan seorang bayi yang telah mengembuskan napas terakhirnya sejak lama. Darahnya menetes ke mana-mana.
Sang permaisuri menatap Yun Shang dengan tatapan tidak senang. "Menyelamatkan apa? Dia jelas-jelas sudah tidak tertolong."
"Tidak, Ibu. Huan'er baik-baik saja. Tolong selamatkan dia. Ibu, tolong kirimkan Tabib Kekaisaran untuk menyelamatkan Huan'er." Yun Shang berlutut dan bersujud di hadapan sang permaisuri beberapa kali.
Sang permaisuri mengedipkan mata kepada seorang pelayan pengadilan yang sedang menunggu di pintu kamar. "Xiu Xin, pergilah dan panggil Tabib Kekaisaran. Dalam perjalananmu ke sana, mintalah seseorang untuk mengirimkan secangkir anggur untuk Putri Yun Shang. Dia perlu menghangatkan tubuhnya."
Pelayan itu pergi dengan tergesa-gesa. Dia kembali dengan cepat sambil membawa secangkir anggun di tangannya. Sang permaisuri berbicara kepada Putri itu dengan nada yang lembut, "Duduklah, Yun Shang. Aku telah mengirim seseorang untuk memanggil Tabib Kekaisaran. Kamu harus meminum anggur untuk menghangatkan dirimu. Akan sangat buruk jadinya jika kamu jatuh sakit sebelum Huan'er pulih. Kamu harus merawatnya."
Yun Shang mengangguk dan duduk. Dia bergumam kepada dirinya sendiri, "Itu benar. Aku tidak boleh jatuh sakit. Tidak ada seorang pun yang akan merawat Huan'er jika aku sakit. Tidak ada..." Setelah mengatakan itu, dia meraih cangkirnya dengan tangannya yang berlumuran darah. Dia mendongakkan kepalanya dan menenggak habis isi cangkir itu tanpa ragu-ragu.
Seringai keji seketika muncul di wajah sang permaisuri, "Gadis baik. Hal yang paling aku benci adalah orang-orang yang menodai Istana Qiwu-ku. Beraninya kamu membawa anak mati ke sini?! Betapa sialnya ..."
Yun Shang tercengang. Dia bingung dengan perubahan suara sang permaisuri yang mendadak itu. Sebelum dia bisa memahami apa yang berubah, rasa sakit yang tajam tiba-tiba menjalari perutnya. Rasa sakit itu benar-benar menyakitkan sehingga dia bahkan tidak bisa berdiri tegak.
"Permaisuri. Sepertinya obatnya mulai bekerja." Suara lembut yang datang dari sisinya itu terdengar tidak asing baginya. Yun Shang berbalik untuk melihat pemilik suara itu. Lian Xin! Apakah dia juga melayani sang permaisuri?
"Ibu ..." Yun Shang mengerutkan kening, "Ibu ..."
"Aku bukan ibumu. Ibumu sudah lama meninggal." Sang permaisuri berbicara dengan nada yang sangat dingin, membuat Yun Shang ketakutan. "Aku tidak berniat untuk membunuhmu, mengingat bahwa kehidupan adalah sesuatu yang jauh lebih menyakitkan daripada kematian. Tapi sayang sekali kamu telah mengotori Istana Qiwu-ku."
Yun Shang tidak bisa menahan tawanya setelah mendengar ucapan sang permaisuri. Meskipun rasa sakit yang luar biasa masih menjalari perutnya, dia tetap berbicara, "Aku memang wanita yang paling bodoh di dunia. Aku memercayaimu, Hua Jing, dan Mo Jingran. Tidak pernah terpikir olehku bahwa orang yang aku percaya akan memperlakukanku seperti ini. Betapa jahatnya kamu ..." Dia tertawa pahit sebelum melanjutkan, "Aku, Yun Shang, lebih baik mati daripada memaafkanmu. Aku tidak akan pernah memaafkanmu."
Dia meludahkan seteguk darah sebelum akhirnya jatuh ke lantai, "Jika ada kehidupan setelah kematian, aku pasti akan menemukan kalian semua. Aku akan membalas dendam, balas dendam..." Baru setelah dia mengembuskan napas terakhirnya, bayi itu jatuh dari pelukan Yun Shang.
Seorang pelayan membungkuk untuk memeriksa napas Yun Shang. Ketika dia merasa tidak ada udara yang keluar lagi dari hidungnya, dia berkata, "Dia sudah mati, Permaisuri."
Sang permaisuri tertawa dan berbalik. Dia mengambil sebuah jepit rambut berbentuk burung feniks yang terletak di meja riasnya. Dia menyematkannya di rambutnya dan berputar untuk melihat bayangannya di cermin. "Mati? Kalau begitu, seret tubuhnya ke rumpun lebat di daerah pinggiran barat. Beri makan anjing-anjing itu."
Setelah malam yang penuh gairah, Viona meninggalkan sejumlah uang dan ingin pergi, tetapi ditahan oleh sang pria. "Bukankah giliranmu untuk membuatku bahagia?" Viona, selalu menyamar sebagai wanita jelek, tidur dengan om tunangannya, Daniel, untuk melarikan diri dari pertunangannya dengan tunangannya yang tidak setia. Daniel adalah sosok yang paling dihormati dan dikagumi di kota. Kabar tentang petualangan romantisnya beredar, beberapa mengatakan mereka melihatnya mencium seorang wanita di dinding dan yang lain menyebutnya gosip. Siapa yang bisa menjinakkan hati Daniel? Kemudian, yang mengejutkan, Daniel ketahuan membungkuk untuk membantu Viona mengenakan sepatu, semata-mata demi mendapatkan ciuman darinya!
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
Bagi publik, dia adalah sekretaris eksekutif CEO. Di balik pintu tertutup, dia adalah istri yang tidak pernah diakui secara resmi. Jenessa sangat gembira ketika mengetahui bahwa dia hamil. Tapi kegembiraan itu digantikan dengan ketakutan ketika suaminya, Ryan, menghujani kasih sayangnya pada cinta pertamanya. Dengan berat hati, dia memilih untuk melepaskan pria itu dan pergi. Ketika mereka bertemu lagi, perhatian Ryan tertangkap oleh perut Jenessa yang menonjol. "Anak siapa yang kamu kandung?!" tuntutnya. Tapi dia hanya mencemooh. "Ini bukan urusanmu, mantan suamiku tersayang!"
Siska teramat kesal dengan suaminya yang begitu penakut pada Alex, sang preman kampung yang pada akhirnya menjadi dia sebagai bulan-bulannya. Namun ketika Siska berusaha melindungi suaminya, dia justru menjadi santapan brutal Alex yang sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai wanita. Lantas apa yang pada akhirnya membuat Siska begitu kecanduan oleh Alex dan beberapa preman kampung lainnya yang sangat ganas dan buas? Mohon Bijak dalam memutuskan bacaan. Cerita ini kgusus dewasa dan hanya orang-orang berpikiran dewasa yang akan mampu mengambil manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..