Unduh Aplikasi panas
Beranda / Sejarah / The Crimson Kimono of Michiko
The Crimson Kimono of Michiko

The Crimson Kimono of Michiko

5.0
5 Bab
4 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Aku, Michiko, seorang Geisha terkenal, selalu menyadari bahwa dunia hiburan ini dipenuhi godaan para donatur dan intrik mematikan. Persaingan sengit antar sesama Geisha membuatku selalu waspada. Namun, di balik riasan tebal dan senyum yang selalu kupasang, tersimpan kesepian yang mendalam-kesepian yang hanya terobati oleh kehadiran Abi Satya. Suatu hari, aku bertemu Abi Satya, seorang budak dengan senyum yang menenangkan. Cinta kami, seperti bunga teratai yang mekar di tengah lumpur, tumbuh subur. Namun, kebahagiaan itu hanya sementara. Tuan Muda, majikan Abi Satya, yang selama ini diam-diam mengagumiku, mengetahui hubungan terlarang kami. Bukan hanya kecantikan, tetapi juga keanggunan dan kecerdasanku menarik perhatiannya. Ia terobsesi padaku, menginginkan aku sepenuhnya. Suatu sore yang mencekam, ia memerintahkan anak buahnya untuk mencambuk Abi Satya hingga tak berdaya di hadapanku. Jeritanku menggema, membelah kesunyian sore itu. Sementara aku hanya bisa menyaksikan, tanpa tahu harus berbuat apa. Kesepian yang dulu pernah terobati kini kembali mencengkeramku, lebih dalam dan lebih pedih. Aku meratapi kematian Abi Satya, cintaku yang direnggut paksa. Kini, aku, Michiko, menjadi tawanannya. Namun, aku tidak akan menyerah. Aku mengandalkan kecantikan dan kecerdasanku untuk menjadi senjata. Dalam masa tawanan ini, aku akan mempelajari kebiasaan dan kelemahannya. Merajut rencana, menggunakan setiap kesempatan, untuk membalas dendam, dan mendapatkan keadilan untuk Abi Satya. Ia mungkin telah merebut cintaku, tetapi ia tidak akan pernah merebut jiwaku."

Bab 1 Tawanan Cinta

"Apa yang kau pikirkan, Michiko! Lihatlah dia! Pria itu hanyalah seorang budak dari negeri antah-berantah bernama Indonesia. Dia tidak pantas untukmu. Hanya akulah yang pantas! Pewaris Bangsawan Fukuyama!" Sembur Josef, amarahnya meluap. Pria itu meremas daguku, memaksa wajahku untuk menghadapnya.

Wajahku lurus tak berekspresi, aku tidak peduli dengan apa yang dia katakan. Pandanganku justru menyimpang ke samping, di mana Abi Satya tertahan oleh dua pengawal itu. Kepala pria itu berdarah, namun tatapannya tetap tertuju padaku. Penuh cinta.

Aku mencintainya. Sangat. Tetapi pria di hadapanku ini... simbol dari kata 'Keparat'. Dia telah memisahkan cinta kami dengan begitu kejamnya.

Seketika, emosi membakar diriku. Rasa panas itu menjalar dari ulu hati, hingga tengkukku terasa berat. Dan sensasi itu mendorongku untuk meludahi wajahnya. Aku ingin mengungkapkan betapa jijiknya aku padanya.

Pria itu tersenyum miring. Sebelum akhirnya, dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Lali menamparku begitu kerasnya. Akibatnya, tubuhku terhuyung ke belakang, dan kepalaku pening. Namun, timbul sedikit rasa puas dalam diriku.

"Kau itu hanya seorang Geisha! tak lebih dari seorang wanita bayaran. Kau seharusnya senang, karena aku tertarik padamu. Kau bahkan bisa mendapatkan anugerah dengan menjadi, Selirku!" Josef menudingku dengan marah. Lalu berteriak, "Ambilkan cambuk!"

Hatiku mencelos saat dia kembali menatapku dengan senyum pongahnya. "Kau yang memintaku untuk menyiksa kekasihmu, Sayang. Saksikanlah... Pria ini akan mati di depan mata cantikmu."

"Jangan!" teriakku spontan.

Kedua pengawal itu langsung mengikat tangan Abi, dan memaksanya setengah berdiri. Josef berjalan dengan cambuk mengerikan di tangannya. Dia bersiap berdiri di belakangnya. Aku pun berusaha berdiri, namun pusing akibat tamparan tadi membuatku limbung. Yang bisa kulakukan hanya berteriak histeris, memohon pengampunan untuk Abi.

"Tidak! jangan, Josef. Siksa aku saja, lakukan apa pun padaku. Kumohon jangan sentuh dia!"

Josef melirikku, tersenyum miring. Dia tidak peduli dengan permohonanku. Dia mencambuk Abi Satya tanpa ampun. Suara lecutan cambuk itu terdengar menyakitkan. Aku hanya bisa tergugu, menangis seperti orang bodoh saat melihat kekasihku disiksa. Abi... dia tak mengeluh, tak juga memohon ampun. Dia hanya berdiri diam, menatapku dengan senyum lebarnya.

Cih, dasar pria bodoh! Aku saja sudah merasa setengah mati hanya dengan melihatnya, apalagi dia! punggungnya pasti sudah penuh luka.

"A-bi... cin-ta... I-chi..." Abi menggerakkan bibirnya tanpa suara, mengucapkan kode kita dalam bahasa kami. Sedetik kemudian, matanya terpejam.

"Abi!" jeritku kembali. Aku berjalan terseok-seok ke arahnya, memeluk dan mencium wajahnya. Aku tak peduli lagi dengan rasa pusing yang masih terasa.

"Tidak! aku mohon, Abi... bangunlah. Jangan tinggalkan aku sendiri. Tolong, Abi, bangun!" Pintaku tersedu-sedu.

Josef terbahak-bahak, mengejek kami. Bangsawan itu... benar-benar keparat gila. Aku menatapnya dengan tajam, dengan tangan masih terus memeluk Abi.

"Aku tak akan mengizinkan kalian hidup bersama. Baik di kehidupan ini, maupun di kehidupan lain!" Ucapnya penuh percaya diri. "Cepat pisahkan mereka! Lalu, buang budak itu ke sungai. Biarkan dia mati tenggelam. Setidaknya, tubuh itu masih berguna untuk ikan!"

Meskipun aku memeluk tubuh Abi dengan erat, kami tetap bisa dipisahkan. Dengan sisa kekuatan, aku mulai memberontak, dan memukuli salah satu dari pengawal itu. Namun, karena terlalu lemah. Dengan satu dorongan dari pengawal itu. Aku kembali terhuyung dan berakhir terduduk lemas. Walaupun aku terus meneriakkan nama Abi. Mereka tidak peduli. Mereka tetap membawa pergi kekasihku.

"Simpanlah air matamu. Karena kita akan segera menikah!" Josef mendekat, mencengkram daguku untuk menerima ciumannya.

Dengan marah menggigit bibirnya.Darah dari mulutnya merembes pasar bibirku. meninggalkan rasa asin yang aneh. Saat menjauhkan wajahnya, dia kembali tersenyum pongah. Seolah gigitanku hanya suntikan kecil yang tak berarti.

Aku menatapnya penuh amarah. Menunggu tamparan balasan seperti yang dia lakukan tadi. Karena aku akan berpura-pura pingsan jika itu terjadi. Mungkin saja, aku dibuang juga karena hal itu. Namun tidak, Josef hanya mendesis dan menjilati darahnya sendiri.

"Kali ini, aku akan membiarkan sikap liar mu. Aku harap kau tak mengecewakanku di malam pengantin... kita." Ucapnya dengan ekspresi yang membuatku ingin meludahinya lagi.

"Ayo pulang. Pestanya harus meriah." Titahnya sebelum pergi menuju jidōsha.

Jidōsha, kendaraan beroda empat bertenaga mesin. Hanya dimiliki orang kaya raya, termasuk Josef. Pria itu adalah anak dari saudagar kaya. Yang sukses menjalankan bisnis rempah dari luar negeri. Dia juga suami Putri Asuka, adik Kaisar Hōwa-Shinnō. Dari perbedaan ini saja, sudah membuatku tak berdaya. Sungguh, Aku tak berdaya untuk melawannya sekarang. Air mataku menetes deras ketika pengawal menyeretku.

Suatu saat, aku akan membalaskan dendam kita, Sayang. Aku akan menghancurkan bangsawan keji itu.

Janjiku dalam hati saat dipaksa masuk jidōsha. Sepanjang perjalanan, Josef diam, hanya menatap jendela. Syukurlah, dia tak menggangguku. Mungkin ludahku tadi sedikit berpengaruh. Aku juga menatap jendela, merasa kesal karena jidōsha ini melaju pelan, seolah-olah menyuruhku untuk menikmati pemandangan.

Sialan! Mereka semua sialan, keparat! Membawa paksa diriku ke kediaman Bangsawan Fukuyama hanya untuk menjadi Selir!

Sepanjang perjalanan aku hanya bisa memikirkan kemungkinan yang akan menimpa padaku.

Tentang, bagaimana Tuan putri itu akan bereaksi?

Apa yang akan dia lakukan saat melihatku?

Apakah aku akan langsung dibunuh pada saat itu juga?

Sial! Memikirkannya saja membuat kepalaku pening.

Aku menelan ludah saat jidōsha sudah memasuki gerbang depan kediaman Fukuyama. Kuharap, Tuan putri itu akan marah dan mengusirku saja. Itu lebih baik daripada menjadi Selir. Atau mendapat siksaan lainnya.

Namun, harapanku sirna. Ketika melihat wanita itu tersenyum manis menyambut kami. Apakah otaknya sudah rusak? Kenapa dia tersenyum saat suaminya membawa wanita lain?. Aneh! aku harus waspada. Pasti ada yang dibunyikan keluarga ini.

"Suamiku... Spakah dia gadis yang sering kau bicarakan?" tanya Asuka dengan senyum menawan.

"Benar, Asuka. Aku akan menikahinya dua hari lagi. Persiapkan pernikahan kami dengan jamuan terbaik. Undang semua relasi kita. Aku akan sangat mengandalkan mu." Josef berkata santai, seolah hanya berbicara dengan kepala pelayan, bukan istrinya.

Wanita itu mengangguk, menarik senyumnya hingga membuat kedua matanya terpejam. Aku tahu senyum itu, senyum terpaksa. Karena aku juga sering melakukannya, saat melayani tamu hidung belang.

Apakah Musuhku bertambah satu lagi? Seharusnya kau marah saja dan mengusirku. Kenapa kau justru mengangguk dan tersenyum begitu, Nyonya Asuka?

Tanganku mengepal erat. Ingin sekali aku melampiaskan amarah. Tetapi aku tidak boleh gegabah. Demi rencana balas dendam, aku harus menjaga mulutku. Aku harus menang dalam permainan takdir ini. Diam adalah pilihan bijak untuk saat ini.

"Bawa Nona Michiko pergi ke taman teratai. Dia akan tinggal di sana untuk sementara waktu. Aku tak ingin ada berita buruk merusak citraku." Titah Josef pada pelayan.

Kedua pelayan yang berada di belakang Asuka pun mengangguk. Mereka memberi isyarat untuk mengikuti mereka. Aku dibawa menuju ke bagian sayap kiri mansion. Kami melewati taman dengan bunga krisan. Lalu melewati kolam ikan koi yang cukup besar. Di tengah kolam itu terdapat jembatan kecil yang sedikit melengkung ke atas. Di samping kolam itu juga terdapat dua pohon matsu yang berhadapan. Begitu besar dan rindangnya hingga bisa membingkai kolam itu. Karena terlalu indah, Aku sampai hampir melupakan hal buruk yang baru saja aku lalui.

Kedua pelayan itu berhenti, tepat di sebelah barat kolam. Ruanganku berada di sana.

"Nona, Anda bisa beristirahat di ruangan sini. Tempat ini, adalah tempat favorit Nyonya Asuka untuk memandang bulan. Beliau memberikan yang terbaik untuk Anda. Silakan beristirahat. Nanti akan ada yang menjemput Anda untuk makan malam."

Aku mengangguk mengerti. Kemudian kedua pelayan itu membungkuk dan berlalu pergi. Aku melangkah masuk ke dalam bangunan yang terbuat dari kayu itu.

Lantas mengapa, kalau ruangan ini adalah tempat favorit Nyonya kalian? Aku bahkan terpaksa harus berada disini!

Ruangan ini terlihat mirip kamarku di Rumah Bunga, Hanamachi. Sebuah ruangan sederhana namun terlihat elegan. Terdapat satu lemari kayu ukir yang bermotif unik. Satu meja rias dengan kaca yang bulat. Dan satu dipan kayu berukuran sedang dengan kasur tebal yang terlihat lembut. Terdapat juga lukisan ikan koi yang digantung di atas dipan. Yang menjadi pembeda adalah Dipan kayu ini, Ditaruh sedemikian rupa agar menghadap ke jendela. Dan jika kau membuka jendelanya, maka matamu akan langsung tertuju pada kolam dan yang dibingkai pohon Matsu. Sangat indah. Akan sangat menyenangkan, jika berbagi keindahan ini dengan Abi Satya. Pikiran itu membuat perasaanku kembali kacau.

Apakah dia akan selamat?

Bagaimana dengan lukanya?

Apakah ada orang baik yang menyelamatkannya?

Semoga saja, ada orang baik yang menolongnya. Dia pria baik, kebaikan selalu menyertainya. Sementara itu, aku di sini bertugas membalaskan dendam!

Langkah pertama, aku harus mengirim surat ke Hanamachi. Aku harus meminta Lei Rin untuk mengirim Eri dan Jiro. Lei Rin adalah salah satu orang yang ku percaya, Okasan-ku.

Kediaman Fukuyama, 02/04/1940

Lei Rin, Ibu yang tercinta,

Musim semi baru saja dimulai, namun hatiku hancur karena badai. Badai telah menghancurkan cinta kami. Aku pergi meninggalkan Hanamachi demi cinta sederhana, namun dengan teganya orang jahat itu menghancurkannya. Semuanya hancur! sekarang, aku sedang dalam tawanan Josef. Aku mungkin akan dipaksa menikah dengannya. Obsesinya itu, telah melukai Abi Satya-ku! Entah di mana kekasihku berada sekarang.

Lei Rin, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin meminta bantuanmu... tolong kirimkan Eri dan Jiro, kepadaku. Kelak, aku akan membalas semua kebaikanmu. Semoga kau selalu sehat dan bahagia.

Terima kasih,

Michiko

Setelah menulis surat, aku mencari lilin dan pemantik. Setelah beberapa lama, aku menemukan keduanya di laci paling bawah meja rias. Untuk berjaga-jaga, jikalau ada pelayan menemukan surat ini. Lalu dengan kesetiaannya melaporkan hal itu pada Asuka.

Maka, wanita itu tak akan berani untuk bertindak sembarangan dengan surat tersegel. Dan jikalau yang menemukan Josef. Aku hanya perlu sedikit melunak dan merayunya.

Aku akan mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Hingga, semuanya berada di bawah kendaliku. Dan jika itu terjadi, mereka hanya menunggu waktu untuk hancur.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 Gaun pengantin   Kemarin10:45
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY