Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Cinta & Keangkuhan
Cinta & Keangkuhan

Cinta & Keangkuhan

5.0
5 Bab
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Pergolakan batin yang harus dihadapi seorang Arleta Damayanti yang tengah dilanda masalah yang cukup hebat. Bagaimana tidak? Dia melahirkan bayi yang sudah meninggal dalam kandungan, saat hari dimana bayinya akan dimakamkan, suaminya malah menggugat cerai dirinya. Keadaan yang terpuruk itulah yang membangkitkan hati yang telah terluka dan membuat seorang Arleta menjadi lebih mawas diri saat menemukan pria baru dalam kehidupannya. Saat ada seseorang yang mulai mengisi hatinya, ternyata hanya di anggap sebagai alat untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya. Tekanan demi tekanan dari pihak keluarga yang membuat Arleta kemudian harus pergi. Di saat itulah istri sekaligus mantan sahabatnya yang telah menikah dengan mantan suaminya, datang dan memberikan teror dalam kehidupannya. Akankah, Arleta bisa mengatasi permasalahannya ataukah mantan suaminya juga akan mendukung istri barunya untuk melakukan kejahatan pada Arleta. Bagaimana kelanjutannya, di saat suami kedua Arleta yang ternyata memiliki riwayat penyakit hingga akhirnya keluarganya kemudian berbaik hati menyuruh Arleta mengurus dan merawat suaminya. Ikuti terus ceritanya sampai cerita ini berakhir dengan ending yang baik.

Bab 1 1. Tangisan Pilu

Hari ini adalah hari yang cukup menyedihkan baginya. Arleta duduk termangu dalam kesedihan akibat kematian bayinya. Isak tangisnya belum berhenti sampai ketika ibunya menghampiri membuatnya makin sedih tak karuan.

"Let, ikhlaskan kepergian anakmu. Dia mungkin lebih baik berpulang lagi ketimbang menjalani hidup dengan permasalahan yang kalian miliki,"

"Bu, ibu kok begitu. Leta lagi sedih malah ibu bilangnya setega itu," keluhnya.

"Bukan maksud ibu membuatmu makin sedih. Tapi ingat, jika hidup pun akan kasihan kalau terus menerus kalian seperti itu. Suamimu tidak bertanggung jawab. Ibu hanya mengingatkan saja," ucap ibunya seraya membereskan barang-barang milik bayinya.

Arleta memandangi pakaian bayi yang sudah dipersiapkan. Rasa sedihnya semakin menjadi manakala ia mengingat semua kenangan saat mencuci pakaian itu.

Beberapa barang juga mulai disimpan. Ibunya tampak menghela napas. Ada rasa lega mungkin karena melihat penderitaannya selama ini. Lega bukan karena kematian bayinya, melainkan karena ini jauh lebih baik ketimbang nanti hidup malah menjadi lebih kasihan.

Dokter mengatakan jika keadaan bayinya tidak memungkinkan lahir secara normal.

Arleta mulai menangis lagi. Ia terlahir dengan keadaan yang cukup menyedihkan dimana ibunya dulu juga ditinggalkan sang ayah saat mengandung dirinya.

Saat mendengar kematian bayinya, ia merasa hidupnya hancur, diambang kehampaan. Bagaimana tidak, ia juga telah mengandung bayinya dalam keadaan kesedihan yang luar biasa.

Hatinya rapuh sekaligus hancur saat rumah tangganya harus menjadi petaka dalam kehidupannya.

"Bu ... aku mau mati saja kalau begini," keluhnya sambil bercucuran air mata.

Tangisnya pecah saat dokter menyatakan bayinya meninggal dalam kandungan. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, suaminya menggugat cerai dirinya.

Suami yang lebih tepatnya ia sebut sebagai suami yang durjana. Pria itu menceraikannya dan memilih wanita lain sebagai kekasih hatinya.

Suaminya memberinya talak, berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Hidupnya disia-siakan seolah tak ada kenangan baik di antara mereka.

Pilihan hidupnya adalah menjadi janda, dan kini jadi ibu pun gagal karena bayinya meninggal.

"Bu ... ibuuuu ... " pekiknya.

Arleta tak kuasa menahan kesedihan yang harus dipikulnya karena semua ia tanggung sendiri.

"Jangan bilang begitu, pamali Let, minumlah dulu. Kita akan mengubur bayi mu setelah ashar nanti!"

Matanya berair, tak bisa berhenti dan terus bercucuran tiada henti. Tangisnya pecah saat beberapa orang menjenguk keadaannya.

"Bu, kapan bayiku dimakamkan?" tanyanya di sela isaknya.

Ibunya masih terdiam, yang sedang menerima ucapan bela sungkawa dari para tentangganya.

"Habis Ashar ya, Bu?" tanyanya lagi, memastikan.

"Iya, mau ikut?"

Arleta menggeleng. merasa berat memikul penderitaan ini. Dia lelah menjadi orang yang sabar dan suaminya juga berperan pernting dalam kematian bayinya.

"Aku nggak mau ikut, Bu. Nggak tega melihatnya, dia masih kecil, Bu, ..." ia terisak lagi.

"Cup ... cup ... cup ... sudah, Let. Jangan ditangisi lagi, biarkan bayimu tenang di alam sana, bisa jadi tabungan di akhirat kelak," tetangganya yang menjenguk mencoba menenangkannya.

Arleta Damayanti, dia baru saja melahirkan bayinya tapi dalam keadaan meninggal dunia. Karena tekanan batin dan pikiran, membuat kehamilannya terganggu dan mengakibatkan kematian pada bayinya.

