/0/2467/coverbig.jpg?v=0eadd226098f66142f1a3c3669bb08fe)
Citra Disa Anintya. Mereka meneriakiku, memaki dan melempar beberapa benda menjijikan. Tak apa, aku sudah terbiasa. Bahkan aku pernah mendapatkan hal lebih dari ini, sikap kekanak-kanakan mereka tak akan pernah menghentikan tujuanku berada di bangunan ini. "Lonte! Gak pantes sekolah di sini!" "Jablay woy! Berapa tarif lo?" Sengaja kudiamkan semua makian itu. Belum saatnya jati diriku terbongkar, kekuatanku kupameran. Akan ada saatnya ketika mulut mereka kubungkam dengan pukulan mautku, atau suara mereka kuhilangkan dengan tatapan tajamku. Belum saatnya sampai uang itu berada di tanganku. Ada identitas yang harus kujaga, nama baik yang harus kulindungi serta pencapaian yang harus kuraih. Berlagak seperti seorang gadis kutu buku yang pernah tersandung kasus seksual dengan seorang guru, membuatku harus terlihat sabar dan pendiam. Padahal gadis yang sesungguhnya tengah terbaring koma karna mencoba mengakhiri hidupnya sendiri, itu tak akan terasa sulit bagiku.
Daga Kevindra.
Aku pernah menyukainya, bahkan rela berkorban untuknya. Kudapatkan hukuman pertamaku karna membelanya, ketika sebuah keceriaan dan kehalusan masih berada di dalam dirinya.
Namun tragedi mengerikan membuat gadis itu menjauh bahkan pergi dariku. Tidak! mungkin bisa kukatakan diriku yang pergi meninggalkannya. Itu semua bukan keinginanku, diriku yang dulu belum mengetahui arti dari sebuah keperihan seorang gadis yang sendirian.
Dia adalah masa kecilku, penyebab jantungku berdetak lebih kencang untuk pertama kalinya. Ketika semua cahaya seolah terpusat darinya, bayangan seorang bocah kecil yang menemukan gadis pertamannya.
Lima tahun yang lalu, pertama dan terakhir kalinya aku merasakan degupan aneh itu. Bahkan hingga kini, ketika semua gadis tersenyum kepadaku degupan itu tak datang. Yang kurasakan hanyalah kebekuan, jantungku seperti membatu sejak lima tahun yang lalu.
Citra Disa Anintya.
Untuk apa aku dipaksa menempuh pendidikan? Bahkan seorang kriminal yang sudah sering mampir ke kantor polisi sepertiku tak akan memiliki masa depan walaupun menempuh pendidikan hingga jenjang dewa.
Masa depan? Aku pernah memilikinya, bahkan mencoba untuk menatanya bersama dengan kasih sayang dan dukungan yang selalu aku peroleh. Ketika perhatian bahkan kasih sayang seolah memihak padaku.
Itu adalah masa kejayaanku. Setelah menghabisi banyak nyawa demi bertahan hidup seorang diri dan berjuang agar selalu dihormati. Kini tujuan hidupku hanya satu, mendapatkan banyak uang bagaimana dan apapun caranya.
***
Seorang murid yang tengah hangat diperbincangkan tersandung kasus pelecehan dengan seorang guru, namun banyak siswa yang menuding jika muridlah yang terlebih dahulu menggoda si guru.
Bahan perbincangan ini tersebar hingga ke beberapa sekolah. Sang murid yang akhirnya pindah ke sekolah lain tak mendapatkan sambutan hangat karna rumor yang tersebar.
Namun dibalik itu semua, ada sebuah hal yang disebunyikan. Gadis dengan rambut kuncir kuda itu ternyata bukanlah murid yang sesungguhnya. Daga mengenal gadis itu, dan menyadari bahwa identitasnya telah dipalsukan.
Citra Disa Anintya.
Mereka meneriakiku, memaki dan melempar beberapa benda menjijikan. Tak apa, aku sudah terbiasa. Bahkan aku pernah mendapatkan hal lebih dari ini, sikap kekanak-kanakan mereka tak akan pernah menghentikan tujuanku berada di bangunan ini.
"Lonte! Gak pantes sekolah di sini!"
"Jablay woy! Berapa tarif lo?"
Sengaja kudiamkan semua makian itu. Belum saatnya jati diriku terbongkar, kekuatanku kupameran. Akan ada saatnya ketika mulut mereka kubungkam dengan pukulan mautku, atau suara mereka kuhilangkan dengan tatapan tajamku.
Belum saatnya sampai uang itu berada di tanganku. Ada identitas yang harus kujaga, nama baik yang harus kulindungi serta pencapaian yang harus kuraih. Berlagak seperti seorang gadis kutu buku yang pernah tersandung kasus seksual dengan seorang guru, membuatku harus terlihat sabar dan pendiam. Padahal gadis yang sesungguhnya tengah terbaring koma karna mencoba mengakhiri hidupnya sendiri, itu tak akan terasa sulit bagiku.
Setelah mendapatkan nilai yang sempurna. Lima milyar akan menjadi milikku dan mereka akan kehilangan keberanian untuk kembali merundungku.
***
Hanya sebatas dua langkah, lebar gang di salah satu sudut kota. Namun siapa sangka, jika di ujung gang sempit itu terdapat sebuah tempat peristirahatan sekaligus tempat pembantaian milik singa kota. Sebuah singa yang amat sangat manis dan hanya memiliki satu kawanan setia.
Citra Disa Anintya. Singa kota yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan, sosok wanita muda dengan paras cantik namun memiliki jiwa yang sangat beringas. Sekilas penampilannya memang amat sangat anggun, namun keanggunannya itu bisa terlihat menyeraman jika dirinya mulai bekerja.
Rambutnya selalu dicepol tinggi-tinggi, helaian lain melayang dihempas hembusan angin seolah memancarkan kecantikannya. Bahkan jari-jari lentik itu sama sekali tak terduga pernah merobek dan menusuk banyak nyawa.
Di tempat yang penuh barang usang ini, sebuah kelompok berdiri secara tidak resmi. Hanya ada satu alasan yang membuat mereka semua bersatu, pemahaman tentang apa yang menjadi sumber kebahagiaan mereka, yaitu ... selembar uang.
Bagaimana dan apapun caranya, sedikit atau banyak nyawa yang harus hilang. Yang mereka tau hanyalah berapa lembar uang yang akan mereka dapatkan, dan berapa kebahagiaan yang akan mereka dapatkan.
"Cit ...!" Seruan pelan membuat Citra menoleh. Ketika menyadari siapa orang yang memanggilnya, wajahnya berubah penuh senyuman.
"Wouy Tom, dapet berapa duit?" Tomi menyeringai ketika Citra bertanya padanya.
"Lumayan lah, bisa buat bayar les adek gua."
Tomi melemparkan sebungkus plastik hitam, suara dua kaca bertabrakan terdengar nyaring. Ternyata plastik itu berisi dua botol anggur merah yang menantang untuk diteguk habis. Seakan memang paham akan pesta malam ini, Tomi juga memberikan kantung pelastik lain. Kali ini berisi banyak minuman soda di dalamnya.
"Nah ... gitu dong, baru aja gua mau marah. Gua kira lo lupa kalo gua gak bisa minum." Citra langsung membuka satu botol soda dan meneguk setengahnya.
"Mana bisa gua lupa sama cewek cantik kayak lo." Lengan Tomi merangkul pundak Citra akrab, seolah tindakkannya itu adalah hal yang biasa.
Secepat kilat Citra menepis lengan itu. "Gak kapok lo kayaknya, tangan lo ini mau gua patahin lagi?"
Tomi tersenyum kecut, ia meremas lengannya sendiri. Seperti kembali merasakan ngilu yang pernah ia dapatkan.
"Disuruh apa aja tadi lo?" tanya Citra sembari meneguk minuman sodanya.
Tanpa permisi Tomi merebut botol soda milik Citra. "Biasa, ngikutin pejabat lagi. Gila emang ya, bukannya ngurusin rakyat malah ngurusin simpenan mulu."
"Hahaha ... kalo pejabat ngurusin rakyat, gak akan ada namanya orang miskin. Sejahtera semua. Orang pejabatnya tidur mulu makannya rakyatnya juga blangsak mulu."
"Pengalaman lo ya?"
"Bukannya lo yang lebih pengalaman?" Citra kembali merebut botol sodanya.
Tomi kembali bangkit, melangkah menuju sebuah lemari kecil berisi gelas plastik. "Masih siang, gak usah mabok lo." Citra memperingati dengan membantingkan botol sodanya, ia lantas melangkah meninggalkan Tomi.
"Mau kemana lo? Gua gak jadi mabok nih." Tomi mengangkat gelasnya tinggi-tinggi seolah memperlihatkan kepada Citra bahwa dirinya tak akan minum siang ini.
Citra tak menjawab, ia hanya terus berjalan sembari memberikan lambaian dari belakang tubuhnya.
"Nanti malem dateng lo! Kalo gak sodanya gua minum semua." Tomi masih tak menyerah berteriak kepada Citra.
Satu pesan baru saja ia dapatkan, tepat sebelum Tomi datang tadi. Sebuah job baru menantinya, pekerjaan yang akan menghasilkan banyak uang.
Citra kembali berkutik dengan ponselnya, sebuah pesan singkat ia kirimkan setelah melihat jumlah penawaran yang begitu menggiurkan.
"Ok, gua OTW."
Sebuah taksi terhenti tepat dihadapannya, baru saja ia akan membuka pintu taksi tersebut sesaat tubuhnya membeku setelah mendapatkankan sebuah balasan yang cukup detail.
"Gino, berumur 30 tahun. Seorang guru di sekolah Cendiwana. Bunuh hari ini juga!"
"Anda tidak akan pernah mengahargai apa yang Anda miliki sampai Anda kehilangannya!" Inilah yang terjadi pada Satya yang membenci istrinya sepanjang pernikahan mereka. Tamara mencintai Satya dengan sepenuh hati dan memberikan segalanya untuknya. Namun, apa yang dia dapatkan sebagai balasannya? Suaminya memperlakukannya seperti kain yang tidak berguna. Di mata Satya, Tamara adalah wanita yang egois, menjijikkan, dan tidak bermoral. Dia selalu ingin menjauh darinya, jadi dia sangat senang ketika akhirnya menceraikannya. Kebahagiaannya tidak bertahan lama karena dia segera menyadari bahwa dia telah melepaskan sebuah permata yang tak ternilai harganya. Namun, Tamara telah berhasil membalik halaman saat itu. "Sayang, aku tahu aku memang brengsek, tapi aku sudah belajar dari kesalahan. Tolong beri aku kesempatan lagi," pinta Satya dengan mata berkaca-kaca. "Ha ha! Lucu sekali, Satya. Bukankah kamu selalu menganggapku menjijikkan? Kenapa kamu berubah pikiran sekarang?" Tamara mencibir. "Aku salah, sayang. Tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak akan menyerah sampai kamu setuju."Dengan marah, Tamara berteriak, "Menyingkirlah dari hadapanku! Aku tidak ingin melihatmu lagi!"
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Kaluna Evelyn sudah menikah Dengan Eric Alexander Bramastyo selama kurang lebih 10 tahun. Namun, Eric sama sekali tidak mencintai Luna. Ia memiliki kebiasaan yang sering bergonta-ganti wanita. Itulah yang menyebabkan Luna semakin sakit hati, namun ia tidak bisa bercerai dengan Eric karena perjanjian kedua keluarga. Ditengah keterpurukannya, ia mengalihkan rasa sakit hatinya kepada minuman keras. Dan disaat, ia mabuk, ia melakukan kesalahan dengan tidur bersama ayah mertuanya sendiri. Seorang pria dewasa bernama Brian Edison Bramastyo. Yang tidak lain dan tidak bukan, adalah ayah dari Eric sendiri. Brian yang berstatus duda, tidak bisa berkutik ketika Luna mulai menggodanya karena pengaruh minuman keras. Dan setelah kesalahan di malam itu, Luna dan sang papa mertua saling mengulangi kesalahan nikmat yang sama. Brian yang mampu memberikan nafkah batin pada Luna, harus menahan rasa perih karena mengkhianati putranya sendiri, dan menjadi tidak bermoral karena bermain gila dengan sang menantu. Namun apa boleh buat, semua sudah terlanjur dan mereka berdua sama-sama kesepian. Hubungan mereka tetap berlanjut, hingga akhirnya Eric mengetahui hubungan mereka dan menceraikan Luna. Namun, beberapa waktu kemudian, diketahui bahwa alasan Eric menceraikan Luna adalah dia sudah menghamili kekasihnya, yang bernama Bianca. Mereka menjalani hidup masing-masing. Eric pergi jauh dari kehidupan Brian dan Luna. Brian dan Luna pun memilih untuk bersama.
Dunia Isabella Moretti hancur dalam satu malam. Orang tuanya tewas di tangan Lorenzo Ricciardi, mafia paling berbahaya sekaligus pria paling kejam di dunia. Namun, ketika tiba giliran Isabella untuk menemui ajalnya, Lorenzo malah membiarkannya hidup, tapi sebagai tawanan pribadinya. Lorenzo adalah pria yang menguasai dunia bawah tanah dengan kekejaman tanpa batas. Namun, di balik tatapan dinginnya, ada sisi lembut yang hanya bisa dilihat oleh Isabella. Saat kebencian berubah menjadi gairah cinta, Isabella sadar tak akan bisa lepas dari dekapan mafia kejam itu. Sayangnya, Lorenzo tidak tahu bahwa Isabella menyimpan rencana balas dendam untuk kematian keluarganya. Hingga akhirnya ia mendapati dirinya hamil, membawa benih dari pria yang paling ia benci sekaligus pria yang mulai ia cintai. Dapatkah Isabella melanjutkan dendamnya, ataukah ia akan menyerah pada cinta sang iblis tampan? Dan saat Lorenzo menghadapi pilihan antara kekuasaannya dan wanita yang mencuri hatinya, akankah ia tetap menjadi raja tanpa hati, atau menyerah pada pesona Isabella?