Aku
Angin berembus menekan kulit membuatnya kembali merapatkan jaket. Lalu ia menolehkan kepala ke belakang kala mendengar suara langkah.
Alicia Middleton sudah merasa di ikuti sejak keluar dari kelap malam tapi, ia terus berpikir positif hingga sampai di rumah.
Namun kali ini, ia tak bisa berpikir positif lagi karena mendengar langkah di belakangnya semakin jelas. Maka dari itu, Alicia semakin mempercepat langkahnya bersamaan dengan langkah seseorang di belakangnya.
Alicia panik lalu, berlari tanpa menolehkan kepala untuk sekedar memastikan wajah seseorang yang mengikutinya. Tapi, ia sangat yakin kalau yang mengikutinya adalah salah satu pria mabuk di kelap.
"Tuhan, tolong aku." Alicia bicara dengan terus berlari melewati toko demi toko yang sebagian sudah di tutup karena sudah lewat tengah malam.
"Agh!"
Alicia tersentak lalu, menghentikan langkah. Ia menolehkan kepala ke asal suara dan ia melihat pria itu sedang membersihkan celananya maka tanpa pikir panjang, Alicia memacu langkahnya dengan cepat.
"Ah, sial!"
"Tolong!" Alicia berteriak sambil terus memacu kakinya lebih cepat. Ia benar-benar takut dengan pria mengejar di belakangannya.
Banyak risiko bekerja di kelap malam salah satunya di ikuti oleh pria hidung belang yang sedang mabuk. Ada satu kejadian di mana seorang wanita hampir di perkosa oleh pria yang mengikutinya tapi, untung saja wanita itu selamat dengan cara melukainya.
"Hai, jangan berlari atau meninta pertolongan! Aku bukan orang jahat."
Jangan pikir kalau Alicia akan percaya dengan kata-kata dari pria di belakangnya. Maling saja tidak mengaku sudah mengambil barang yang ada di tangannya, apa lagi orang di belakangnya. Jadi dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada, ia mempercepat larinya.
Kini ia sungguh menyesal karna menolak ajakan rekan kerjanya untuk tidur di kamar khusus pekerja. Meski pihak kelap dan rekannya sudah mengatakan keamanan tempat itu tapi, ia memilih pulang.
Jam sudah menunjukkan angka tiga menjelang pagi dan seperti biasa, ia bersama rekan kerjanya di bolehkan untuk pulang atau menempati kamar tak jauh dari kelap. Namun, Alicia berbeda. Ia lebih suka tidur di rumah alih-alih di tempat yang di sediakan.
Alicia masih ingat saat melangkahkan kaki pertama kali untuk melihat kamar di sediakan, ia langsung tidak suka dan memilih untuk pulang meski selalu di bayangi rasa takut.
Ia tinggal sudut kota Las Vegas sementara tempat kerjanya ada di pusat kota. Perjalanan hingga sampai di rumah memakan waktu cukup lama dan selama tidak ada yang pria mabuk yang mengikutinya, maka ia akan baik-baik saja.
Setiap selesai kerja, ia selalu memastikan semuanya aman, terutama membuka wig hitamnya.
"Dapat!"
"Aaa, lepaskan aku! A–aku ngga punya apa-apa untuk kau ambil!" jeritnya kala merasakan tangan pria itu menyentuh lengannya.
"Hai, aku mohon jangan berteriak! Aku bukan orang jahat!"
Alih-alih menurut, Alicia malah semakin berteriak membuat pria itu terpaksa menutup mulutnya dengan salah satu tangan. "Aku bilang jangan berteriak! Aku mengikutimu untuk memberikan ini."
Alicia melotot melihat buku yang berisi semua rahasianya ada di depan wajahnya lalu, ia melirik pria yang menutup mulutnya. Siapa pria ini? Tanyanya dalam hati.
Ketika tangannya akan meraih buku itu tiba-tiba saja orang asing itu menjauhkannya. Alicia kembali memberontak, membuat si pria kewalahan menahannya.
"Aku akan melepaskanmu akan tetapi, kau harus berjanji untuk tidak berteriak?"
Alicia terus berontak, tidak peduli perkataan orang asing yang menutup mulutnya dengan menggunakan salah satu tangan.
"Astaga, kenapa kau keras kepala sekali? Aku mengikutimu hanya untuk memberikan buku diari ini dan kau harus percaya kalau aku bukan orang jahat!"
Bukan orang jahat? Alicia bicara dalam hati kemudian, menggigit tangan pria asing yang menutupi mulutnya.
Pria itu kesakitan membuat Alicia tersenyum puas lalu, dengan cepat mengambil diarinya dan berlari menjauh dari pria itu.
"Sial!"
Dengan masih berlari, Alicia menolehkan kepala untuk melihat pria asing itu. Lalu, ia mengalihkan pandangan saat mendapati pria itu malah memandanginya.
"Sial! Kenapa kau malah lari! Padahal, aku ingin minta maaf, karena sudah membaca semua isi bukunya."
"Max, apa kau menungguku?" Alicia berjalan mendekati, Max, anjing peliharaannya dan mengelus kepala Max dengan sayang yang di balas dengan jilatan di tangannya.
"Apa ayah sudah memberikanmu makan?" lalu mengalihkan pandangan pada tempat makan Max dan tersenyum senang. "Tentu saja sudah, kalau ayah sampai lupa memberimu makan maka–"
"Kau masih bermain judi yang tidak pernah menghasilkan uang itu?"
"Aku yakin kau sudah tahu jawabannya."
Alicia menghela nafas mendengar suara dari dalam rumah lalu, tersentak mendengar Max tiba-tiba menggonggong. Kemudian, dengan cepat ia meletakkan salah satu jari di depan bibirnya.
"Jangan mengeluarkan suara, Max!" perintahnya meski kadang di katakan orang gila tapi ia yakin, kalau Max mengerti karena anjingnya berhenti menggonggong.
"Ini waktunya orang tidur!" Lalu ia tersenyum, melihat Max menunduk. Lantas satu tangannya terulur untuk kembali mengelus kepala anjingnya dengan sayang.
"Anjing pintar."
"Astaga! Uang dari mana lagi? Kemarin putriku baru gajian dan uangnya langsung di bayar untuk mengangsur hutangmu dan sekarang? Kau–"
"Dia juga putriku dan sudah sepantasnya untuk melunasi hutangku! Kau pikir aku banting tulang mencari uang dulu untuk siapa? Dia dan.."
Alicia menutup telinga agar tidak mendengar perkataan ayahnya lebih jauh lagi seolah-olah dirinya bukan anak kandung.
Memang ada seorang Ayah yang menjadikan perjuangan untuk membesarkan sebagai hutang budi untuk anaknya di masa depan? Tidak, mungkin hanya ayahnya yang melakukan itu.
Tapi, seburuk-buruknya pria itu, Alicia tidak bisa membencinya. Kecewa mungkin ada tapi, semua itu hilang saat mengingat bagaimana pria itu menyayanginya. Dulu, sebelum ayahnya mengenal meja perjudian dan menjadikannya candu.
Matanya tidak sengaja melirik Max seperti sedang mencari perhatian membuatnya tersenyum dan mengelus kepala anjing itu dengan sayang. "Aku tidak apa-apa."
Tiba-tiba ia menguap dan kembali menatap Max. "Aku mengantuk sekali. Max, aku masuk dulu ya! Kau jangan berisik!"
Alicia mengelus kembali kepala anjing keturunan Doberman miliknya itu dengan sayang. Kemudian, memberikan ciuman selamat malam dan bangkit dari berjongkok untuk berjalan memasuki rumah.
"Jadi, semua hal yang kau lakukan pada kami selama ini tidak tulus? Astaga, aku tidak percaya sudah menikahi pria sepertimu!"
Saat membuka pintu, ayah dan ibunya langsung berhenti bertengkar. Kemudian, mereka meliriknya dengan wajah pucat basi apa lagi ibunya.
"Aku pulang, maaf, membuat ibu menunggu." Tuturnya tanpa melihat kedua orangnya dan berjalan mendekati tempat sepatu dan meletakkan sepatunya di sana.
Kemudian ia berbalik hendak melanjutkan langkah tapi tidak di lakukanya karena mengingat sesuatu. "Kalau mau berdebat jangan keras-keras nanti, orang yang masih tidur terganggu."
Setelahnya ia melanjutkan langkah menuju pintu kamar dan menutupnya. Alicia terdiam dengan duduk di ranjang sambil menatap dinding dengan tatapan kosong.
Hampir setiap hari orang tuanya bertengkar dengan masalah yang sama yaitu kebiasaan ayahnya. Di tambah lagi dengan pria itu pulang ke rumah saat menjelang pagi membuat ibunya semakin emosi.
Alicia menghela nafas kasar dan tiba-tiba saja, mengingat buku diarinya. Ia membuka tas dan mengeluarkan buku yang sudah hilang dari lima hari lalu.
"Pria asing yang tidak sopan." Ucapnya ketika mengingat perkataan pria tadi lalu, ia berdiri dan berjalan menuju nakas. Setelah menyimpan bukunya, ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi.
Saat lelah, ia tak ingin mengatakan apapun. Hanya ada dua hal yang ingin ia lakukan saat ini adalah membersihkan tubuh dengan air dan tidur.
Setelah tiga tahun menikah, Becky akhirnya bercerai dengan suaminya, Rory Arsenio. Pria itu tidak pernah mencintainya. Dia mencintai wanita lain dan wanita itu adalah kakak iparnya, Berline. Suatu hari, sebuah kecelakaan terjadi dan Becky dituduh bertanggung jawab atas keguguran Berline. Seluruh keluarga Arsenio menolak untuk mendengarkan penjelasannya, dan mengutuknya sebagai wanita yang kejam dan jahat hati. Rory bahkan memaksanya untuk membuat pilihan: berlutut di depan Berline untuk meminta maaf, atau menceraikannya. Yang mengejutkan semua orang, Becky memilih yang terakhir. Setelah perceraian itu, Keluarga Arsenio baru mengetahui bahwa wanita yang mereka anggap kejam dan materialistis itu sebenarnya adalah pewaris keluarga super kaya. Rory juga menyadari bahwa mantan istrinya sebenarnya menawan, cantik, dan percaya diri dan dia jatuh cinta padanya. Tapi semuanya sudah terlambat, mantan istrinya tidak mencintainya lagi .... Namun, Rory tidak menyerah dan tetap berusaha memenangkan hati Becky. Apakah Becky akan goyah dan kembali ke sisinya? Atau akankah pria lain masuk ke dalam hatinya?
Cerita Khusus Dewasa... Banyak sekali adegan panas di konten ini. Mohon Bijak dalam Membaca. Basah, Tegang, bukan Tanggung Jawab Autor. Menceritakan seorang pria tampan, bekerja sebagai sopir, hingga akhirnya, seorang majikan dan anaknya terlibat perang diatas ranjang.
Bayangkan menikah dengan seorang pria miskin hanya untuk menemukan bahwa dia sebenarnya tidak miskin. Katherine tidak tahu apa lagi yang harus diharapkan setelah dia dicampakkan oleh pacarnya dan akhirnya menikah dengan pria lain keesokan harinya. Suami barunya, Esteban, tampan, tetapi dia pikir kehidupan pernikahannya tidak akan istimewa sama sekali. Dia terkejut ketika menemukan bahwa Esteban sebenarnya sangat lengket. Anehnya, semua masalah yang dia temui setelah pernikahan diselesaikan dengan mudah. Ada sesuatu yang ganjil. Dengan curiga, dia bertanya padanya, "Esteban, apa yang terjadi di sini?" Sambil mengangkat bahu, Esteban menjawab, "Mungkin keberuntungan ada di pihakmu." Katherine memercayainya. Bagaimanapun, dia telah menikah dengan Esteban ketika pria itu akan bangkrut. Dialah pencari nafkah keluarga mereka. Mereka terus menjalani hidup sebagai pasangan sederhana. Jadi, tidak ada yang mempersiapkan Katherine untuk kejutan yang dia terima suatu hari. Suaminya yang sederhana tidak sesederhana itu! Dia tidak percaya bahwa dia benar-benar menikah dengan seorang miliarder. Sementara dia masih memproses keterkejutannya, Esteban memeluknya dan tersenyum. "Bukankah itu bagus?" Kathrine punya sejuta pertanyaan untuknya.
Sebuah kisah yang menyajikan konflik hati seorang ibu rumah tangga , tanpa ia sadari telah melakukan perselingkuhan dengan sahabat suaminya sendiri . Walaupun bukan ia yang memulai percikan tersebut tetapi seiring berjalan waktu perasaan tumbuh jauh lebih dalam.
Kiara tidak pernah berpikir bahwa ia akan menjadi seorang istri dari Keith Wilson, gurunya sendiri di usianya yang masih 17 tahun. Ia dan Keith menikah bukan karena saling cinta, melainkan perjodohan yang sudah diatur oleh kedua orangtua mereka. Meski Kiara menentang keras, tapi tidak dengan Keith yang justru menerimanya dengan ikhlas. Kiara tak sadar bahwa ada niat tersembunyi dari perjodohan yang terkesan mendadak dan terburu-buru itu. Belum lagi, Kiara sendiri dibuat tak percaya pada sikap Keith setelah menjadi suaminya yang bersikap sangat posesif serta mengekang ruang geraknya karena larangan-larangan aneh yang pria itu beri. Permasalahan perlahan kian datang mengguncang kehidupan baru Kiara, dimulai dari kekecewaan teman-temannya tentang berita pernikahannya yang ia sembunyikan, lalu hubungan Keith dengan wanita yang jelas mencintai suaminya itu, serta kenyataan dan fakta pahit tentang hidupnya juga masalalunya yang selama ini disembunyikan oleh kedua orangtuanya. Akankah Kiara berhasil melalui dan menyembuhkan luka hatinya itu? Memaafkan masalalu dan menerima Keith kembali yang jelas sudah menyakiti hatinya, yang sayangnya sudah terjatuh dalam pada suaminya tersebut?
Ketika Nadia mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu Raul tentang kehamilannya, dia tiba-tiba mendapati pria itu dengan gagah membantu wanita lain dari mobilnya. Hatinya tenggelam ketika tiga tahun upaya untuk mengamankan cintanya hancur di depan matanya, memaksanya untuk meninggalkannya. Tiga tahun kemudian, kehidupan telah membawa Nadia ke jalan baru dengan orang lain, sementara Raul dibiarkan bergulat dengan penyesalan. Memanfaatkan momen kerentanan, dia memohon, "Nadia, mari kita menikah." Sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipis, Nadia dengan lembut menjawab, "Maaf, aku sudah bertunangan."