Arleta terpuruk dan tak memiliki pegangan bahkan untuk tempat bersandar pun tidak ada. Betapa tidak, merasakan semua beban hidupnya yang makin hari makin membuat dirinya jadi tak menentu.

Bayi yang dilahirkannya saat masih berada di dalam perutnya yang telah berusia delapan bulan tak bisa diselamatkan. Ia mengalami tekanan batin selama mengandung.

Kehidupannya cukup keras saat berumah tangga. Suaminya berkelakuan buruk dan baru terlihat sifat aslinya setelah ia hamil.

Kehamilannya seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan tapi malah jadi bumerang untuknya.

Suaminya mulai bertingkah selayaknya pria bujangan yang butuh perhatian seorang wanita.

Hamil muda ia menang sakit-sakitan dan terus muntah bahkan mual tak karuan. Jarang memikirkan atau memperhatikan suaminya hingga suatu waktu mereka ketahuan selingkuh di belakangnya.

Banyaknya masalah yang terjadi membuatnya tak bisa mengontrol emosi dan marah melihat kelakuan mereka.

Karena tekanan pikiran yang dirasakannya itulah, membuatnya harus banyak mengalami stress yang berimbas pada kandungannya.

Pagi tadi, ia merasakan sakit yang begitu hebat saat baru selesai memasak di dapur. Ibunya baru saja pulang dari jualan berkeliling. Ia terpaksa dilarikan ke bidan terdekat dan dari sana dirujuk ke rumah sakit yang kata dokter bayi dalam kandungannya tidak lagi memiliki detak jantung hingga akhirnya harus melahirkan saat itu juga.

Untungnya kelahiran itu dilakukan secara normal tapi saat bayinya keluar dalam keadaan sudah tidak bernyawa.

Satu minggu setelah pemakaman itu, ia selalu melamun. Tagihan demi tagihan datang silih berganti. Ibunya hanya bisa memberikan janji pada si pemberi hutang untuk membayar hutang-hutangnya saat melahirkan bayinya dan proses pemakaman yang membutuhkan uang cukup banyak kemarin.

Suami yang seharusnya membantunya serta memberikan perlindungan, atau pun mengurus pemakaman bayi mereka ternyata tak datang bahkan tak memberi keterangan apapun saat pihak keluarganya menghubungi suaminya.

Sungguh keji perlakuannya, hingga ibunya minta dia melupakannya dan tak lagi berhubungan atau menyambung silahturahmi.

Sampai sekarang ketuk palu perceraian pun belum dilakukan tapi tahu-tahu ia mendengar kabar kalau mantan suaminya telah menikah siri dengan wanita lain yang jadi selingkuhannya.

"Sebaiknya kamu sehatkan tubuhmu biar nanti bisa kerja. Hutangmu banyak apalagi suamimu lepas tangan dan main gugat cerai saja!" kata ibunya.

Mereka tengah duduk di ruang tengah, ibunya sedang membuat lontong dari daun. Nanti malam mereka mengadakan acara tahlilan dan menu masakan opor ayam. Ibunya sudah cukup tegar menghadapi kemelut rumah tangganya yang cukup pelik.

"Hutang-hutang makin menumpuk, ya Bu? Arleta musti kerja,"

"Iya, tapi sehat kan dulu jiwa dan ragamu. Kesehatan jauh lebih penting dari apapun juga," imbuh ibunya lagi.

Arleta hanya diam saja, tidak ada dalam pikirannya memikirkan pria itu. Seorang pria busuk yang berselingkuh di belakangnya.

Pernikahannya memang dulu ditentang ibunya karena tahu bagaimana sepak terjang Mas Yoga kala itu. Ia melawan ibunya demi cintanya pada pria yang dianggapnya baik.

Semua itu telah membuatnya sadar setelah kejadian beberapa bulan yang lalu hingga dia terpaksa diam dan tak menceritakan apapun pada ibunya.

Ia butuh ketenangan dan juga jauh dari keberadaan sosok mantan suaminya yang tidak setia.

Yang dipikirkan sekarang bagaimana dia bisa membayar hutang-hutangnya.

"Bu ... " panggilnya.

"Ada apa?"

"Aku mau beli HP, ibu ada uang nggak?"

"Uang? Uang dari mana, Let?"

Arleta terkejut dan meminta ibunya untuk memberinya jawaban yang tepat. "Maaf, Bu kok malah nangis,"

"Ibu bingung kamu kok nanyanya begitu,"

"Leta butuh HP soalnya, kalau ada ya Arleta pinjam dulu, nanti kalau sudah kerja, akan Leta kembalikan,"

Ibunya diam saja, bukan marah tapi langsung menunduk lesu bahkan menitikkan air mata. Mungkin karena pertanyaannya yang tak masuk akal membuat ibunya tak mau menjawabnya.

"Maaf, Bu. Leta tahu kalau ibu bahkan aku sendiri nggak punya uang untuk membelinya, tapi ... ada yang ingin Leta hubungi, teman Leta yang di Jakarta, dia ada pekerjaan disana dan ..."

"Kamu bisa jual cincin pernikahan ibu, ini ... jual saja biar kamu bisa beli HP,"

"Tapi ... Bu ..."

Arleta merasa ragu, dipandanginya cincin itu. Cincin pernikahan yang masih setia ibu sematkan di jari manisnya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 5 5. Akui Saja   03-18 08:00
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY