Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / BLIND HEART
BLIND HEART

BLIND HEART

4.9
48 Bab
10.3K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Silvana adalah seorang mahasiswi akhir yang sedang dipusingkan oleh skripsi. Tapi, ada yang lebih memusingkan baginya yaitu uang untuk biaya wisudanya. Untuk membantu sang ayah dalam mencicil biaya kelulusan, Silvana berusaha mencari pekerjaan sampingan untuk meringankan beban orang tuanya. Siapa sangka, bayangan mengasuh bocah kecil nan mungil dalam benaknya harus hancur berantakan saat yang diasuh adalah seorang bayi besar menyebalkan yang gemar memarahi dan membentaknya. Dia Max Elgort, sang penguasa yang mempunyai kekurangan di bagian mata. Sanggipkah Silvana bertahan saat benih cinta mulai bersemi di hatinyaa saat pria itu masih terpaku pada masa lalu? Lalu, apakah Max akan tetap mempertahankan janjinya pada sang mantan kekasih yang meninggal saat berkendara bersamanya dan mengakibatkan pria itu buta?

Bab 1 Awal Mula

Bab I

Namaku Silvana Larasati, seorang mahasiswi keguruan yang sedang pusing memikirkan skripsi, ditambah lagi biaya wisuda yang jumlahnya membuat kepalaku pusing tujuh keliling.

Aku bukan berasal dari kalangan keluarga berada, Ayah hanya seorang pengrajin kayu biasa, sementara Ibu membuka usaha gorengan kecil-kecilan. Meski begitu, aku tetap bersyukur, kedua orangtua ku masih mampu menyekolahkan empat anaknya meski harus diimbangi dengan lauk seperti tahu dan tumis kangkung.

Hidup bermewah-mewahan bukanlah gaya kami, tak memikirkan beli beras untuk esok hari saja, Ibu sudah sangat mengucap syukur.

Hari ini, aku diterima bekerja sebagai babysitter di rumah salah satu orang kaya, tak jauh dari tempat tinggal kami. Aku harus melakukan itu untuk meringankan beban Ayah dalam mencicil biaya wisudaku. Tak masalah, karena aku hanya bekerja selama beberapa jam saja.

Kulangkahkan kaki melewati gerbang yang menjulang tinggi setelah dipersilahkan oleh seorang petugas keamanan, dan aku disambut oleh seorang pria tinggi tanpa ekspresi yang kemarin mewawancarai ku.

"Mari ikuti saya," ucapnya tenang.

Aku mengekor di belakangnya seraya mengagumi keindahan bangunan ini yang terlihat seperti istana. Bahkan, kutebak marmer yang kupijak ini harganya lebih mahal daripada biaya wisudaku.

Kami berbelok menuju halaman belakang yang menyediakan sebuah kolam renang luas berhias taman kecil di sudutnya. Aku terpaku saat mendapati dada telanjang seorang pria yang sedang bersantai di pinggiran kolam. Rambut basahnya mengalirkan butiran halus yang mengalir ke tubuh liatnya. Tanpa terasa, aku menelan ludah susah payah demi membendung jiwa yang resah karena godaan iman di depan mata.

"Tuan, pelayan anda telah tiba," ucap pria itu penuh penghormatan.

Pelayan? Siapa maksudnya? Aku? Tapi, bukankah yang harus ku asuh adalah seorang anak kecil?

"Tunggu dulu, maksudmu akulah pelayannya?" tanyaku memastikan.

Pria yang membawaku ke sini mengangguk, dan hal itu cukup membuatku terkejut.

"Kau membawa seorang wanita, Jo?" Pria berambut tembaga itu menggeram kasar.

Laki-laki bernama Jo itu menghela napas panjang. "Saya yakin kali ini berbeda, Tuan," sahutnya tegas, tapi masih sangat terdengar sopan.

Dengusan keras pria itu sebagai sahutan, sebelum ia kembali bersuara. "Terserah padamu, beritahu semua tugasnya, dan jika dia berani berulah, aku akan memenggal kedua kakimu!" ancamnya tajam.

Aku berjengit kaget karena kekejaman pria itu, bagaimana bisa ia mengucapkan ancaman semengerikan itu tanpa beban. Hatiku mulai gelisah, mengasuh seorang bayi besar saja sudah menjadi masalah tersendiri bagiku, apalagi harus ditambah dengan kekejaman yang tampak nyata ada dalam diri pria yang akan kulayani ini.

Ah, aku merasa sebutan itu terlihat binal sekali, tapi tugasku memang melayaninya 'kan? Meski bukan dalam hal intim seperti yang sering orang lain pikirkan.

"Uhm, apa ... apa aku bisa memikirkannya sekali lagi?" ucapku berusaha menawar, aku harus memikirkannya matang-matang, takut tak akan sanggup menjalani tugas berat ini.

Meski aku mengakui gaji yang ditawarkan luar biasa besar, hanya dengan bekerja sebulan saja aku bisa melunasi semua biaya kelulusanku. Tapi sayangnya di kontrak itu tertulis, aku harus bekerja selama tiga bulan lamanya.

"Apa kau lupa telah menandatangani surat perjanjian itu, Nona?" tanya Jo datar, sementara pria bersurai lembab itu menggeram marah.

"Usir saja jika memang dia tak ingin bekerja di sini!" hardiknya kasar.

Aku sampai mundur selangkah karena suara kerasnya. Ya, benar. Surat perjanjian sialan itu telah aku tandatangani tanpa berpikir panjang karena tergiur gaji yang fantastis. Jika kupikir ulang, akulah yang bodoh. Karena seingatku Jo memang tak menyebutkan seorang anak kecil yang harus ku asuh, ia hanya menjelaskan bahwa aku akan ditempatkan sebagai pengasuh. Itu saja.

Namun, bukankah tetap saja itu penipuan? Seharusnya dia memberitahuku akan bekerja menjadi seorang pelayan, itu akan lebih mudah untuk kumengerti.

"Saya akan mengurusnya, Tuan," tutur Jo sopan, setelahnya ia mengisyaratkan aku untuk kembali mengikutinya.

Aku menurut, berjalan melewati kursi pria itu yang sedang memejamkan mata. Kulirik otot keras yang terpampang membentuk kotak-kotak di perutnya. Seketika, lututku terasa lemah tak berdaya. Aku mendengus jengkel, dasar lutut murahan.

Jo membawaku ke sebuah kamar luas yang terasa begitu kosong karena hanya terisi sebuah kasur king size di tengah ruangan, satu buah lemari kecil di sebelahnya, serta ruang bersekat yang kuduga adalah walk in closet.

"Ini adalah kamar Tuan Max," ujar Jo, membuyarkan fokusku dalam hal meneliti isi ruangan ini. Aku mengernyit, jadi pria tadi bernama Max.

"Jangan sesekali menyentuh apa pun di sini tanpa seizinnya," tambah pria itu lagi.

Aku mengangguk, lagipula memang tak ada hal menarik yang menggoda untuk kusentuh.

"Tugasmu adalah datang setiap jam lima pagi, menyiapkan keperluan Tuan Max sebelum berangkat bekerja, termasuk membuat makanan untuknya. Setelah dia pergi, kamu boleh pulang, tapi ketika sore hari kamu harus kembali dan menyiapkan keperluan serta makan malam untuk Tuan Max, dan kamu boleh pulang setelah dia tertidur atau dirinya sendiri yang menyuruhmu untuk pulang. Paham?" ujar Jo panjang lebar.

Aku yang mendengar rentetan kalimat yang keluar dari mulut pria itu merasa tercengang. Kenapa pekerjaanku lebih mirip tugas seorang istri? Lagipula kenapa bayi besar itu tak melakukan hal itu sendiri, menyiapkan keperluan saat ia pergi ke kantor bukanlah hal sulit, jika menganai sarapan atau makan malam sudah pasti ada pelayan yang ia gaji di rumah ini. Lalu, keberadaanku sekarang untuk apa?

"Apa kamu mengerti?" Suara pria itu terdengar lebih tajam, mungkin karena aku yang masih bungkam tak memberi jawaban.

Aku menarik napas panjang. "Kenapa tugasku aneh sekali?" tanyaku heran.

Dia mengangkat sebelah alis. "Bagian mana yang kamu anggap aneh?"

"Maksudku ... maksudku kenapa pekerjaanku malah seperti tugas seorang istri?" cetusku akhirnya.

Jo mengerutkan dahi, pandangannya menghunus tajam. "Jangan mimpi!" dengusnya, mulai terlihat jengkel.

Hei, aku tak sedang ingin bermimpi. Tipe pria idamanku adalah yang baik dan penyabar, sangat berbanding terbalik dengan sikap pria tadi yang tak jauh seperti kelakuan iblis.

"Kamu bisa mulai bekerja besok," ujarnya, lalu bersiap meninggalkanku. Mau ke mana dia? Aku tak tahu jalan keluarnya.

"Hei, apakah upah yang kuterima benar seperti yang tertera di kontrak?" tanyaku memastikan. Aku tentu tak mau setelah mengambil resiko sebesar ini, tapi upah yang kuterima tidak sebanding alias mengecewakan.

Lagi-lagi ia mendengus, tatapannya terlihat tajam. "Tuan Max tidak akan pernah berbohong soal itu," sahutnya ketus.

Aku mencebikkan bibir, kenapa dia langsung merasa tersinggung? Aku kan memang harus berhati-hati, jaman sekarang ini banyak penipu di mana-mana, bukan hanya dari kalangan biasa saja, melainkan orang kaya pun melakukannya.

"Satu hal lagi," ucapnya sambil berbalik, kembali menatapku dengan mata tajam. "Kau harus merahasiakan dari siapapun kenyataan bahwa Tuan Max buta," ujarnya dingin.

Seketika aku terpaku, dengan hati mendadak ngilu. Pria dengan rupa sesempurna itu ternyata memiliki kekurangan yang sangat memprihatinkan. Sugguh aku tak mengangka hal itu. Pantas saja ia memerlukan pelayan untuk mengurus segala keperluannya.

*****

TO BE CONTINUED

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 48 END   03-18 11:17
img
1 Bab 1 Awal Mula
22/11/2021
2 Bab 2 Mulai Bekerja
22/11/2021
3 Bab 3 Si Tuan Pemarah
22/11/2021
4 Bab 4 Musibah Datang
22/11/2021
5 Bab 5 Sikap Aneh
22/11/2021
6 Bab 6 Dijodohkan
22/11/2021
7 Bab 7 Bertahan
26/11/2021
8 Bab 8 Menguras Emosi
27/11/2021
9 Bab 9 Mencurigakan
28/11/2021
10 Bab 10 Merajuk
29/11/2021
11 Bab 11 Tawaran
17/12/2021
12 Bab 12 Moskow, Rusia
17/12/2021
14 Bab 14 Terjebak
17/12/2021
15 Bab 15 Fakta Baru
18/12/2021
16 Bab 16 Kenyataannya
19/12/2021
20 Bab 20 Jatuh Cinta
23/12/2021
21 Bab 21 Kejutan Lainnya
29/12/2021
22 Bab 22 Nyonya Elgort
30/12/2021
23 Bab 23 Bisikan Gila
31/12/2021
24 Bab 24 Cemburu
01/01/2022
25 Bab 25 Rumah
02/01/2022
26 Bab 26 Hamil
25/01/2022
27 Bab 27 Kekacauan
25/01/2022
30 Bab 30 Mencurigakan
25/01/2022
31 Bab 31 Jebakan
25/01/2022
37 Bab 37 Waktu Bersama
25/01/2022
38 Bab 38 Masalah Baru
25/01/2022
39 Bab 39 Kebingungan
25/01/2022
40 Bab 40 Tentang Lydia
25/01/2022
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY