BIJAKLAH DALAM MENCARI BACAAN. CERITA DEWASA!!! Aderaldo menepuk punggung Naara yang sontak membuat wanita itu menoleh cepat, dan dalam hitungan detik pula, Aderaldo mencondongkan badannya dan menempelkan bibirnya ke atas bibir Naara. Naara melotot tanpa bisa mengelak. Pria itu tersenyum disela ciumannya pada bibir Naara. Dua lengan cukup kekar melepas paksa ciuman Aderaldo dan Naara dengan menarik bahu pria itu. Satu pukulan melayang di perut Aderaldo tanpa bisa dicegah, hadiah dari Xion. "Dasar b******k! Beraninya kau mencium Naara!" bentak Xion marah. Aderaldo memutar bola matanya seraya memasukkan kedua tangannya ke kantung celana kain yang ia pakai. "Kau tidak ada hak untuk melarangku. Memangnya kau siapa?" desis Aderaldo. Xion ingin melayangkan tinjunya pada wajah Aderaldo, tapi ditahan oleh pria tampan berkemeja hitam itu. "Jangan memancingku untuk menghancurkanmu," bisik Aderaldo pada Xion dan pria itu melangkah pergi dengan mengedipkan matanya ke arah Naara yang masih diam mematung. Aderaldo bersiul dan melangkah santai meninggalkan kampus tercintanya. "Manis! Aku menyukainya," gumam Aderaldo sambil mengelap bekas ciumannya bersama Naara barusan. (Ikuti setiap part-nya dan kalian akan menemukan jawabannya ❤️)
"Bagaimana dengan kuliahmu? Jika kau memerlukan sesuatu katakan saja dengan paman dan bibi, kami akan berusaha untuk memenuhinya," ucap Audrey pada Naara.
"Semuanya berjalan dengan baik, Bi. Aku tidak memerlukan apa pun untuk saat ini. Jangan khawatir, jika aku membutuhkan sesuatu, aku pasti akan mengatakannya padamu," kata Naara sambil mengelus pipi Audrey lembut.
Wanita paruh baya itu tersenyum mendengar ucapan sang keponakan yang sudah ia anggap anak kandungnya sendiri.
"Baiklah kalau begitu." Audrey tersenyum hangat pada gadis cantik di hadapannya.
Naara berdiri dari tempat duduknya, mengambil tas serta segera memakai flat shoes murahan kesayangannya yang ia beli lima bulan lalu dari hasil kerja paruh waktu di sebuah toko kue.
"Aku harus pergi sekarang. Aku ada janji bertemu dosenku. Aku mencintaimu, Bi." Naara mengecup kedua pipi Audrey dan bergegas pergi ke kampusnya.
Naara Kiva, gadis muda berusia dua puluh satu tahun yang saat ini sedang berkuliah di salah satu Universitas terbaik di kota Bonn, di utara Rhine-Westphaliaang, Jerman mengambil jurusan Art and Humanities, tahun ketiga. Gadis itu berdarah Australia dan Inggris yang kini sedang menetap di Jerman. Ia pindah ke Jerman dikarenakan kedua orang tuanya meninggal dunia kecelakaan pesawat dan akhirnya ia dirawat oleh bibi dan pamannya, Audrey dan Kenneth saat masih duduk di bangku Junior High School.
Beruntungnya Naara diterima di salah satu Universitas Negeri yang menggratiskan beberapa biaya kuliah untuk penduduk lokal di sana. Ia hanya perlu membayar biaya administrasi yang kecil, jumlah total untuk belajar di sebuah universitas. Naara juga merupakan salah satu mahasiswa berprestasi di kampusnya. Ia selalu bisa mempertahankan nilainya dengan baik. Meskipun begitu, ia termasuk mahasiswa yang sering berinteraksi dengan mahasiswa lainnya. Bukan kutu buku yang hanya fokus belajar tanpa menghiraukan lingkungan sekitarnya.
Biaya hidup yang cukup tinggi membuat Naara memanfaatkan waktu luangnya untuk bekerja paruh waktu di toko kue dan menjadi model freelance temannya.
"Naara ...," teriak seseorang dari arah belakang Naara.
Naara mendengar panggilan itu, tapi ia memilih untuk mengabaikannya. Sesekali menjahili orang lain sepertinya tidak masalah. Gadis itu terus melangkahkan kakinya.
Tepukan di pundaknya membuat langkah kaki Naara terhenti. Sebuah telapak tangan lebar menempel di pundaknya dan gadis itu menahan senyumnya.
"Oh, sial. Kau mengerjaiku ya? Teriakanku cukup keras, tidak mungkin kau tidak mendengarnya," gerutu pria berwajah oriental di samping Naara.
"Aku tidak mendengar apa pun," jawab Naara berakting dengan wajah tanpa ekspresi.
Pria itu menyugar rambut dan mengatur napasnya yang terengah-engah akibat berjalan tergesa untuk menyamai langkah kaki Naara.
Naara tersenyum tertahan melihat raut wajah kesal sahabat sekaligus pria yang ia sukai diam-diam. Gadis cantik itu menyodorkan beberapa lembar tisu pada Xion dari tasnya.
"Maaf, sudah membuatmu berkeringat pagi-pagi," ucap Naara dengar cengiran jahilnya.
"Sudah kuduga, kau menjahiliku," keluh Xion tersenyum sambil mengelap dahinya.
Tibra Xion, pria tampan berwajah perpaduan Chinese - Perancis, sahabat Naara sejak dari Senior High School. Xion adalah orang pertama yang berteman dengan Naara ketika pindah ke Jerman dan akhirnya mereka semakin akrab menjadi sahabat.
"Jadi, kau marah padaku?" tanya Naara pada Xion.
Pria itu menoleh lalu menggeleng pelan, "tidak. Aku hanya sedang malas berbicara denganmu karena kau usil sekali."
"Ck! Pria tukang merajuk," ejek Naara dan gadis cantik berambut cokelat terang itu melangkah lebih cepat meninggalkan Xion sendirian.
Sepanjang perjalanan menuju kelas, Naara menangkap suara gadis-gadis kampusnya yang menyapa Xion dengan genit dari arah belakangnya. Tidak bisa dipungkiri, Xion merupakan salah satu pria yang diminati para wanita di kampusnya. Pria itu cukup ramah dan juga terkenal suka membantu sesama.
Rasa kesal dan cemburu menghinggapi relung hati Naara, tapi ia tidak bisa melakukan apa pun selain diam. Ia tidak ingin merusak hubungan persahabatan yang sudah terjalin bertahun-tahun.
Xion merangkul Naara dari belakang secara tiba-tiba membuat wanita itu terperanjat. Semburat merah muncul di pipi Naara. Gadis itu sesegera mungkin melepas rangkulan Xion dan memasang raut wajah datar, menutupi ekspresi yang sebenarnya.
Xion menunjukkan sekotak cokelat dalam genggamannya pada Naara.
"Cokelat dari fans?" tanya Naara dan Xion mengangguk.
"Aku tidak tega untuk menolaknya," kata Xion dan Naara hanya ber-oh ria menanggapinya.
"Kau sudah berbicara dengan bibimu mengenai study banding kita, yang ditawarkan oeh Mr. Kellan?" tanya Xion.
Naara duduk di salah satu kursi yang ada di koridor kampusnya sambil menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Xion.
"Aku belum mengatakan apa pun," kata Naara sambil memilin jarinya.
Pria bermata sipit itu dengan cepat mengambil tempat duduk di samping Naara. "Kenapa? Bukankah itu gratis? Kita tidak mengeluarkan sepeser pun uang untuk belajar di sana," kata Xion.
Naara memandang lekat Xion dengan ekspresi bingung dan penuh pertimbangan.
"Aku tidak ingin membebani paman dan bibiku untuk membiayai hidupku selama tiga bulan di Berlin. upah pemotretanku baru akan dibayar setelah dua bulan ke depan, minggu lalu aku sudah membelanjakan upah kerja paruh waktuku untuk membeli beberapa buku," ungkap Naara.
Xion menggenggam telapak tangan Naara dan perlakuan itu membuat jantung Naara kebat kebit.
"Aku akan membantumu selama di Berlin. Tidak perlu risau, Naara sayang," ucap Xion lembut.
"Aku tidak ingin belajar sendirian di sana. Aku akan rindu berat jika berjauhan darimu. Aku akan membantumu berbicara dengan paman dan bibimu jika mereka tidak mengizinkanmu,"
"Di sana kita akan mendapatkan teman-teman baru serta pengalaman baru. Oh, ayolah bersemangat. Bukankah kau sangat bermimpi bisa mencicipi kuliah di kampus terbaik di Negara itu, apalagi ini secara gratis," bujuk Xion.
Naara berdecih. "Kau pintar sekali merayu dan menghasut orang. Bukankah kau ingin tebar pesona di sana?" sindir Naara.
Xion menarik hidung Naara membuat gadis itu mendelik kesal. "Kau cemburu? Kau takut tersaingi? Oh, come on, kau selalu berada di tempat paling istimewa di hatiku, Naara sayang,"
"Ucapanmu menjijikkan sekali." Naara pura-pura bergidik geli padahal di dalam hatinya senang bukan kepalang mendengar ucapan Xion.
"Jadi, kau mau 'kan, terima tawaran itu?" rengek Xion.
Naara tertawa geli melihat tingkah konyol Xion yang kekanakan padanya.
"Kita lihat saja nanti," ucap Naara akhirnya.
Setelah berbicara dan berdiskusi panjang dengan paman dan juga bibinya. Naara memutuskan untuk menerima tawaran yang diberikan Mr. Kellan.
Di luar dugaan, keluarganya itu begitu antusias dan semangat mendengar jika Naara mendapatkan kesempatan langka itu. Mereka segera pergi ke Berlin dengan mengendarai mobil Kenneth, paman Naara dan mencari tempat tinggal untuk Naara selama di Berlin nanti. Meskipun bukan sebuah apartemen mewah yang disewakan, melainkan hanya sebuah flat kecil sederhana, tapi cukup membuat Naara bahagia serta begitu berterima kasih.
Frei Universitat Berlin, menjadi universitas terpilih yang akan menjadi tempat belajar Naara dan Xion selama tiga bulan ke depan. Sungguh bagi Naara ini adalah kesempatan emas yang tidak bisa dirinya sia-siakan. Untuk bisa masuk ke universitas ini dengan jalur beasiswa tentu harus melewati perjalanan yang sulit. Sedangkan kali ini, dirinya diberikan kesempatan gratis oleh Universitasnya untuk merasakan pendidikan di sana. Bagaikan mimpi yang jadi kenyataan.
"Wow ... rasanya seperti mimpi bisa menginjakkan kakiku kemari. Amazing place!" seru Naara antusias saat memasuki gedung kampus yang cukup besar dan megah.
"Kenapa harus tiga bulan kita di sini. Seharusnya kita berada di sini sampai lulus saja. Aku akan terlihat begitu keren pastinya," ucapan Xion membuat Naara memukul lengan Xion cukup keras.
"Dengar, ini semua lebih dari cukup untuk kita berdua. Jadi, simpan saja keluhanmu itu, pria tukang tebar pesona," kata Naara memperingati Xion.
"Baiklah, Naara sayang," ucap Xion yang lagi-lagi membuat jantung Naara berdebar tak karuan.
Mereka berdua berjalan mengikuti arahan sebuah peta kampus yang dipegang oleh Naara. Akhirnya mereka sampai di perpustakan sesuai arahan dari kampus asalnya.
Keduanya ternyata di sambut baik oleh salah seorang mahasiswi yang sudah menunggu kedatangan keduanya. Seorang gadis cantik berambut kuning kecokelatan dan memiliki lesung pipi melemparkan senyum ramah lalu menghampiri Naara dan juga Xion.
"Hai ... kenalkan, aku Stephanie, kalian bisa panggil aku Hanie. Kalian berdua Naara Kiva dan Tibra Xion, bukan?" Mahasiswi cantik itu memperkenalkan dirinya.
Naara segera menjabat tangan Hanie sambil tersenyum.
"Halo, aku Naara Kiva. Kau bisa memanggilku Naara. Senang berkenalan denganmu, Hanie," ucap Naara.
"Aku Tibra Xion, panggil aku Xion. Senang berkenalan denganmu." Xion ikut memperkenalkan diri.
"Aku mahasiswa yang dipilih oleh pihak kampus untuk mengajak kalian berdua berkeliling, memperkenalkan kampus ini," jelas Hanie.
Mereka bertiga memulai mini tour di kampus itu. Hanie menjelaskan dengan detail setiap sudut kampus dengan semua informasi yang ia ketahui. Ia berharap Naara maupun Xion tidak tersesat nantinya jika mereka berjalan sendiri untuk mencari ruangan belajar.
Kampus itu begitu luas dan sedikit membingungkan untuk orang baru seperti Naara dan Xion, tapi sebisa mungkin mereka mengingat-ingat semua tempat di sana.
Setelah hampir empat puluh menit mereka berkeliling, akhirnya Naara menginterupsi ucapan Hanie.
"Hanie, apa ada toilet di sekitar sini?" tanya Naara membuat Hanie dan juga Xion berhenti sejenak.
"Oh, tentu saja. Letaknya tidak jauh dari sini. Kau bisa berjalan melewati dua ruangan itu dan belok kiri. Apa kau ingin aku temani saja?" jawab Hanie pada Naara.
"Lebih baik kau temani saja Naara. Dia sering tersesat bahkan di kampus Bonn saja, dia sering tersesat. Dia itu suka lupa ingatan," canda Xion yang dihadiahi pukulan kecil dari Naara pada pundak pria itu.
"Baiklah, kalau begitu kami ke toilet dulu." Hanie mengapit lengan Naara seakan mereka sudah berteman lama tanpa canggung.
"Jangan ke mana-mana, duduk manis di sini saja. Aku dan Hanie hanya ke toilet sebentar dan ingat berhentilah tebar pesona." Naara memberi peringatan pada Xion yang membuat Hanie tertawa.
Toilet mahasiswa di sana cukup luas, besar, dan sangat bersih membuat Naara berdecak kagum saat kakinya melangkah masuk ke dalam. Jarak antara wastafel dan juga bilik ruang toilet cukup lebar.
"Toilet terbaik yang pernah aku lihat," gumam Naara dan Hanie hanya tersenyum mendengarnya.
"Aku akan menunggumu di sini," kata Hanie sambil mencuci tangan di wastafel dan Naara berjalan menuju pintu toilet.
Namun, belum sampai kakinya melangkah masuk ke dalam bilik salah satu toilet, alangkah terkejutnya ia menemukan pemandangan tidak senonoh yang membuat matanya ternodai.
Seorang wanita sedang berjongkok di depan tubuh jangkung seorang pria. Tidak sengaja mata pria itu dan Naara bersitatap. Pria itu hanya berdiri menyandar di dinding dengan menampilkan raut wajah bosan. Naara menggeleng dan mundur perlahan sambil menormalkan kinerja jantungnya yang berdetak kuat bahkan jika bisa melompat, jantungnya sudah keluar dari tempatnya.
Pria itu menyingkirkan kepala wanita yang sedang berjongkok di depannya dan mengambil tisu serta menutup cepat resleting celana jeans-nya saat Naara berjalan tergesa ingin meninggalkan tempat itu.
"Pria sinting!" umpat Naara dan Hanie terkejut saat Naara menariknya paksa ke luar toilet.
"Hei ... keep calm, Naara. Ada apa sebenarnya?" Hanie berganti menarik paksa lengan Naara agar mereka berhenti sejenak. Wajah Naara memerah menahan kekesalannya.
"Di dalam sana ada seorang pria. Oh yang benar saja. Dan dia sedang bertindak mesum dengan wanitanya. Ya Tuhan, mataku ternodai. Sialan sekali," jelas Naara dengan sedikit gemetar.
Hanie menoleh ke belakang dan mendapati seorang pria yang begitu populer di Berlin sedang menatapnya, bukan! Menatap Naara sepertinya yang sudah mengganggu aktivitasnya.
"Aderaldo ..." gumam Hanie.
"Kau melihat pria itu?" bisik Hanie dan Naara menoleh ke belakang mendapati seorang pria yang ia lihat di dalam toilet tadi dan sesegera mungkin Naara membuang wajahnya menoleh arah lain.
"Iya. Pria mesum, sialan!" umpat Naara lagi.
"Jangan sampai kau berurusan dengannya. Sebisa mungkin lebih baik kau abaikan saja, apa yang kau lihat saat dia melakukan aktivitas apa pun itu," nasihat Hanie pada Naara.
"Memangnya siapa dia?" tanya Naara polos.
"Kau tidak tahu siapa dia? Kau yakin? Aku pikir dia orang yang terkenal bahkan lebih terkenal dirinya dibanding aktor top negara ini." Naara menggeleng tidak paham.
"Dia Aderaldo Cetta Early. Mahasiswa yang baru saja lulus Magister International Business Management yang sepertinya akan melanjutkan ke study S3 dan sekaligus seorang pengusaha muda yang populer. Kekayaannya berlimpah ruah, ditambah fisik yang mendekati kata sempurna. Banyak sekali wanita yang dekat dengannya, hanya saja tidak ada yang bertahan lebih dari tiga hari. Ia tidak suka dibantah dan juga kasar. Untuk itu, lebih baik menghindarinya dibanding mencari perkara dengannya," jelas Hanie detail.
Naara menggeleng tidak percaya. "Seperti tidak ada pilihan pria lain saja,"
"Banyak, tapi tidak ada yang lebih tampan, pintar dan kaya seperti Aderaldo," jawab Hanie.
"Apa kau juga salah satunya?" tanya Naara.
"Dulu ya, sekarang tidak lagi. Karena aku yakin, aku bukan tipe wanita pilihannya," kata Hanie santai.
"Kau harus berhati-hati agar tidak ikut jatuh cinta padanya." Hanie memperingatkan Naara.
"Hah? Aku? Tidak akan. Aku tidak akan jatuh cinta padanya. Ada pria lain yang jauh lebih menarik dibanding dia. Pria mesum itu sama sekali jauh dari tipeku," jawab Naara.
"Hmm ... benarkah? Apa karena kau sudah memiliki Xion, jadi kau berbicara seperti ini," tebak Hanie.
Naara salah tingkah dan sedikit gugup, sedangkan Hanie menyadari perubahan ekspresi Naara.
"Mari kita lupakan pembicaraan ini. Xion pasti sudah bosan menunggu kita." Naara mencoba mengalihkan pembicaraan mereka.
Hanie memakluminya dan mengangguk. Keduanya kembali berjalan menuju tempat mereka meninggalkan Xion sendirian.
Pria bertatapan mata tajam yang aktivitasnya terganggu tadi, berdiri menyandar di dinding menatap punggung wanita yang menurutnya cocok untuk menjadi target mainan barunya.
"Wajah yang tidak pernah kulihat sebelumnya dan sepertinya bisa kujadikan mainan baruku. Mari bersenang-senang nanti," gumam Aderaldo dengan senyum miring di wajah tampannya.
Tidak ada permintaan yang tidak dikabulkan oleh kedua orang tua Sally Beatrice pada anak semata wayangnya itu. Kali ini, Sally Beatrice menginginkan sebuah pulau pribadi di salah satu negara Yunani, lengkap dengan segala fasilitasnya kepada kedua orang tuanya. Namun, untuk kali ini pula kedua orang tua Sally, Peter dan Liza memberi tantangan untuk Sally menjalankan sebuah misi menjadi seorang maid selama satu bulan di tempat yang sama sekali tidak Sally ketahui. Sally pikir, semuanya akan berjalan dengan sangat mudah dan lancar. Akan tetapi, pertemuannya dengan Roland Filemon, si pria tampan nan absurd itu membuat Sally kelabakan, kehilangan fokusnya. Akankah Sally berhasil menjalankan misi itu sampai akhir? Ataukah Sally menyerah di tengah jalan?
Kianna Augustephie menyukai kakak kelasnya bernama Giorgio Fernandes secara tersembunyi dan menjadikan pemuda itu sebagai tokoh inspirasinya ke dalam sebuah cerita cinta remaja yang dirinya tulis. Giorgio adalah sosok populer di sekolahnya dan memiliki julukan 'cowok ganteng di atas rata-rata' yang membuatnya disukai semua orang. Berbanding terbalik dengan Kianna yang pendiam serta tertutup. Namun, bagaimana jika tiba-tiba Gior justru mendekati Kianna? Memperlihatkan semua tingkah absurdnya. Belum lagi, rayuan gombal mematikan yang membuat Kianna terkejut dan semakin jatuh cinta pada pemuda itu. "Kata orang kesempatan itu gak datang berkali-kali, tapi kalo elo, selalu datang berkali-kali dalam pikiran gue, Ki." "Beribu-ribu ular di sawah, hanya satu yang berbisa. Beribu-ribu cewek di sekolah, hanya Kianna yang gue suka." Seperti itukah sifat asli Gior? Mengapa Gior mendekati Kianna? Apakah cerita cinta yang Kianna tulis akan menjadi kenyataan?
WARNING 18+ ( yang belum cukup umur, mending jauh-jauh daripada Ngompol!) Keras kepala, egois dan memiliki gengsi begitu tinggi adalah penggambaran yang paling pas untuk seorang arsitek cantik berdarah campuran Korea Selatan dan Inggris bernama Amanda Altakendra. Wanita yang bertahun-tahun terjebak dalam masa lalu cinta yang kelam membuatnya begitu membentengi diri agar tidak jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Kelap malam dan wine menjadi awal kisah pertemuannya dengan seorang pria triliuner, pemilik Archelaus Corp, salah satu perusahaan raksasa di New York, Darko Dio Archelaus. Pria miskin ekspresi yang begitu memuja Amanda, berusaha melakukan apa pun demi mendapatkan wanita itu untuk menjadi pendamping hidupnya. Akankah Darko berhasil menakhlukan hati Amanda? Akankah Amanda berhasil keluar dari labirin masa lalunya?
Warning 18+, bacaan khusus dewasa!! Tiba-tiba dicium pria asing lalu diklaim sebagai calon istrinya di depan semua orang, dilamar diacara pertunangan sahabatnya, dan masih banyak hal-hal mengejutkan lainnya yang dilakukan Augfar pada Clarista. Pria tampan, dan memiliki segalanya memilih untuk menjaga dirinya agar tidak terkena skandal "Mantan" selama duduk di bangku SMA sampai pada akhirnya ia bertemu kembali sosok cinta pertamanya, Clarista. Cerita cinta yang manis dan penuh kejutan menghiasi perjalanan kisah Augfar dan Clarista. Temukan jawabannya hanya di Real or Dream.
Fobia terhadap hubungan sex ( Genophobia ) membuat Zeline Zakeisha harus merelakan kisah cintanya selalu kandas karena ditinggal kekasihnya selingkuh. Para sahabatnya mengambil inisiatif untuk mendaftarkan Zeline pada sebuah situs kencan online bertaraf Internasional dengan syarat ketika ia mendapatkan kekasih di situs tersebut, Zeline harus berani melawan penyakit Genophobianya. Situs tersebut berhasil membuat Zeline mengenal sosok seorang pria yang berada di Negara yang cukup jauh dari tempat tinggalnya saat ini. Indonesia - New York. Pria tampan dengan sejuta kejutan. Lelah karena dibohongi oleh beberapa mantan kekasihnya yang hanya menginginkan materinya, Ricardo Fello Daniello, seorang Triliuner muda New York memilih untuk mencari pasangan lewat sebuah situs kencan online Internasional. Bukan putus asa, hanya saja ia merasa bisa menilai wanita mana yang tulus atau hanya menginginkan materinya semata. Wanita slow respon yang berada di sebuah negara Asia Tenggara, tepatnya Indonesia, mampu mencuri perhatiannya dan membuat perasaannya jungkir balik. Akankah jarak menjadi penghalang kisah cinta mereka? Bagaimana akhir dari lika liku panjang cinta jarak jauh yang mereka jalani? Akankah takdir mempersatukan mereka berdua?
Good looking, kaya raya, cool, pengertian dan nyaman adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk menjadi kekasih seorang Xavera Grizelle. Karena persyaratan sempurna itulah membuat Xavera sampai usia hampir kepala 3 belum menemukan jodohnya. Kurang satu syarat saja, Xavera rela memutuskan hubungannya. Pertemuan Xavera dengan Tezza, seorang mahasiswa tingkat awal yang baru saja lulus dari SMA membuat wanita itu tiba-tiba kembali bersemangat. Ia akan mengerahkan semua kemampuan yang dimilikinya untuk mengejar hati Tezza, si pria muda yang diyakini oleh Xavera sebagai jodohnya. Akankah Xavera terus berlari mengejar hati Tezza dan mendapatkannya?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
"Kau pikir aku mau menjadi istrimu?" Rose tertawa mencemooh. "Not in milions time." "Ya, Rose. Kau akan menggantikan Rosa! Aku tidak butuh dirimu menjadi istriku karena aku hanya perlu kau berdiri di sana menggantikan Rosa!" Ucapan Robert penuh penekanan. "Kau tahu apa yang terjadi jika menolakku? Pertama, aku akan menjaukan Kenzie dari jangkauanmu, kedua, aku akan membuat Romeo ayahmu di deportasi, ketiga, aku akan menjual dirimu ke rumah bordil!"
Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Selama dua tahun, Brian hanya melihat Evelyn sebagai asisten. Evelyn membutuhkan uang untuk perawatan ibunya, dan dia kira wanita tersebut tidak akan pernah pergi karena itu. Baginya, tampaknya adil untuk menawarkan bantuan keuangan dengan imbalan seks. Namun, Brian tidak menyangka akan jatuh cinta padanya. Evelyn mengonfrontasinya, "Kamu mencintai orang lain, tapi kamu selalu tidur denganku? Kamu tercela!" Saat Evelyn membanting perjanjian perceraian, Brian menyadari bahwa Evelyn adalah istri misterius yang dinikahinya enam tahun lalu. Bertekad untuk memenangkannya kembali, Brian melimpahinya dengan kasih sayang. Ketika orang lain mengejek asal-usul Evelyn, Brian memberinya semua kekayaannya, senang menjadi suami yang mendukung. Sekarang seorang CEO terkenal, Evelyn memiliki segalanya, tetapi Brian mendapati dirinya tersesat dalam angin puyuh lain ....