Vidwan Surya adalah seorang praktisi yoga sekaligus dosen Bahasa Sansekerta di sebuah universitas. Oleh klien, kolega, dan mahasiswanya, Vidwan biasa dipanggil Guru Vidwan. Hal itu merupakan bentuk penghormatan mereka padanya. Vidwan bertemu Grisse Anggara di kampus ketika gadis itu mengambil mata kuliah Bahasa Sansekerta. Grisse Anggara yang tertarik pada bahasa-bahasa kuno yang punah atau hampir punah membuatnya mendaftar program pertukaran mahasiswa dan ia pun diterima. Grisse yang polos, pendiam, dan tidak pandai bergaul tentu saja senang ketika dosennya memberi perhatian padanya. Tidak pernah terlintas dalam benak Grisse bahwa perhatian Vidwan padanya lebih karena lelaki itu sangat berhasrat memilikinya. Hasrat seorang laki-laki dewasa pada perempuan dewasa. Ya, Vidwan begitu menginginkan Grisse menjadi miliknya. Membayangkan Grisse berada dalam kungkungannya saja membuat air liur Vidwan menitik. Hasrat berbalut nafsu Vidwan mendesak minta dipuaskan. Di waktu yang hampir bersamaan, perhatian dan kenyamanan yang diberikan Vidwan berhasil membuat Grisse jatuh hati. Namun, setelah melalui semuanya bersama Vidwan, timbul pertanyaan dalam hati Grisse. Apakah selama ini dia mencintai Vidwan? Atau ia pun merasakan hal yang sama seperti sang guru, yakni hanya sebuah hasrat yang dibalut nafsu.
"Welcome to the best campus for learning Sanskrit, Grisse." Aku tersenyum sendiri mendengar kalimat yang kugumamkan lirih. Sepasang mataku tak henti menyapu seluruh objek yang ada di hadapanku. Sebuah bangunan universitas yang bergaya klasik dengan warna terakota mendominasi hampir seluruh bangunan. Indah. Dan keren. Dua kata itu tak henti kukatakan untuk melukiskan kekagumanku. Sambil terus menatap bangunan kampus, ingatanku seolah diputar ke belakang. Ke bagian sebelum aku sampai di sini. Menginjakkan kaki di kampus ternama ini.
Aku masih ingat betul ketika sebuah surel dari grup pencari beasiswa yang kuikuti mengirim rangkuman informasi. Sebuah kampus ternama di luar negeri menawarkan program pertukaran mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan di jurusan bahasa-bahasa kuno. Tentu saja aku sangat tertarik untuk mendaftar program itu. Dalam benakku langsung terbayang bahwa aku akan mempelajari berbagai bahasa kuno dunia yang merupakan akar dari bahasa-bahasa yang digunakan saat ini. Tanpa menunda lagi, aku segera mengecek persyaratan program pertukaran mahasiswa tersebut. Aku bertekad bahwa hari ini juga akan kupenuhi semua persyaratan yang diminta kemudian segera mengirim ke alamat surel yang tertera. Aku tidak ingin menunda lagi pekerjaan ini. Bagiku, menunda sama artinya dengan membuang kesempatan.
Aku harus menunggu dengan sabar selama enam puluh hari sampai akhirnya pengumuman program tersebut masuk ke akun surelku. Dengan hati berdebar, kuklik surel itu dan aku langsung melonjak kegirangan begitu kudapati kata congratulations di bagian awal surat.
"Yeay, aku diterima." Sorakku dengan suara lantang. Kuabaikan pandangan keheranaan orang-orang di sekitarku.
"Grisse, kalau berisik keluar saja!" Ujar petugas ruang baca ketus. Senyum lebar di wajahku memudar seketika. Ya, aku sama sekali tidak sadar jika sekarang aku tengah berada di ruang baca fakultasku.
"Maaf, Bu." Ucapku dengan suara lirih. Tanpa melihat lagi ke arah petugas ruang baca, aku pun kembali duduk dan kembali menekuni laptopku.
*
"Hai, ruang akademik di mana ya?" Tanyaku pada seorang gadis berambut pirang. Ia menatapku sebentar sebelum akhirnya menjawab sambil merentangkan tangan kirinya.
"Oh, kamu lurus saja kemudian belok kanan. Ruang akademik ada di sisi kiri bagian tengah."
"Terima kasih." Ujarku sambil mengangguk.
"Oke." Gadis itu menjawab tanpa melihatku. Ia terlihat begitu asyik dengan ponselnya. Aku pun melangkah menuju arah yang ditunjukkan gadis pirang tadi. Tidak perlu waktu lama, akhirnya aku sampi di depan sepasang pintu yang tertutup. Di bagian atas pintu tersebut terdapat plat dengan tulisan akademik menggunakan huruf kapital seluruhnya. Perlahan kudorong salah satu pegangan pintunya. Tepat ketika pintu yang kudorong terbuka, aku melihat beberapa kubikel rendah yang memisahkan meja demi meja. aku pun menghampiri salah satu meja yang terdekat dengan pintu. Di sana, seorang laki-laki paruh baya menatapku. Ia terlihat ramah dan sepertinya siap untuk mendengarkanku.
"Halo, Pak. Saya peserta program pertukaran mahasiswa. Menurut surat yang saya terima, saya harus melapor ke bagian akademik."
Laki-laki itu mengangguk tanda mengerti. Tanpa membalas kalimatku, dengan cekatan laki-laki itu mengetikkan sesuatu. Setelah mengetukkan telunjuknya pada tombol enter satu kali, laki-laki itu kembali mengalihkan pandangannya padaku.
"Anda Grisse Anggara?" Tanyanya yakin. Refleks, aku mengangguk sebagai jawaban.
"Jangan heran. Anda adalah orang terakhir program pertukaran mahasiswa yang melapor ke sini."
Aku kembali mengangguk. Laki-laki ini bisa membaca pikiranku.
"Di sini tertulis Anda memilih mata kuliah Bahasa Sansekerta dan Tamil."
"Benar, Pak."
"Sayang Mata kuliah Bahasa Tamil tidak ditawarkan semester ini."
Aku melongo mendengar penjelasan laki-laki di hadapanku.
"Kalau memang tidak ditawarkan, kenapa ditulis dalam program itu, Pak?" Aku berusaha menyembunyikan kekesalanku. Rasannya aneh saja, untuk kampus yang katanya terbaik, mereka bisa melakukan kesalahan yang bagiku sangat merugikan.
"Pengajarnya sedang melakukan penelitian di kampung halamannya selama satu tahun." Jawab laki-laki itu santai. Aku hanya merespons kalimatnya dengan oh yang sukar ditafsirkan. Namun, kemudian aku berkata pada diriku sendiri: tidak ada gunanya marah, toh kemarahanku tidak akan membuat pengajar Bahasa Tamil itu segera kembali.
"Jadi, saya hanya akan mengikuti mata kuliah Bahasa Sansekerta saja, Pak?"
"Iya, tapi tenang saja. Kami tetap akan membayarkan beasiswamu secara penuh. Sebagai gantinya, kamu bisa mengikuti klub yoga yang diasuh oleh dosen pengajar Bahasa Sansekerta."
"Baiklah. Terima kasih informasinya, Pak." Aku sudah bersiap untuk beranjak dari hadapan laki-laki itu, tapi suaranya kembali menahanku.
"Tunggu. Hari ini pukul 15.00 ada jadwal kelas Bahasa Sansekerta. Dan pukul 18.00 klub yoga akan mulai latihan." Ujarnya sambil menyodorkan map transparan padaku.
"Di dalamnya terdapat lembar jadwal kuliah, jadwal klub, dan kontak pengajarnya. Untuk mendaftar di klub yoga, kamu datang saja ke gedung C yang ada di bagian belakang bangunan kampus ini. Itu adalah gedung khusus untuk kegiatan semua klub yang ada di sini."
"Baik. Terima kasih, Pak." Jawabku setelah menerima map transparan tersebut. Laki-laki itu mengangguk sebagai jawaban. Aku kemudian keluar dari ruang akademik dan memilih berdiri di seberang pintu ruang akademik untuk mengecek isi map transparan yang baru kuterima. Aku mencari lembar berisi jadwal kuliah karena petugas itu mengatakan bahwa hari ini ada jadwal kuliah Bahasa Sansekerta. Setelah melihat kolom yang memuat keterangan ruang kelas, aku pun melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kananku. Sepasang jarum pada jam tanganku menunjuk angka tiga dan satu. Ah sial, aku terlambat. Kelas telah dimulai lima menit yang lalu. Aku pun bergegas mencari papan berisi penunjuk arah ruang kelas. Setelah menemukannya, aku pun mempercepat langkahku. Sesekali aku berlari agar bisa segera sampai ke ruang kelas yang menjadi tujuanku.
*
"Sorry, I am late." Ujarku setelah membuka pintu ruang kelas.
"It's ok." Jawab dosen pengajar itu lembut. Bukannya segera mengambil tempat duduk, aku justru mematung di tempatku. Aku terkesima dengan dosen pengajarku. Ya Tuhan, kenapa dia begitu tampan. Keluhku dalam hati. Ya, dosen pengajar Bahasa Sansekerta ini begitu tampan. Selain tampan, aku juga bisa merasakan karismanya yang kuat.
"Silakan duduk." Ujarnya sambil tersenyum. Duh, senyumnya manis sekali. Aku kembali mengeluh dalam hati.
"Eh, iya Pak. Maaf." Dengan tersipu aku melangkah perlahan sambil mengedarkan pandang. Mencari kursi yang belum ditempati.
"Nona, silakan duduk di sini." Suara dosen itu kembali terdengar. Refleks, aku menoleh ke arahnya. Kemudian dengan cepat aku melihat ke arah telunjuknya.
"Oh, ok. Thank you, Sir."
Duh, kenapa aku harus duduk tepat di hadapannya sih? Keluhku lagi setelah mengempaskan bokongku ke atas permukaan kursi.
"Well, sebelum memulai perkuliahan, saya akan memperkenalkan diri dulu. Nama saya Vidwan Surya. Saya akan memberi kuliah Bahasa Sansekerta. Selain itu, jika kalian berminat silakan bergabung dengan klub yoga karena saya merupakan instruktur di klub tersebut."
Aku tertegun mendengar perkataan dosen itu. Apa? Dia juga menjadi instruktur klub yoga? Duh!
***
Ini adalah kisah tentang pengabdian, pengorbanan, dan cinta yang terlambat hadir. Magang menjadi sekretaris kedua William Rustenburg memang tidak mudah. Citta Buwana harus rela menjadi sasaran amarah William karena dianggap tidak cakap dalam bekerja. Di mata William, semua pekerjaan yang dilakukan Citta adalah salah. Amarah William semakin menjadi ketika ia mengetahui rencana perjodohan yang telah dibuat oleh papanya bersama sahabatnya. Sebagai bentuk protes, tak jarang William memarahi Citta di hadapan Johan. Namun bukan Johan namanya jika ia tidak bisa menaklukkan putra semata wayangnya, William. Akankah William dan Citta tunduk pada perjodohan yang telah diatur oleh orang tua mereka?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
ADULT HOT STORY 🔞🔞 Kumpulan cerpen un·ho·ly /ˌənˈhōlē/ adjective sinful; wicked. *** ***