/0/2923/coverbig.jpg?v=68d2838c3ce6df5b17da8ebe41d681e7)
[Heyyy! Gadis kampung! Ini peringatan saya yang ke sekian! Kamu pake guna-guna apa, hah?! Cepetan hilangkan ilmu hitam yang kamu kirimkan pada Ashraf! Kamu tidak pantas menjadi menantu di keluarga Adireja!] Aku menghela napas panjang. Sehari setelah aku menerima lamaran Tuan Muda Ashraf, aku selalu mendapatkan terror dari nomor yang tidak dikenal. Pikiranku yang sedang kacau oleh hal itu, bertambah runyam oleh omelan yang keluar dari mulut cabenya Teh Selvi. "Kalau semua ayam yang kamu goreng gosong? Kamu pergi lagi ke pasar beli ayam lagi pake duit kamu sendiri, punya gak?" cibirnya. Dia tak pernah bosan menghinaku karena kastaku yang dianggapnya rendahan. Aku lupa ada sepasang netra yang menatapku sambil berlinang. "Ibu kenapa?" Aku menoleh ke arahnya setelah Teh Selvi berlalu. "Maafin Ibu sama ayah kamu, Ta! Kalau saja kami punya uang dan menyekolahkan kamu tinggi, mungkin kakak-kakak sepupumu tidak akan merendahkanmu seperti ini?" isaknya. Wa' Imah hanya sesekali melirik kearahku dan Ibu. "Bu, sudahlah! Sinta tidak apa-apa! Tuhan tidak akan salah memilih orang yang akan Dia tinggikan, Allah tidak hanya melihat dari pendidikannya. Meskipun seluruh dunia merendahkan orang itu, jika Allah meninggikannya semua bisa apa? Ibu hanya perlu mendoakanku agar tetap menjadi orang yang penuh syukur dan berada di jalan-Nya. Ibu mau kan
BAB 1
"Ta, ungkep ayamnya udah matang! Cepetan angkat dan goreng!" seru Wa Imah---kakak kandung ibu.
"Iya, Wa ... bentar tanggung lagi marut kelapa sedikit lagi!" tukasku. Keringat sudah membanjiri pipi.
"Eh, Ta ... tolongin buatin kopi dong buat akang-akang kamu! Udah pada datang! Masaknya belum kelar juga?" teriak Selvi---kakak sepupu pertamaku.
"Sinta belum kelar, Teh! Teteh buatin aja atuh sendiri! Airnya udah aku rebus juga dalam termos! Di dispenser dalam rumah juga ada!" ucapku.
"Eh, dasar ya! Kalau diperintah sama yang lebih tua itu jangan banyak tingkah, tinggal bikin kopi aja susahnya apa sih?" tukasnya dengan mata memutar jengah.
"Siapa, Teh yang banyak tingkah?" Kudengar Rema, kakak sepupuku yang lainnya menyahut dari dalam rumah.
"Itu Si Babu!"
Meskipun benar pekerjaanku hanya sebagai pembantu rumah tangga, tapi entah kenapa ketika mendengar sendiri ucapan itu disebutkan dengan kasar dan nada melecehkan hatiku sakit, ya?
"Oh, Sinta! Biasalah orang yang gak berpendidikan 'kan sukanya banyak tingkah dan gak punya etika!" ucap Kak Rima lagi.
"Iya, baru jadi babu aja udah belagu!" sambung Rena, Kakak sepupuku yang lainnya.
Mereka memang benar jika mengatakan pendidikanku rendah. Aku hanyalah lulusan SMA tidak seperti mereka yang bisa kuliah dan kini memiliki karir bagus. Memang nasib baik tidak berpihak pada keluargaku. Ibuku yang merupakan anak bontot menikah dengan seorang lelaki yang hanya buruh serabutan. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang lain. Mereka beruntung mendapati suami yang memiliki pekerjaan yang lebih baik.
Entah dari mana Kakekku yang sudah tua renta itu datang. Meskipun usianya sudah mencapai lima puluh delapan tahun tapi dia masih saja bugar.
"Sinta, kamu jangan gitu kalau diperintah sama Kakak-kakakmu, gak baik menentang yang lebih tua!" ucap Kakek dengan sekilas melirik ke arahku. Lelaki tua itu berjalan melewatiku begitu saja.
"Biar saya saja Bah, yang buatin!"Ibuku sepertinya tidak tega melihatku. Dia segera berdiri meninggalkan pekerjaannya yang sedang mengulek bumbu.
"Gak usah, Bu! Sinta aja!" tukasku sambil bergegas meninggalkan pekerjaan memarut yang sebetulnya hanya tinggal sedikit lagi.
Aku segera menyiapkan kopi untuk mereka. Kudengar riuh sepupu-sepupuku menyambut kedatangan kakek ke ruang tengah.
"Kakek!" Kudengar teriakan ketiga sepupuku di dalam rumah. Mereka selalu dimanjakan oleh lelaki tua itu.
"Eh, cucu-cucu kesayangan kakek!" Dan mereka terdengar mengobrol dengan hangat.
Bagaimana pun Kakek selalu membanggakan Kakak-kakak dari Ibu yang memiliki kehidupan lebih baik. Dan keempat cucunya yang kini sudah menyelesaikan kuliah di perguruan tinggi. Cucu yang selalu dia bangga-banggakan. Bukan sepertiku yang selalu dibedakan dan dikucilkan.
Tidak hanya para kakak sepupu itu yang merendahkanku. Ibu mereka pun sama memandang rendah pada ibuku yang merupakan adik termudanya. Hanya Wa Imah saja, yang merupakan kakak ketiga dari ibu yang memang hidupnya sama juga serba susah. Ketika sedang ada acara keluarga seperti ini maka yang akan jadi tumbal adalah ibuku dan Wa Imah.
Aku berjalan ke depan dengan membawa nampan berisi kopi. Untuk suami Rena dan Rima. Sementara Kak Selvi meskipun usianya sudah memasuki kepala tiga. Dia masih belum menemukan jodohnya juga hingga saat ini. Dia sedang menggelendot di pangkuan kakek.
"Silakan, Kang!" Aku menawari kopi tersebut pada Kang Bahri dan Kang Sarif.
"Eh, makasih Ta! Oh iya mana suami kamu? Kami minta maaf gak bisa hadir waktu nikahan kamu!" ucap Kang Bahri.
"Gak apa-apa, Kang!" ucapku sebetulnya dengan hati pedih.
Mengingat kejadian seminggu lalu di mana tidak ada seorangpun dari keluarga yang menghadiri pernikahanku. Hanya kedua orang tuaku..
"Iya, soalnya kita kemarin lagi persiapan menghadiri acara di perusahaan Kang Bahri sama Kang Sarif. Soalnya bos mereka 'kan nikah juga. Biar kita tampil maksimal, secara kan acaranya sebentar lagi akan dilangsungkan di seluruh perusahaan cabang Adireja grup," ucapnya.
"Eh, kho tanggal nikahnya Tuan muda adireja grup bisa samaan dengan tanggal pernikahan kamu, Ta?" tukas Teh Selvi. Dia masih berbaring di pangkuan Kakek yang sedang menyesap teh manis yang kubuatkan tadi pagi.
"Iya, bisa sama ya? Cuma gak mungkin 'kan menantu misterius kaluarga konglomerat yang katanya dari kalangan biasa itu, kamu?" cibir Teh Rena.
"Mana ada lah, Tuan Ashraf suka wanita model kayak dia, sekolah aja cuma lulusan SMA, pekerjaan babu, mana mau dia! Meski cantik kalau tidak berbobot buat apa?" timpal Teh Rema.
"Lagian kamu kerja cuma ngurus nenek tua yang sakit-sakitan kan katanya, ya?" tanya Teh Selvi lagi.
Tiba-tiba notifikasi pesan masuk ke dalam gawaiku. Ponsel murahan yang kubeli dari hasil kerja kerasku. Aku mengabaikan mereka dan berjalan kembali ke dapur.
[Sayang! Gimana acara keluarganya? Maaf, ya ... malah bentrok sama jadwal berobat Mama ke Singapura!] tulis suamiku.
[Iya, gak apa-apa, Mas! Gimana Mama? Baikan sekarang?] balasku.
[Alhamdulilah! Semenjak kamu merawat dia di rumah dengan telaten, perkembangan kesehatannya berkembang pesat! Aku tidak salah memilih istri sebaik kamu! Makasih, ya, Sayang!] tulisnya.
Aku menitikkan air mata. Hatiku terasa dilambungkan tinggi ke nirwana. Entah perbuatan baik apa yang kulakukan dulu? Atau mungkin kebaikan yang ditanamkan kedua orang tuaku?
Tiba-tiba anak majikan dari tempatku bekerja melamarku. Dengan satu alasan, katanya dia terpesona dengan lantunan ayat Al-qurán yang selalu dia curi dengar setiap shubuh. Ah, biarlah kebahagiaan ini kugenggam sendiri dulu. Bahkan dalam pernikahan sederhana itu, ayah dan ibu menyangka jika yang kunikahi adalah supir dari majikan tempatku bekerja.
Dasar ayah yang kolot, padahal ketika ikrar dengan jelas dan lantang p1ak penghulu menyebutkan nama lengkap suamiku. Ahsraf Adireja Putra, tapi tetap saja ayahku tidak mengerti siapa sebetulnya kini menantunya. Maklum dia juga jarang menonton televisi, mana dia tahu tentang pengusaha-pengusaha kaya yang ada di negeri ini.
Ayah dan ibu yang kolot hanya tahu panas terik dan wangi lumpur sawah. Bergelut mencari rejeki di sana demi sesuap nasi untuk menyambung kehidupan kami.
"Ah, lihat itu Tuan Ashraf ... wah ganteng banget ya! Itu lihat beritanya ... putra dari konglomerat Adireja grup dengan santun memperlakukan ibunya ketika hendak naik pesawat!" Teh Selvi berteriak ketika melihat berita ti TV. Kulirik sekilas, ada senyum mengembang di wajahku.
"Eh, kenapa kamu senyum-senyum sendiri, Ta? Jangan ngarep ya, punya suami kayak Tuan Ashraf ... lihat saja, nanti pas acara perayaan di kantor, akan kupepet ... gak apa-apa deh jadi yang kedua!" ucap Teh Selvi denga wajah jutek dia melirik ke arahku.
"Iya, babu mah jangan mimpi ketinggian! Nanti sakit!" ujar Rema.
"Iya, Teh ... kita nanti pake baju apa, ya! Aku pengen photo sama Tuan Ashraf!"
Mereka tidak mempedulikanku dan terus mengobrol. Membicarakan tentang pesta yang akan di adakan suamiku di setiap kantor cabangnya.
"Gimana reaksi mereka, jika nanti aku datang dengan gaun Cinderella dan di gandeng sang pangeran?"
Aku jadi senyum-senyum sendiri membayangkannya.
“Percuma kamu Bapak sekolahkan tinggi-tinggi! Susah-susah pun maksain kamu biar masuk SMA, tapi mana nyatanya sekarang! Sudah mau satu tahun lulus sekolah tapi belum kerja juga! Belum ngasilin duit! Mending adik kamu yang sekolahnya SMP doang, sudah punya pacar anak tukang daging sapi, hidupnya terjamin!” celoteh Bapak. Orang yang Sumi paling takutkan ketika sudah bicara. Sumi menghela napas. Dia masih membelekangi Bapak dan mengiris bawang merah untuk masak. Untuk ke sekian kalinya omelan itu terasa menusuk hati Sumi. Bapak selalu mengungkit keinginannya untuk bersekolah lagi dan menyalahkan karena sampai saat ini belum menghasilkan rupiah. Hinaan, cibiran dan perlakuan Bapak membuat Sumi benar-benar terluka. Namun rupanya Tuhan mendengar setiap alunan doa yang dipanjatkan olehnya. Pertemuannya dengan Hiraka Yamada---seorang pegolf yang merupakan bos dari salah satu perusahaan automotive ternama di tanah air membuka jalannya untuk meraih kejayaan. Namun ada satu hal yang tiba-tiba terasa kosong, Zaki---sahabat dekat Sumi yang dulu selalu ada ketika dia butuhkan tiba-tiba menghilang. Sumi tak tahu jika Zaki menaruh rasa padanya. Zaki pergi dengan masih memendam segenggam cinta di hatinya. Akankah kehidupan mereka berakhir bahagia?
“Aku tidak mengirim istriku untuk menjadi pembantu di sini, Ma. Kenapa dia sibuk mengambil piring dan gelas kotor, sementara kalian enak-enakan makan?” Alka melempar protes ketika sang istri yang dicintainya diperlakukan semena-mena. Menjadi orang tidak berpendidikan tinggi dan tidak berpunya membuat Madina dibeda-bedakan di keluarga suaminya. Terlebih Alka---sang suami, memiliki pendidikan paling rendah juga disbanding ketiga kakaknya. Tuti---ibu mertua Madina terasa sangat pilih kasih. Sering kali dia memperlakukan Madina seperti pembantu dan bukan menantu. Pada acara ulang tahunnya, Madina dicibir dan direndahkan. Bahkan dia disuruh membantu membereskan piring dan gelas kotor. Mereka mengira Madina datang hanya untuk menumpang makan, karena sepertinya tidak mungkin dia membelikan hadiah yang mewah. Semua anggota keluarga tahu jika Madina dan Alka hidupnya hanya rata-rata. Semua hinaan, kepedihan dan rongrongan dari keluarga sang suami membuat rumah tangganya kerap kali diterpa badai. Terlebih Tuti---sang ibu berharap memiliki besan dengan seorang yang terpandang. Dia mencoba memasukkan Ratna dalam kehidupan sang putra. Para Ipar dan Mertua Madina berusaha keras agar Ratna bisa menjadi istri kedua dari Alka. Bagaimanapun mereka diiming-imingi kehidupan mewah dan menyenangkan oleh Ratna. Hingga akhirnya persekongkolan itu membuat sebuah kesalah fahaman besar terjadi antara Madina dan Alka sehingga membuat mereka terpisah jarak dan antara. Dalam kesendirian itu, Madina yang memang sudah merintis karir dalam dunia literasi menemukan jalan rejekinya. Salah satu novel yang ditulisnya viral dan dirinya mendadak terkenal dengan nama pena yang tidak diketahui oleh keluarga suaminya. Begitu pun dengan Alka yang merasa ditinggalkan dan mengira jika Madina lebih memilih lelaki dari masa lalunya, dia sibuk memperbaiki kehidupan ekonominya. Akankah keduanya kembali dipertemukan dan bisa menjalani hidup penuh kebahagiaan? Ataukah semuanya berakhir, Madina dan Alka berjalan masing-masing dengan pilihan hidupnya?
“Nay! rempeyek kacang apaan kayak gini? Aku ‘kan bilang mau pakai kacang tanah, bukan kacang hijau!” pekik Natasya. Dia membanting bungkusan rempeyek yang sudah Rinai siapkan untuknya. Natasya berniat membawanya ke rumah calon mertuanya dan mengatakan jika itu adalah rempeyek buatannya. “Maaf, Sya! Bahan-bahannya habis kemarin. Aku uangnya kurang, Sya! Uang yang kamu kasih, sudah aku pakai buat berobat ibu. Ibu lagi sakit,” getar suara Rinai sambil membungkuk hendak memungut plastik yang dilempar kakak tirinya itu. Namun kaki Natasya membuat pergerakannya terhenti. Dia menginjak-injak plastik rempeyek itu hingga hancur. *** “Aku mau beli semuanya!” ucap lelaki itu lagi. “T—tapi, Bang … yang ini pada rusak!” ucap Rinai canggung. “Meskipun bentuknya hancur, rasanya masih sama ‘kan? Jadi aku beli semuanya! Kebetulan lagi ada kelebihan rizki,” ucap lelaki itu kembali meyakinkan. “Makasih, Bang! Maaf aku terima! Soalnya aku lagi butuh banget uang buat biaya Ibu berobat!” ucap Rinai sambil memasukkan rempeyek hancur itu ke dalam plastik juga. “Aku suka perempuan yang menyayangi ibunya! Anggap saja ini rejeki ibumu!” ucap lelaki itu yang bahkan Rinai sendiri belum mengetahui siapa namanya. Wira dan Rinai dipertemukan secara tidak sengaja, ketika lelaki keturunan konglomerat itu tengah memeriksa sendiri ke lapangan tentang kecurigaan kecurangan terhadap project pembangunan property komersil di salah satu daerah kumuh. Tak sengaja dia melihat seoarng gadis manis yang setiap hari berjualan rempeyek, mengais rupiah demi memenuhi kebutuhannya dan sang ibu. Mereka mulai dekat ketika Rinai menghadapi masalah dengan Tasya---saudara tirinya yang seringkali menghina dan membullynya. Masa lalu orang tua mereka, membuat Rinai harus merasakan akibatnya. Harum---ibunda Rinai pernah hadir menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang tua Tasya. Tasya ingin menghancurkan Rinai, dia bahkan meminta Rendi yang menanangani project pembangunan property komersil tersebut, untuk segera menggusur bangunan sederhana tempat tinggal Rinai. Dia tak tahu jika lelaki yang menyamar sebagai pemulung itu adalah bos dari perusahaan tempat kekasihnya bekerja. Wira dan Rinai perlahan dekat. Rinai menerima Wira karena tak tahu latar belakang lelaki itu sebenarnya. Hingga pada saatnya Wira membuka jati diri, Rinai benar-benar gamang dan memilih pergi. Dia merasa tak percaya diri harus bersanding dengan orang sesempurna Wira. Wira sudah frustasi kehilangan jejak kekasih hatinya. Namun tanpa disangka, takdir justru membawanya mendekat. Rinai yang pergi ke kota, rupanya bekerja menjadi ART di rumah Wira. Bagaimanakah kisah keduanya? Akankah Rinai kembali melarikan diri ketika tahu jika majikannya adalah orang tua Wira?
“Percuma kamu punya suami modal tampang doang! Memangnya hidup mau kenyang hanya cuma makan cinta? Tiap hari kerjanya hanya ngendon di kamar dan jalan-jalan keliling komplek bawa kamera!” hardik bapak sambil melempar sayuran sisa jualanku hari ini. Aku hanya terdiam. Sudah bosan beradu debat dengan bapak yang selalu merendahkan dan menghina Mas Yasa. Lelaki yang sudah dua tahun terakhir ini menjadi suamiku. Pekerjaan Mas Yasa memang hanya serabutan. Namun Bapak tak pernah mau tahu meskipun sebetulnya ada sesautu yang tengah Mas Yasa perjuangkan untuk kami di masa depan. Suatu saat Bapak pasti akan menyesal karena telah menghina suamiku habis-habisan.
Sukma hanyalah gadis sebatang kara yang menumpang hidup di keluarga Ambu dan Abah. Sukma terpaksa harus mengubur harapan indah hidup bersama Ahsan---lelaki yang dicintainya. Ambu meminta Sukma menggantikan Prisilia untuk menikahi anak sahabat lama Abah yang cacat dan sudah duda. Sukma berusaha sekuatnya percaya pada takdir dan jodoh. Demi membalas hutang budi itu, akhirnya dia melepas Ahsan dari hatinya. Namun tanpa disangka, ternyata sosok calon suaminya yang bernama Raga pada akhirnya membuatnya menjadi wanita paling bahagia karena dicintai, diistimewakan dan dihargai. Akankah cinta sejati Sukma dan Raga akan abadi? Atau luluh lantah karena hadirnya orang ketiga?
Novel ini merupakan novel bergenre romantic komedi yang memiliki konflik percintaan yang unik. Karakter tokoh utama wanita---Srikandi yang cuek dan pemberontak, tokoh Bisma yang lembut dan bijak serta tokoh Arjuna---bos tampan yang semena-mena membuat alur dalam cerita ini begitu hidup dan mengalir dengan sendirinya. Siapapun yang mengikuti ceritanya akan ketagihan untuk mengetahui setiap babak baru dalam episode berikutnya. Terlebih kisah cinta segi lima antara tiga orang pria dengan dua orang wanita yang rumit dan berakhir dengan mengejutkan. Dengan siapakah pada akhirnya Srikandi bersanding? Selain itu cara mereka menuju jenjang pernikahannya itu terkesan nyeleneh dan bisa membuat orang senyum-senyum sendiri.
Novel ini berisi kompilasi beberapa cerpen dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan penuh gairah dari beberapa karakter yang memiliki latar belakang profesi yan berbeda-beda serta berbagai kejadian yang dialami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dengan pasangannya yang bisa membikin para pembaca akan terhanyut. Berbagai konflik dan perseteruan juga kan tersaji dengan seru di setiap cerpen yang dimunculkan di beberapa adegan baik yang bersumber dari tokoh protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerpen dewasa yang ada pada novel kompilasi cerpen dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Seseorang adik ipar yang bernama Nur Naila Habibah yang akan menjadi istri suaminya sendiri seorang kakak yang memaksa adiknya untuk menjadi istri suaminya karena dia mandul dan tidak akan bisa memberikan suaminya keturunan maka dari itu istrinya menyuruh suaminya menikah lagi dengan adiknya Mereka juga tidak tau jika mereka berdua bukan saudara kandung Naila bukan anak umi Aisyah tapi Naila anak Azizah dia adalah sahabat uminya Hanifah Menurut Naila dia tidak pantas menikah dengan kakak iparnya karena dia seorang bad girl yang bikin ulah dikampusnya dia beda dengan kakaknya dia masih pakai baju ketat dan belum berhijab sedangkan Raihan dia seorang dosen dia mengajar Agama di tempat kuliahnya Naila Apakah Naila setuju permintaan kakaknya atau dia menolaknya?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Pernikahan itu seharusnya dilakukan demi kenyamanan, tapi Carrie melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada Kristopher. Ketika tiba saatnya dia sangat membutuhkannya, suaminya itu menemani wanita lain. Cukup sudah. Carrie memilih menceraikan Kristopher dan melanjutkan hidupnya. Hanya ketika dia pergi barulah Kristopher menyadari betapa pentingnya wanita itu baginya. Di hadapan para pengagum mantan istrinya yang tak terhitung jumlahnya, Kristopher menawarinya 40 miliar rupiah dan mengusulkan kesepakatan baru. "Ayo menikah lagi."
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"