Bacaan dewasa Pertemuan karena ingin membalas dendam kepada penyebab kematian sang adik, menimbulkan bibit-bibit cinta yang tak pernah disadarinya. Dirham Assegaff(29 tahun) terjebak dalam permainan dendamnya pada Dinar Azalea(20 tahun). Siapa sangka dendam yang dipupuknya selama ini, telah memakan diri. Ia mengambil jalan yang salah saat dikuasai amarah. Demi membalas sakit hati keluarganya, ia nekad menodai seorang gadis suci. Benih bercambah, Dinar terpaksa harus menghilangkan diri untuk menutupi malu karena hamil tanpa suami. Ia harus mati-matian mencari sesuap nasi dan mempertahankan anak yang mulai dicintai. Hatinya diliputi rasa benci. Pertemuan tanpa sengaja, kembali membawa mereka pada pusaran peristiwa. Rasa ingin memiliki keduanya membawa Dirham pada sebuah tawaran. Menikah. Tapi kehadiran cinta pertama Dirham sekali lagi membuat hati rawan Dinar terluka. Mampukah Dirham memiliki darah dagingnya sendiri? Akankah dendam itu berganti cinta jika hati masih dimiliki oleh cinta pertama?
"Saya mau dilayani dia," Seorang pria berwajah tampan dengan mata ditutup dengan kaca mata hitam sedang berbicara dengan seorang pelayan restoran. Dagunya dimajukan menunjuk satu arah.
Pria itu masih duduk di tempatnya, tangan dilipat di dada sambil matanya tak lepas dari memandang seorang pelayan yang sedang mengambil order di meja ujung.
"Sebentar ya, pak."
"Hmmmm." Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Delia melangkah menyusul Dinar yang juga baru selesai mengambil order dari pelanggan di meja 15.
Delia menghampiri Dinar yang baru saja meninggalkan meja paling ujung. Mereka berjalan menuju ke meja catering dan meletakkan kertas orderan dari meja para pelanggan itu disebuah papan kecil dan ditancapkan dengan paku yang sudah di khususkan untuk kertas orderan.
"Di, meja nomor 3 minta kamu yang ambil orderan." Delia berbisik pada Dinar.
"Tadi kan kamu sudah di meja itu, Del."
"Tapi dia nggak mau order dulu, nunggu kamu katanya."
Kening Dinar berkerut, heran dengan permintaan pelanggan itu, tidak biasanya seperti ini.
"Udah pergi sana, ingat pembeli itu raja."
"Heran aja sih, nggak biasanya ada pelanggan memilih."
"Naksir kamu mungkin."
"Lagi lah nggak mungkin. Aku ke sana dulu."
Delia mengangguk membiarkan Dinar pergi menuju meja nomor 3.
Kaki diatur menuju ke meja nomor 3, dadanya agak berdebar melihat sosok pria muda memakai kaca mata hitam sedang duduk tegak fokus pada HP di tangan.
"Selamat siang pak, sudah buat pesanan? silahkan bapak bisa melihat daftar menu di sini."
Dinar menyodorkan buku menu kepada pria itu dengan sopan.
Dirham yang dari tadi mencuri pandang pada Dinar lewat kacamata hitamnya tersenyum sinis. Ini rupanya dia.
Sudah tersusun banyak rencana di kepalanya saat pertama kali melihat sosok gadis yang selama ini dicari dan diselidiki.
Hatinya ingin marah ketika mengingat kejadian 6 bulan yang lalu, tidak bisa dibiarkan. Semua harus terbalaskan.
"Pak, silahkan." tersentak dengan suara gadis didepannya membuat tangan kanan Dirham menyenggol gelas kaca berisi air putih di depannya. Gelas itu jatuh ke lantai.
PRANG!!!!
Dinar tersentak.
Dia gugup dan gemetar.
"Maaf pak, saya nggak sengaja mengagetkan bapak, biar saya bersihkan."
Dirham hanya kaku menatap kepergian Dinar, tangannya mengambil beberapa lembar tisu di atas meja, dia menunduk sedikit membersihkan percikan air yang mengenai kain celana bagian bawahnya. Dinar sudah berdiri di sebelah pecahan kaca di lantai sambil membawa sapu dan serokan sampah. Dirham hanya diam memperhatikan tangan gadis itu cekatan mengambil semua pecahan kaca di lantai satu persatu.
"Auch," Jari tangan Dinar berdarah terkena pecahan kaca yang mau di ambil.
"Are you okay?"
Dirham bersuara melihat Dinar meringis kesakitan.
"Iya pak saya, saya nggak apa-apa."
Reflek tangan Pria itu meraih selembar tisu dan dia duduk jongkok di samping Dinar, tangan gadis itu dipegang lalu jari yang berdarah diusap pakai tisu.
"Hati-hati."
"Sudah pak, biar saya buat sendiri, terima kasih."
Dinar gugup menerima perlakuan dari pelanggan baru tempatnya bekerja itu.
Dia segera berdiri, tidak mau menarik perhatian pelanggan lainnya.
Dinar membawa sapu dan serokan berisi pecahan kaca itu kebelakang. Beberapa menit kemudian dia kembali di meja Dirham berada.
"Saya pesan salmon scrambled dua porsi ya, minumnya ice lemon tea dua dan machiato 1."
"Baik pak, dalam 5-10 menit siap."
"Oke."
Delapan menit berlalu, Dinar datang membawa nampan berisi pesanan Dirham.
"Duduk dan temani saya makan." Dinar kaget, pasti dia salah dengar.
"Silahkan menikmati, pak."
"Kan saya bilang duduk temani saya makan."
Eh! siapa dia, seenaknya saja suruh-suruh orang.
"Maaf pak ini jam istirahat saya."
"Ini jam makan siang mu, kan?"
"Saya masih banyak kerja di belakang sebelum break, pak."
Dirham memanggil Edo yang kebetulan lewat di sebelahnya. Edo berhenti di samping Dinar, sorot matanya seolah bertanya, 'ada masalah apa?'. Dinar sudah berdebar dari tadi ini di tambah lagi Edo yang datang. Aduuuh! masalah bener.
"Maaf, bisa saya ketemu dengan supervisor di sini?"
"Saya sendiri pak, ada masalah apa ya?"
"Wah, kebetulan. Jam makan siang staf anda ini jam berapa?"
Edo mengerutkan dahi, aneh dengan pertanyaan dari pria berkarisma di depannya.
"Ini memang jam Dinar break, pak."
"Tuh kan? berarti tidak masalah kan kalau dia saya traktir lunch sekarang. Dia teman saya."
"Itu bisa bapak bicarakan dengan orangnya, Dinar Azalea, kamu bisa break sekarang, permisi pak."
Dinar mengangguk dan Edo pamit pada Dirham dia menuju ke dapur tempat para staf melakukan kesibukan masing-masing.
Teman?
Sejak kapan?
Dinar masih diam, matanya meliar mencari alasan yang bisa dipakai untuk menghindar. Kenal juga tidak, kenapa pria ini bersungguh-sungguh mengajaknya makan bareng. Perasaannya jadi tidak enak.
"Jangan banyak berfikir dong, aku cuma mau menebus rasa bersalah ku tadi, gara-gara aku jarimu terluka."
"Tapi pak kita tidak saling kenal," Dinar masih berdiri memeluk nampan di dadanya.
"Jadi, mari kita kenalan. Aku Dirham."
Dirham mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh gadis di depannya. Dinar enggan menyambut uluran tangan itu. Tapi dia melihat beberapa mata sudah memperhatikan mereka berdua.
Dengan berat hati Dinar menyambut uluran tangan Dirham, sedikit gemetar, meski mata pria itu di tutup dengan kaca mata hitam tapi dia bisa merasakan mata itu tajam menatapnya.
"Saya Dinar, Dinar Azalea."
Tangan di tarik segera setelah memperkenalkan diri. Dirham tersenyum manis.
"Duduklah, aku traktir kamu lunch. Kita berteman sekarang."
Dinar hanya diam, tidak menggeleng ataupun mengangguk tapi ia duduk juga akhirnya.
"Tangannya masih sakit?"
"Sudah tidak lagi, pak."
"Aku kelihatan tua ya?"
"Emmmmm, tidak pak."
"Jangan panggil saya bapak please, saya jadi kek ngobrol dengan anak sendiri." Senyum terbit di bibir Dirham, terasa lucu dengan kalimatnya sendiri.
"Mari makan."
Dirham meletakkan satu piring salmon scrambled dan gelas berisi air minum di depan Dinar. Dalam hati Dinar membaca bismillah sebelum memulai makan.
"Sudah lama kerja disini?"
"Lumayan, sudah mau setahun."
"Asli dari mana, atau orang Jakarta sini?"
" dari Jogja."
"Orang Jogja rupanya."
"Iya, Anda?"
Dinar memberanikan diri. Dirham tersenyum kecil, dalam hatinya bersorak riang.
Yes! umpan mengena.
Dasar perempuan murahan.
"Aku asli sini, tapi ayah ada campuran darah Arab, dan ibu campuran darah Itali."
Pantesan saja seperti bukan asli orang sini. Tentu saja ucapan itu cuma dalam hati Dinar.
Selesai makan, Dinar membersihkan meja dan hanya disisakan cawan machiato saja.
Dia mengucapkan terima kasih kepada Dirham.
Pria itu tersenyum penuh misteri.
Dinar berkerja lagi seperti biasa. Pertemuan dengan Dirham tadi memang sempat mengganggu pikirannya, tapi dia segera buang jauh semua pikiran tentang pria itu. Mungkin benar semua tadi hanya untuk menebus rasa bersalahnya saja.
Sementara Dirham melangkah dengan penuh kemenangan, keluar dari restoran itu.
"Ya, dan tetap awasi pria itu."
HP dimatikan setelah memberi perintah kepada lawan bicara di talian.
Pintu mobil dibuka.
Dia duduk di tempatnya.
Stereng diputar.
Senyum sarkastik mengembang di bibir.
"Sebentar aja lagi." Gumamnya pelan sambil melihat cermin pandang belakang.
"Sekali menjadi milikku, maka kau akan tetap jadi milikku, Sayang. Karena aku pria pertama dan terakhirmu." Alex Rayyan. Seorang dokter yang akan tetap mencintai wanita bernama Rania, meskipun mereka sudah berpisah. Pernikahan kedua Rania bersama Harris, disangka bahagia, tapi masalah anak jadi punca ia dimadu oleh sang suami. Perempuan mana yang kuat jika suami tertangkap khalwat dengan wanita lain, apalagi itu mantan tunangannya. Rania menyerah, ia akur dengan nasib diri. Tapi, konspirasi madu dan mertuanya membuat ia benar-benar harus dicerai sekali lagi. Mampukah Rania Hani bangkit dari luka hatinya? Bisakah Alex Rayyan menunaikan janji sucinya pada sang mantan isteri?
Kerap kali dihina dan ditekan dalam keluarga, membuat Karmila bangkit dengan caranya sendiri. Saat ini dia bukan lagi wanita lemah yang hanya bisa menuntut belas kasih dan nafkah dari sang suami. Pun penghinaan ibu mertua serta keluarga iparnya menjadikan pelecut dirinya agar bisa maju dan hidup lebih baik. Suami baik, mertua baik, biar aku saja yang jahat. Akan kubuktikan pada kalian, bahwa aku bisa menjadi wanita sukses dengan jalan yang tak disangka-sangka. Bagaimana perjuangan Karmila yang merajut harapan dan cita demi anak-anaknya dengan memanfaatkan barang-barang bekas, menyulapnya jadi kreasi yang indah dan bernilai jual tinggi. Akankah dia berhasil mencapai semua mimpinya?
Billy melepas Rok ku, aku hanya bisa menggerakan kaki ku agar Billy lebih mudah membuka Rok ku, sehingga Rok ku terlepas menyisakan celana pendek dan CD di dalamnya. Lalu Billy melepas celana pendek ku dan pahaku terpampang jelas oleh Billy, paha putih mulus tanpa cacat. Billy lulu menelusuri pahaku. Aku hanya bisa menikmati dengan apa yang billy lakukan padaku.
Hari itu adalah hari yang besar bagi Camila. Dia sudah tidak sabar untuk menikah dengan suaminya yang tampan. Sayangnya, sang suami tidak menghadiri upacara tersebut. Dengan demikian, dia menjadi bahan tertawaan di mata para tamu. Dengan penuh kemarahan, dia pergi dan tidur dengan seorang pria asing malam itu. Dia pikir itu hanya cinta satu malam. Namun yang mengejutkannya, pria itu menolak untuk melepaskannya. Dia mencoba memenangkan hatinya, seolah-olah dia sangat mencintainya. Camila tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah dia memberinya kesempatan? Atau mengabaikannya begitu saja?
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Setelah tiga tahun menikah, Becky akhirnya bercerai dengan suaminya, Rory Arsenio. Pria itu tidak pernah mencintainya. Dia mencintai wanita lain dan wanita itu adalah kakak iparnya, Berline. Suatu hari, sebuah kecelakaan terjadi dan Becky dituduh bertanggung jawab atas keguguran Berline. Seluruh keluarga Arsenio menolak untuk mendengarkan penjelasannya, dan mengutuknya sebagai wanita yang kejam dan jahat hati. Rory bahkan memaksanya untuk membuat pilihan: berlutut di depan Berline untuk meminta maaf, atau menceraikannya. Yang mengejutkan semua orang, Becky memilih yang terakhir. Setelah perceraian itu, Keluarga Arsenio baru mengetahui bahwa wanita yang mereka anggap kejam dan materialistis itu sebenarnya adalah pewaris keluarga super kaya. Rory juga menyadari bahwa mantan istrinya sebenarnya menawan, cantik, dan percaya diri dan dia jatuh cinta padanya. Tapi semuanya sudah terlambat, mantan istrinya tidak mencintainya lagi .... Namun, Rory tidak menyerah dan tetap berusaha memenangkan hati Becky. Apakah Becky akan goyah dan kembali ke sisinya? Atau akankah pria lain masuk ke dalam hatinya?